Social Icons

Pages

Kamis, 26 Mei 2011

10 Fakta Menakjubkan Dari Ubur-Ubur




Fakta pertama :
Jellyfish pertama kali muncul sekitar 650 juta tahun yang lalu dan ditemukan di setiap permukaan laut. Beberapa juga ditemukan banyak di air tawar.


Fakta kedua :
Medusa (Plural Medusae) adalah istilah lain untuk ubur-ubur.
Medusa adalah istilah lain ubur-ubur yang hidupa di yunani, finlandia, portugis, rumania, ibrani, serbia, kroasia, spanyol, perancis, italia, hungaria, polandia, ceko, slowakia, rusia dan bulgaria.


Fakta ketiga :
Karena ubur-ubur bukanlah merupakan spesien dari ikan, kadang banyak terdapat anggapan yang keliru tentang ubur-ubur, oleh karenya American Public Aquariumsk telah mempopulerkan penggunaan istilah jeli laut (sea jellies) sebagai gantinya.


Fakta keempat :
Pada umumnya sekelompok atau sekawanan ubur-ubur ini disebut dengan istrilah bloom atau swarm.




Fakta kelima :
Ubur-ubur tidak memiliki sistem pernafasan karena kulit mereka cukup tipis dan bahwa tubuh mereka telah berisi oksigen oksigen melalui difusi.


Fakta keenam :
Ubur-ubur tidak mempunyai otak atau sistem saraf pusat,
tetapi ubur-ubur memiliki jaringan saraf yang longgar, yang terletak di epidermis, yang juga disebut sebagai "jaring saraf."


Fakta ketujuh :
Ubur-ubur terdiri dari lebih dari 90% air. Sebagian besar massa bagian payung mereka adalah bahan agar-agar (jeli) yang disebut mesoglea, yang dikelilingi oleh dua lapisan sel yang membentuk payung (permukaan atas).
Sedangkan bagian permukaan bawah tubuhnya dikenal dengan sebutan bel.
Fakta kedelapan :
Ubur-ubur memiliki sistem reproduksi yang unik, yaitu baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun dan perempuan akan melepaskan sperma dan telur ke dalam air sekitarnya, di mana telur yang telah dibuahi dan tumbuh menjadi organisme baru.


Fakta kesembilan :
Ubur-ubur memiliki racun yang paling mematikan dan telah menyebabkan setidaknya 5.568 kematian sejak 1954. Setiap tentakel memiliki sekitar 500.000 harpun sindasites yang berbentuk jarum yang menyuntikkan bisa ke korban.
http://www.youtube.com/watch?v=hqfcm...layer_embedded
Fakta kesepuluh :
Spesies ubur-ubur terbesar adalah ubur-ubur bersurai singa (the lion’s mane jellyfish). Ubur-ubur ini adalah salah satu hewan yang dikenal terpanjang dan terbesar yang memiliki bel (tubuh) dengan diameter 2,3 m (7 kaki 6 inci) dan tentakel mencapai 36,5 m (120 kaki). Ubur-ubur ini ditemukan pernah terdampar di pantai teluk massachusetts pada tahun 1870.

Kamis, 19 Mei 2011

PENAMAAN GEOGRAFIS DARI PULAU-PULAU DI INDONESIA

Oleh:
Jacub Rais
Senior Policy Advisor on Governance
Coastal Resources Management Project (Proyek Pesisir)
jrais@indo.net.id; crmp@cbn.net.id; jrais@gd.itb.ac.id



ABSTRAK



Indonesia mengklaim memiliki 17.508 pulau-pulau, namun tidak pernah ada dokumentasi resmi yang dipublikasi luas tentang nama-nama pulau tersebut. Ada tiga publikasi dari lembaga-lembaga pemerintah tentang nama-nama geografis dari pulau-pulau, yaitu Daftar Pulau-Pulau Indonesia oleh Pusat Survey dan Pemetaan ABRI (1987) yang mencatat 5707 nama-nama pulau, termasuk 337 nama-nama pulau di sungai, Gazetteer Nama-Nama Pulau & Kepulauan di Indonesia oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (1992) yang mencatat 6.489 nama-nama pulau, termasuk 374 nama-nama pulau di sungai dan LIPI (1972) pernah mempublikasi adanya 6.127 nama-nama pulau. Publikasi-publikasi tersebut tidak mencantumkan dengan jelas metodologi dan prosedur baku yang dipakai untuk menginventarisasi nama-nama pulau serta posisi geografisnya di muka bumi, kecuali publikasi Bakosurtanal. Nama dan penamaan nama-nama pulau termasuk kegiatan penamaan geografis unsur-unsur muka bumi. Menurut resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Konperensi PBB tentang Standardisasi Nama-Nama Geografis No.4 Tahun 1972 di bawah naungan UN Economic and Social Council (UN-ECOSOC), menyatakan bahwa setiap negara anggota harus membentuk suatu otoritas nama-nama geografis nasional (National Names Authority) dengan nama apapun juga, yang merupakan institusi resmi yang menetapkan standardisasi, prosedur, kebijakan, dan tata cara penamaan dan penulisan nama-nama geografis serta menerbitkan gasetir nasional sebagai dokumen resmi.
Makalah ini menguraikan masalah penamaan geografis di Indonesia dalam rangka otonomi Daerah (Provinsi, Kabupaten / Kota).

Kata kunci: toponym, toponymy, nama geografis, nama generik, nama spesifik
----------


I. PENDAHULUAN

Nama-nama geografis adalah nama-nama unsur-unsur di muka Bumi, di dasar laut maupun nama-nama di luar Bumi (extra terrestrial), seperti di bulan dan di planet-planet. Unsur-unsur tersebut dapat berupa unsur alam (gunung, sungai, tanjung, laut, pulau, bukit, dsb.), unsur buatan termasuk unsur pemukiman (kota, desa, kawasan pemukiman, dsb), unsur non-pemukiman (jalan, jembatan, bandar udara, pelabuhan, kawasan industri, dsb.) serta unsur-unsur administratif berupa wilayah administratif, seperti provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan, kawasan lindung, kawasan konservasi, taman nasional, dsb.
Nama-nama geografis dalam istilah Inggris disebut toponym, yaitu nama-nama unsur topografi, baik topografi bumi, bulan, planet-planet. Sedangkan “toponymy” adalah studi atau kajian tentang aspek yang terkait dengan penamaan geografis, antara lain, aspek-aspek antroplogi, geografi sejarah, bahasa dan linguistik (seperti transkripsi dari bahasa ucapan menjadi bahasa tulisan atau transliterasi, yaitu konversi nama darai satu sistem aksara ke sistem aksara yang lain), dsb.(Raper 1996}
Sejak manusia mengorientasi dirinya terhadap lingkungannya dan berkomunikasi satu sama lain, maka nama geografis dari unsur di muka Bumi untuk mengidentifikasi posisinya dan arahnya adalah penting untuk acuan berbagai kegiatan manusia sendiri. Sejak berkembangnya kebudayaan Mesir kuno dan kebudayaan Mesopotamia nama-nama geografi telah masuk perbendaharaan kata-kata mereka.
Begitu manusia menetap di suatu wilayah, mereka mulai memberi nama unsur-unsur muka Bumi di sekitar lingkungannya untuk acuan mereka. Bagaimana nama diberikan, umum diketahui ada yang berasal dari ceritera rakyat atau legenda, seperti nama gunung di Jawa Barat yang bernama Gunung Tangkuban Perahu. Legenda yang sama juga ada di Jawa Timur tentang terjadinya Gunung Batok. Juga legenda yang menceriterakan asal-usul nama kota Banyuwangi. Nenek moyang kita memberi nama unsur geografis berdasarkan apa yang mereka lihat saat kunjungan pertama kali seperti nama pohon, binatang, kembang dsb. Oleh karea itu ada nama geografis seperti desa Kemang, pulau Bangka, pulau Kelapa, pulau Pisang, tanjung Duren, desa Cimacan, Sungai Ular, desa Cimelati, desa Sembodja, dst, dst.
Yang menarik adalah sebutan generik dari unsur-unsur geografis, seperti sungai dalam bahasa asli Melayu, menjadi Wai di Lampung, seperti Wai Seputih atau Ci di Jawa Barat. Istilah “wai” juga terdapat di pulau-pulau di Samudera Pasifik, yang artinya “air” dalam bahasa Polinesia, seperti Waikiki. Istilah “bukit” di Indonesia mungkin juga berasal dari bahasa Polinesia “phuke” (di salah satu pulau ada yang disebut “Phuke Rua” artinya “Bukit Dua”), menjadi “Phuket” di Thailand (ada pulau Phuket) dan menjadi “Buket” di Malaysia. Tentunya ada keterkaitan sejarah pemukiman di kawasan Asia Tenggara yang pernah didiami oleh suku bangsa Polinesia di masa lalu yang kemudian membaur dengan suku bangsa Melayu. Di Bengkulu ada istilah “tanjung”, ujung” dan “caku” yang artinya sama.
Nama –nama tempat yang terkait dengan suku Melayu Tua “Proto Malay” yang datangnya dari lembah Irawadi ke selatan dan akhirnya bermukim sebagai suku Dayak Iban juga membawa pengaruh atas nama-nama geografis. Begitu juga kedatangan suku-suku Melayu Muda (Deutero Malay) dari teluk Tongkin ke selatan membawa nama-nama geografis dengan banyak memakai bunyi suara “eu”, seperti di Jawa Barat : Pameungpeuk, Cibeureum dsb dan di Aceh: Birueun, Lhok Seumawe, pulau Simeulue. Dengan kata lain, dari nama-nama geografis (toponym) kita dapat mengungkap sejarah pemukiman manusia sejak nenek moyang kita datang ke Asia Tenggara ini, lebih dari 3000 tahun sebelum Masehi.
Penjajah Portugis, Belanda dan Inggeris juga banyak meninggalkan bekas pada nama-nama geografis di Indonesia dan Timor Leste yang kemudian diucapkan dengan lidah Indonesia, seperti Vikeke dari Viqueque (bahasa Portugis di Timor Leste), Malioboro dari Malborough (Inggeris), Glemor dari Glenn More (Inggeris), Sanpur dari Zandvoort (Belanda), Padangbai dari Padangbaai (Belanda), Betawi dari Batavia (Belanda).
Sejak berkembangnya media massa dan percetakan, pemakaian internasional dan interlinguistik dari nama-nama geografis makin meningkat, dan nama-nama ini merupakan bagian dari suatu dokumen yang namanya “peta” sejak abad pertengahan (Orth 1986). Akhirnya nama geografis merupakan unsur penting dalam aktivitas sosial-ekonomi, seperti perdagangan, jasa pos, operasi pertolongan di darat dan di laut, sensus dan sebagainya.
Secara internasional, nama-nama geografis yang disajikan melalui peta adalah sarana komunikasi yang ampuh antar bangsa, dan oleh karena itu menjelang akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1871 diadakan International Geographical Congress di Antwerpen, yang membahas perlunya uniformitas dalam bentuk tulisan dari nama-nama geografis yang dipakai pada peta dan laporan-laporan geografis lainnya. Negara-negara Eropa sepakat memakai alfabet Romawi sebagai rekomendasi yang pertama, yang didukung oleh Universal Postal Union untuk menulis nama-nama kantor pos (Ibid.). Sejak itu pula dilakukan usaha romanisasi peta-peta dari yang memakai abjad non-romawi, seperti dari sistem tulisan Cina, Cyrillic (Rusia, Yugoslavia, Bulgaria), Amharic (Ethiopia), Arab, Hebrew, Greek,Thai, Khmer, Persia, Devanagari (India), Honji (Jepang), Korea, dsb.

II. PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB)

Sejak Perang Dunia II usai dan PBB dibentuk, badan ini menaruh perhatian besar tentang usaha standarisasi nama-nama geografis, karena sebenarnya banyak faktor yang ikut campur dalam komunikasi yang efektif dari nama-nama geografis, antara lain:
• • Banyak nama-nama tempat yang mempunyai lebih dari satu nama dalam satu negara yang sama atau di negara lain
• • Banyak nama diaplikasikan pada lebih dari satu unsur
• • Nama yang sama di-eja dalam berbagai cara
• • Orang-orang dalam satu negara atau sata bahasa memberi nama dari tempat atau negara lain yang berbeda dengan nama lokalnya
• • Perlu percepatan usaha Romanisasi nama-nama geografis dari sistem tulisan Non-Romawi

Oleh karena itu PBB membentuk UN Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) sebagai bagian dari UN Economic and Social Council (Dewan Ekonomi dan Sosial PBB). UNGEGN adalah salah satu dari 7 badan penting UN-ECOSOC, dibentuk berdasarkan Resolusi UN-ECOSOC No.715 (XXVII) pada tgl. 3 April 1959 dan No.1314 (XLIV) pada tgl. 31 Mei 1968. Tujuannya adalah antara lain, memajukan usaha pembakuan nama-nama geografis tingkat internasional dan nasional. Usaha-usaha pembakuan tingkat internasional dimulai dengan usaha pembakuan di tingkat nasional. Hasil kegiatan UNGEGN dibawa ke Sidang UN Conference on Standardization of Geographical Names (UNCSGN) yang mengadopsi resolusi-resolusi yang menjadi pegangan bagi semua negara anggota PBB, termasuk Indonesia.
Resolusi terpenting adalah Resolusi No. 4 Tahun 1967 di Geneva, yang bunyi Rekomendasinya sbb.”Langkah pertama dalam standarisasi internasional, agar masing-masing negara membentuk satu Otoritas Nama-nama Geografi Nasional (National Geographical Names Authority)”, yang merupakan instansi pemerintah. Bentuk otoritas ini dapat berupa suatu badan, atau badan koordinasi atau komite tetap yang secara jelas mempunyai mandat untuk standarisasi nama-nama geografi secara nasional, membuat kebijakan-kebijakan , prosedur serta dokumentasi yang tertib dalam wilayah nasionalnya.
Ada satu Rekomendasi UNCOGN Nomor 16 Tahun 1977 di Athene, yang merekomendasi bahwa “semua perobahan dari nama geografis yang tidak dibuat oleh otoritas nama-nama geografis nasional yang kompeten, supaya tidak diakui oleh PBB”
Rekomendasi nomor 24 tahun 1987 di Montreal mengharuskan semua negara anggota PBB menyampaikan informasi tentang kegiatan negara yang terkait dengan nama-nama geografis. Yang menarik dari rekomendasi ini adalah pada Konperensi tersebut, Indonesia menyampaikan bahwa jumlah pulau-pulau kita meningkat dari 13,667 menjadi 18,507 tanpa ada laporan kegiatan, bagaimana jumlah pulau diketemukan dan bagaimana tatacara pemberian nama-nama pulau tersebut. Mungkin rekomendasi itu dibuat karena kasus Indonesia yang belum menbentuk otoritas nama-nama geografis, tiba-tiba sudah dapat menyampaikan laporan penambahan jumlah pulau yang sebagian besar tanpa nama.
Indonesia sampai saat ini belum membentuk otoritas yang dimaksud oleh Resolusi UN-CSGN No. 4 Tahun 1972. Bentuk otoritas dapat berupa Komite Tetap (Permanent Committee) seperti di Kanada atau Board of Geographical Names seperti di USA yang dibentuk dengan undang-undang: Public Law 80 – 242 Tahun 1947., sebagai satu-satunya otoritas penamaan unsur geografis di Amerika Serikat, terutama menyiapkan uniformitas nomenklatur unsur-unsur geografis dan membakukan ortografi (ejaan yang benar dari suatu kata) bagi kepentingan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat.
Indonesia saat ini sedang mempersiapkan rancangan Keputusan Presiden tentang Pedoman Pembakuan, Pemberian, Perobahan dan Penghapusan Nama Geografis. Walaupun belum berupa suatu badan otoritas, namun diusulkan adanya tim pakar di tingkat pusat dan daerah yang merupakan embryo sebagai suatu otoritas yang mengkaji dan meneliti usaha-usaha yang disebut dalam judul Rancangan Keppres tersebut.
Ada resolusi UNCSGN Nomor 16 tahun 1977 di Athena, merekomendasi bahwa “perobahan nama geografis baku oleh otoritas lain di luar otoritas nama-nama geografis, tidak diakui oleh PBB”




III. NAMA-NAMA GEOGRAFIS DARI PULAU-PULAU

Prosedur pemberian nama-nama (geografis) pulau-pulau tidak berbeda dengan penamaan unsur-unsur geografis daratan lainnya. Prioritas Indonesia dalam lima tahun mendatang (20002-2007) adalah menentukan jumlah, nama dan posisi pulau-pulau yang kita klaim ada 17,508 buah. Hal ini terkait dengan laporan yang disampaikan oleh delegasi RI pada UNCSGN 1987 di Montreal bahwa Indonesia melaporkan jumalh pulau-pulau telah meningkat dari 13,677 menjadi 17,508 buah. Konperensi waktu itu meminta agar Indonesia segera menyampaikan ke Sekretariat PBB dokumentasi baku tentang nama pulau-pulau tersebut, yang sampai saat ini kita belum dapat memenuhinya

1. Definisi Pulau

UNCLOS 1982, pasal 121 memberi definisi tentang rezim pulau, sebagai “daratan yang terbentuk secara alami dikelilingi oleh air yang selalu berada di atas pasut tinggi (high tide)”. Dengan kata lain, pulau tidak boleh tenggelam pada muka air tinggi, apalagi air tertinggi. Oleh karena itu dalam memanfaatkan peta untuk menentukan pulau-pulau, jangan memakai peta navigasi, karena per definisi peta navigasi adalah peta dengan acuan tinggi muka lautnya adalah pasut terrendah (the lowest low tide), agar peta navigasi tersebut menampakkan semua unsur-unsur bawah laut untuk keselamatan pelayaran. Itupun termasuk kegiatan otoritas nama-nama geografis untuk memberi nama-nama unsur bawah muka laut (Maritime and Undersea Feature Names), yang buka masuk katagori pulau.
Peta dengan acuan muka laut pada pasut tinggi adalah peta batimetri umum, namun hati-hati karena banyak peta batimetri memakai muka laut rata-rata sebagai acuan tinggi. Demikian pula peta rupabumi (topografi) memakai acuan tinggi adalah muka laut rata-rata atau geoid, karena semua tinggi unsur-unsur muka bumi seperti gunung, dsb adalah terhadap muka laut rata-rata.

2. Metodologi Pengumpulan Nama Pulau
• • Sebagaimana pengumpulan nama unsur-unsur geografis lainnya yang juga berlaku untuk pulau-pulau, adalah mendatangi pulau tsb dan bicara dengan penduduk setempat atau penduduk di tepi pantai terdekat di mana hidup nelayan atau mereka yang kegiatannya ada di laut untuk diwawancarai.
• • Prosedur baku adalah mencatat nama geografis pulau, sekurang-kurangnya dari 3 orang yang berbeda dengan mencatat ucapan mereka sewaktu menyebut nama pulau (sebaiknya dengan tape recorder), kemudian mentranskripsi dari nama ucapan yang didengar menjadi bentuk tulisan sesuai dengan fonetiknya. Nama dan fonetiknya dicatat dalam suatu formulir yang dipersiapkan. Daftar nama yang telah ditetapkan dalam suatu wilayah administratif akhirnya harus disetujui oleh Kepala Desa terkait (unit administratif yang terkecil).
• • Posisi pulau itu diukur dengan alat GPS sederhana, bila mungkin koordinat titik centroid dari pulau. Kalau pulau itu cukup besar, posisinya dapat diukur dengan beberapa titik yang merupakan ujung-ujung pulau tersebut.
• • Catat informasi biofisik dari pulau, selain informasi tentang wilayah administratif, jumlah penduduk, jika ada, serta kegiatan sosio-ekonomi penduduk, dsb..
• • Kita dapat memakai peta skala besar atau foto udara/citra satelit resolusi tinggi jika ada. Kalau pulau itu lebih kecil dari resolusi citra/foto udara tentunya pulau tersebut tidak terlihat dalam foto udara/citra.

IV. PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN NAMA UNSUR GEOGRAFIS

Prinsip 1: Satu nama untuk satu unsur. Hindari sebuah nama diterapkan pada banyak unsur-unsur dalam satu wilayah administratif
Umumnya nelayan memberi nama pulau berdasarkan apa yang dilihat atau yang menyolok di pulau tersebut. Oleh karena itu banyak sekali terdapat pulau bernama pulau Pisang, pulau Kelapa, pulau Karang, dsb.

Prinsip 2: Pakai nama dalam kebiasaan lokal dan hindari nama asing atau nama dalam bahasa asing
Banyak nama-nama pulau, khususnya di pulau Seribu, memakai nama yang asing bagi telinga penduduk atau nama komersial

Prinsip 3: Hindari memakai nama orang yang masih hidup

Banyak orang memberi nama unsur geografis dengan nama orang yang masih hidup yang dinilai mempunyai jasa, baik bagi daerah tersebut maupun secara nasional. Banyak kepercayaan masyarakat di muka bumi ini bahwa memberi nama tempat/pulau dengan nama orang yang masih hidup adalah tabu atau dapat mendatangkan malapetaka baik bagi unsur yang diberi nama atau orang itu sendiri yang namanya dipakai.
Contoh: Sewaktu Irian Jaya kembali kepangkuan RI, ibukotanya yang semula bernama Hollandia, diganti nama dengan Sukarnopura. Hal ini tidak berlaku lama karena Bung Karno sendiri tidak merasa “enak”, akhirnya beliau ganti dengan nama “Jayapura”. Sebaliknya nama sebuah bukit di Kalimantan Timur yang diberi nama Bukit Suharto, mengalami nasib yang jelek karena bukit itu selalu mengalami kebakaran setiap tahun.

Prinsip 4 : Hindari memberi nama yang dapat menghina Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA)
Hampir di semua negara menghindari memberi nama yang menyinggung perasaan orang, agama, suku atau golongan. Bahkan di Amerika Serikat sendiri, US Board of Geographic Names Policy V menyatakan, kutip buka: “Derogatory Names: The Board has a firm policy prohibiting the inclusion of a word in an official geographic names considered by the Board to be derogatory to any racial, ethnic, gender or religious group”, kutip tutup.(USGS-GNIS 1989)..

Prinsip 5: Memakai adjad Romawi atau huruf Latin
Indonesia telah menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan memakai abjad Romawi atau huruf latin dalam tulisan.
.
Prinsip 6: Tidak memakai nama dalam bahasa asing

Prinsip 7: Hindari memakai nama yang panjang
Di Sumatera Utara banyak ditemukan nama desa yang sangat panjang, seperti di bawah ini:
Purbasinombamandalasena, Dalihannataluhutaraja, Hutalosungparandolok Lorong Tiga, Gunungmanaonunterudang.
Nama yang panjang ini tidak efisien dalam berkomunikasi dan tidak perlu dipertahankan. Juga di Amerika Serikat berlaku hal serupa, Policy IX dari US Board of Geographic Names, menyatakan, kutip buka “Almost since its inception, the US Board of Geographic Names has expressed a preference against long and clumsy constructed domestic names. Kutip tutup. (Ibid.)

Prinsip 8 : Nama yang ditetapkan oleh Undang-Undang atau Keputusan Presiden mempunyi prioritas yang tinggi

Prinsip 9: Ada nama yang dapat ditetapkan oleh otoritas lain, seperti nama Taman Nasional, Monumen Nasional, Kawasan Rekreasi. Kawasan Margasatwa, Hutan Negara, Kawasan Lindung dsb.

Prinsip 10: Hindari nama varian (nama alias) untuk suatu unsur

V. KAEDAH PENULISAN NAMA GEOGRAFIS DALAM BAHASA INDONESIA

Nama-nama geografis terdiri dari dua bagian, yaitu (a) nama generik dan (b) nama spesifik. Nama generik adalah sebutan mengenai bentuk unsur geografisnya, seperti pulau, sungai, gunung, bukit, tanjung. Nama spesifik adalah nama diri dari unsur geografis.
Nama generik di Indonesia dapat dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa-bahasa suku bangsa yang mendiami daerah terkait.
Contoh:
• • sungai dalam bahasa Indonesia menjadi air, aek, aik, ai, oi, kali, batang, wai, ci, brang, jeh, nanga, krueung, dst
• • gunung dalam bahasa Indonesia menjadi, dolok, buku, bulu, deleng, keli, wolo, cot, batee, dst
• • pulau dalam bahasa Indonesia menjadi nusa, mios, meos, pulo, dst
• • dst

Kaedah 1: Dalam penulisan nama geografis, nama generik ditulis terpisah dari nama spesifik. Di mana nama generik dari bahasa lokal ada, maka nama generik dalam bahasa Indonesia tidak lagi.

Misalnya sungai di Lampung bernama Wai Seputih (ditulis terpisah), tidak disebut lagi dengan Sungai Wai Seputih. Ci Tarum di Jawa Barat tidak lagi disebut Sungai Ci Tarum. Bengawan Solo pernah di masa lalu dinamakan Kali Solo, tetapi tidak disebut Kali Bengawan Solo. Batang Hari di Jambi dan bukan Sungai Batanghari

Kaedah 2: Jika nama spesifik, umumnya nama tempat, kota, desa dsb. memakai nama generk dalam nama dirinya, maka nama spesifik ditulis sebagai satu kata.

Misalnya: kota di pulau Nias ditulis Gunungsitoli (ditulis dengan satu kata), bukan Gunung Sitoli, karena ini bukan nama gunung. Kata generiknya yang benar tetapi jarang ditulis adalah “Kota”. Lihat bedanya: Gunung Merapi dan (Kota) Gunungsitoli
Di bawah ini nama-nama spesifik yang harus ditulis dengan satu kata: Bukittinggi, Sungaipenuh, Cimahi, Tanjungpinang, Tanjungpriok (Tanjungperiuk), Kalideres, Muarajambi, Airmadidi, dst.

Kaedah 3: Jika nama spesifik ditambah dengan kata sifat atau penunjuk arah dibelakangnya, maka ditulis terpisah

Misalnya: Jawa Barat, Kebayoran Baru, Sungai Tabalong Kiwa, Kotamubago Selatan, Panyabungan Tonga (tonga = tengah dalam bahasa Tapanuli), Durentiga Selatan, dst.

Kaedah 4: Jika nama spesifik terdiri dari kata berulang, maka ditulis sebagai satu kata.

Misalnya: Bagansiapiapi, Siringoringo, Mukomuko

Kaedah 5: Nama spesifik yang ditulis dengan angka sebagai penomoran, maka nomor ditulis dengan huruf

Misalnya: Depok Satu, Depok Dua, Koto Ampek, Depok Timur Satu

Kaedah 6: Nama spesifik yang terdiri dari dua kata benda, maka ditulis sebagai satu kata

Misalnya: Tanggabosi, Bulupayung, Pagaralam, dst.

Kaedah 7: Nama spesifik terdiri dari kata benda diikuti dengan nama generik, maka ditulis sebagai satu kata:

Misalnya: Pintupadang, Pagargunung, Pondoksungai, Kayulaut, dst


KESIMPULAN

1. 1. Nama geografis bukan sekedar “what is in a name?, kata orang Inggris. Di belakang nama geografis tersembunyi sejarah pemukiman, kebudayaan, bahasa dari bangsa-bangsa yang pertama kali memberi nama pada suatu unsur geografis. Ia bagian dari sejarah pemukiman manusia yang panjang.
2. 2. Penamaan/pencatatan nama-nama pulau-pulau harus melalui survey lapangan dan mencatat nama dari bahasa ucapan penduduk lokal di pulau atau di pantai daratan menjadi bahasa tulisan dalam abjad Romawi
3. 3. Bagi pulau yang tak bernama, wajib diberi nama dengan nama yang diberi oleh penduduk lokal atau kebiasaan local
4. 4. Pemakaian peta, citra/foto udara hanya dapat membantu jika skala atau resolusinya tinggi, sehingga memudahkan mengidentifikasi pulau-pulau di laut luas.
5. 5. Tim survey lapangan sebaiknya terdiri dari seorang surveyor pemeta, seorang ahli antropologi/sejarah/bahasa lokal, seorang dari pemerintahan setempat dan seorang mahasiswa teknik/hokum/sosial

SARAN-SARAN

1. 1. Pemerintah Pusat segera membentuk “National Names Authority” dengan nama apapun juga, di bawah kendali Departemen Dalam Negeri, sepanjang tugas dan fungsinya sesuai dengan Resolusi UNCSGN No.4 Tahun 1967.
2. 2. Organisasi tersebut pada angka 1 menetapkan kebijakan, prosedur dan tata cara pemberian, perobahan dan penghapusan nama-nama geografis di Indonesia
3. 3. Penamaan nama-nama pulau dan unsur-unsur geografis lainnya menjadi tanggungjawab Pemerintah Provinsi dalam batas kewenangan Daerah di laut termasuk peranggarannya. Penamaan unsure yang lintas Provinsi menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat
4. 4. Pemerintah Pusat dibantu dengan Tim Pakar memvalidasi hasil survey yang dilakukan oleh Daerah..
5. 5. Pemerintah Pusat d.h.i Departemen Dalam Negeri melaporkan kegiatan penamaan geografis di Indonesia kepada Sekretariat PBB sesuai Resolusi UNCSGN No. 24 Tahun 1987
6. 6. Agar Indonesia aktif kembali dalam UN Group of Experts on Geographical Names for Asia, South-East and Pacific, South-West
7. 7. Agar Pemerintah menerbitkan Gasetir Nasional Nama-Nama Geografis dan menyebarluaskan nama-nama geografis baku serta tata cara penulisannya untuk dimanfaatkan oleh semua instansi pemerintahan, perguruan tinggi, media massa dan publik pada umumnya dan disimpan di Badan Arsip Nasional.

DAFTAR ACUAN (REFERENCES)

Breau, J. 1986. Progress and Development in Standardizing Geographical Names within the Framework of the United Nations. World Cartography. Vol.XVIII. United Nations Publications. New York, New York.
Canadian Government. 1999. Principles and Procedures for Geographical Naming. Canadian Permanent Committee on Geographical Names. Ottawa, Canada
Orth, D. J. 1986. Guidelines for Establishing a National Geographical Names Authority and Planning a Standardization Program. World Cartography Vol.XVIII. United Nations Publications. New York, New York
Parker, J.R. 2000. Geographic Names and the Asia-Pacific Spatial Data Infrastructure. Australian Paper Presented at the 15th UN Regional Cartographic Conference for Asia and the Pacific. Kuala Lumpur, Malaysia
Raper, E.P. 1996. United Nations Documents on Geographical Names. Prepared for UN Group of Experts on Geographical Names, Names Research Institute. Cause, Pretoria
United Nations. 1983. The Law of the Sea – Official Text of the United Nations Convention on the Law of the Sea. United Nations Publication. New York, New York
USGS-GNIS (US Geological Survey – Geographic Names Information System). 1989. Principles, Policies, and Procedures: Domestic Geographic Names. US Board of Geographic Names Publications. Washington, DC

Minggu, 08 Mei 2011

Diadema setosum


adalah spesies panjang-spined landak laut dalam keluarga Diadematidae . Ini adalah landak laut yang khas, dengan duri yang sangat panjang berongga yang agak berbisa . Diadena setosum berbeda dari yang lain Diadema dengan lima, titik putih karakteristik yang dapat ditemukan pada tubuhnya. Spesies ini dapat ditemukan di seluruh Indo-Pasifik wilayah, dari Australia dan Afrika untuk Jepang dan Laut Merah . Meskipun mampu sengatan menyakitkan ketika melangkah di atas, landak hanya sedikit berbisa dan tidak menimbulkan ancaman serius bagi manusia.


Sebagai anggota kelas Echinoidea , anatomi Diadema setosum adalah bahwa dari khas landak laut . Semua organ internal hewan adalah tertutup dalam, berbentuk bola hitam uji bahwa pada dasarnya tubuh organisme. Namun, tubuh tidak bulat sempurna - Diadema tes sedikit dorso-bagian perut terkompresi. menonjol keluar dari badan pusat adalah duri panjang ikon penampilan landak laut. Seperti anggota lain dari keluarga Diadematidae , duri D. setosum sangat panjang dan sempit dalam proporsi tubuhnya. Duri, seringkali hitam tapi kadang-kadang coklat-banded, yang berongga dan berisi ringan racun . D. setosum dapat dibedakan dari spesies lain dalam genus Diadema oleh kehadiran lima bintik-bintik putih pada hewan uji, strategis terletak antara landak's alur ambulacral . Selain itu, karakteristik yang jelas membedakan spesies adalah adanya cincin, oranye terang sekitar landak's kerucut periproctal , struktur yang lazim disebut sebagai landak's " anus ". Beberapa karakteristik kecil lain di D. setosum termasuk bercak kebiruan di Teman kelamin piring organisme dan bercak biru yang serupa ( iridophores ) diatur dalam mode linier sepanjang tes nya. Sebuah cincin apikal tidak ada dalam spesies, bersama dengan berkapur platelet pada Surat kerucut apikal . [1] [2] dewasa seksual spesimen Diadema setosum rata-rata 35-80 gram berat badan. [3] Orang dewasa rata-rata ukuran tidak lebih dari 70 millemeters diameter uji dan sekitar 40 millemeters tinggi. [4]
Praha akuarium laut


Diadema setosum adalah sebuah spesies didistribusikan secara luas dari landak laut. Its rentang membentang sepanjang Indo-Pasifik baskom, membujur dari Laut Merah dan kemudian ke timur ke Australia pantai. Latitudinally , spesies dapat ditemukan sejauh utara Jepang dan jajarannya meluas selatan ujung selatan Afrika pantai timur . [1]

Spesies telah diperkenalkan ke daerah lain tidak berada dalam jangkauan alam. Pada tahun 2006, dua spesimen hidup Diadema setosum ditemukan di perairan lepas Kas semenanjung di Turki . Dan selanjutnya koleksi penemuan orang-orang ini membuat D. setosum pertama invasif Erythrean landak laut di Mediterania . [1] Beberapa hipotesis telah diusulkan untuk menemukan individu-individu. Larva dari spesies yang mungkin telah melakukan perjalanan melalui Terusan Suez ke Mediterania dari Teluk Suez , di mana spesies telah populasi alami berkembang. Vektor lain yang diusulkan adalah bahwa kapal asing membawa pada individu melalui mereka ballast . Kemungkinan final yang diusulkan adalah bahwa spesimen individu sengaja dirilis oleh aquarists . [1]


Diadema setosum ini umumnya terkait dengan terumbu karang , tetapi juga ditemukan di dataran pasir dan padang lamun . Seiring dengan anggota lain dari keluarga, D. setosum adalah produktif ternak yg digembalakan . Mereka dikenal untuk memberi makan pada berbagai alga spesies umum di terumbu karang tropis. Pentingnya ekologi dari takson secara keseluruhan telah ditekankan karena kebiasaan herbivora tersebut. [4]

Spesies telah diketahui baik bertelur musiman dan sepanjang tahun tergantung lokasi penduduk pemijahan. Ia telah mengemukakan bahwa populasi Diadema setosum adalah suhu-bergantung pada pemijahan seasonalities mereka. Suhu yang lebih tinggi dari 25oC telah dikutip sebagai isyarat pemijahan mungkin. [5] populasi Equatorial adalah mereka dicatat untuk bertelur tanpa waktu tertentu sepanjang tahun seluruh. Hal ini berlaku untuk Filipina populasi D. setosum. [6] Untuk jumlah penduduk di Teluk Persia, pemijahan terjadi selama bulan-bulan April sampai Mei. [3] isyarat lain, seperti fase bulan telah diamati untuk mempengaruhi pemijahan D. setosum populasi. Spesies telah ditemukan untuk memicu peristiwa pemijahan dalam konkordansi dengan munculnya bulan purnama . [7]


Evolusioner, Diadema setosum dianggap salah satu yang tertua yang dikenal masih ada spesies dalam genus Diadema. Analisis genetik Diadema telah menempatkan D. setosum di cabang basal pada cladogram, memiliki sebagai kelompok saudara semua anggota sisa lainnya dari genus. [8] analisis morfologi menegaskan kesimpulan ini, menambah berat badan untuk konsep D. setosum yang paling basal dari Diadema dan kemungkinan spesies tertua dalam genus. [4]

Seperti bulu babi berbisa, maka racun dari Diadema setosum hanya ringan dan sama sekali tidak fatal bagi manusia . Toksin tersebut kebanyakan menyebabkan pembengkakan dan rasa sakit, dan secara bertahap berdifusi selama beberapa jam. Lebih bahaya disajikan oleh sistem pengiriman - duri landak itu yang sangat rapuh dan seperti jarum. Mereka dengan mudah memutuskan di dalam daging dan cukup menjadi tantangan untuk mengekstrak. [9]

Kamis, 05 Mei 2011

HASIL PERAMETER KIMIA PERAIRAN DI ANJUNGAN PANTAI LOSARI

HASIL PERAMETER KIMIA PERAIRAN
DI ANJUNGAN PANTAI LOSARI
Gambar dari atas Pantai Losari Makassar



PENENTUAN SALINITAS


NAMA : NIRWAN
NIM : L111 09 277
KELOMPOK : II (DUA)








LABORATORIUM OSEANOGRAFI KIMIA
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011



I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laut merupakan salah satu sumber daya yang diperlukan sebagai hajat hidup orang banyak, begitu pula dengan segala sesuatu yang berada didalamnya. Oseanografi secara sederhana dapat didefenisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang laut, juga mempelajari tentang hubungan sifat-sifat kimia yang terjadi di lautan dan yang terjadi antara atmosfer dan daratan. Termasuk proses terjadinya dan adanya salinitas.
Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung dalam 1000 gram air laut. Salinitas merupakan bagian dari sifat fisik-kimia suatu perairan selain PH, suhu, substrat dan lain-lain. Salinitas dipengaruhi oleh pasang surut, curah hujan, penguapan, presipitasi, dan topografi suatu perairan. Akibatnya, salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan lainnya, misalnya pada perairan tawar, laut dan payau. Kisaran salinitas air laut yaitu antara 30-35 ‰, estuary 5-35 ‰ dan air tawar 0,5-5 ‰ (Nybakken, 1992).
Salinitas suatu kawasan menentukan dominasi makhluk hidup pada daerah tersebut. Suatu kawasan dengan salinitas tertentu didominasi oleh suatu spesies tertentu terkait dengan tingkat toleransi spesies tersebut terhadap salinitas yang ada. Tumbuhan merupakan salah satu makhluk hidup tingkat tinggi yang terpengaruh oleh salinitas. Spesies tumbuhan yang toleran terhadap salinitas tinggi (> 5‰) yaitu tumbuhan mangrove dengan spesies avecenia sp. Sedangkan untuk tanaman yang beradaptasi pada salinitas 0,5-5 ‰ antara lain Pluchea indica dan Chatarantus sp. (Nybakken, 1992)

B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu:
1. Mengetahui cara menentukan salinitas suatu perairan
2. Mengetahui kadar salinitas pada air laut
Adapun kegunaan dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat menentukan kadar salinitas pada tiap stasiun pengambilan sampel dan agar mahasiswa dapat mengetahui cara perhitungan dalam menentukan kadar garam suatu perairan.













II. TINJAUAN PUSTAKA
Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung dalam 1000 gram air laut (Odum, 1971).
Menurut Kinne (1964) bahwa salinitas menentukan sifat structural dan fungsional organisme melalui perubahan dalam :
a. Konsentrasi osmosis total
b. Perbandingan relative yang terlarut
c. Koefesien absorbsi
d. Saturasi gas yang terlarut
Salinitas suatu perairan dipengaruhi oleh adanya aliran air laut, curah hujan, evaporasi dan pasang surut (Anggoro, 1984). Salinitas adalah jumlah garam yang dinyatakan dalam gram yang diperoleh dari beberapa kali penguapan, 1000 gram air sehingga diperoleh berat air yang konstan (Shuter, 1949). Pada salinitas yang rendah laju metabolisme akan menurun sehingga pada salinitas tertentu akan menyebabkan metabolisme berhenti. Menurut Raymont (1963) menyatakan tinggi rendahnya salinitas akan mempengaruhi tekanan osmosis dimana nantinya akan mempengaruhi metabolisme sel. Besar kecilnya salinitas yang terjadi sangat menentukan sifat organisme akuatik yang ada terutama plankton yang mempunyai sifat peka terhadap perubahan (Odum, 1971).
Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat membatasi kehidupan organisme dan dapat mengontrol pertumbuhan, reproduksi dan distribusi organisme (Odum, 1971). Pasang surut sebagai salah satu kekuatan angin yang dapat mempengaruhi salinitas, maka tempat yang pasang surutnya besar, pasang naik akan mendorong air laut lebih dulu ke hulu estuaria sebagai akibatnya pada daerah yang salinitasnya berubah-ubah sesuai dengan keadaan pasang surutnya (Nybakken, 1992).
Zat-zat terlarut yang membentuk garam, yang kadarnya diukur dengan istilah salinitas dapat dibagi menjadi empat kelompok, yakni :
a. Konstituen utama : Cl, Na, SO4, dan Mg
b. Gas terlarut : CO2, N2, dan O2
c. Unsur hara : Si, N, dan P
d. Unsur runut : I, Fe, Mn, Pb dan Hg
Tabel perbedaan kandungan garam dan ion utama antara air laut dan air sungai
NAMA UNSUR AIR LAUT AIR SUNGAI
Klorida (Cl-)
Natrium (Na+)
Sulfat (SO4--)
Magnesium (Mg++)
Kalsium (Ca++)
Kalium (K+)
Bikarbonat (HCO3-)
Karbonat (CO3--)
Brom (Br -)
Asam borak (H3BO3)
Strontium (Sr++)
Flour (F)
Silika (SiO2)
Oksida (Fe2O3 dan Al2O3)
Nitrat (NO3-)
55,04
30,61
7,68
3,69
1,16
1,10
0,41
-
0,19
0,07
0,04
0,00
-
-
- 5,68
5,79
12,14
3,41
29,39
2,12
-
35,15
-
-
-
-
11,67
2,75
0,90
(Romimohtarto & Juwana, 2001)
Faktor fisika kimia lingkungan termasuk salinitas mempengaruhi keberadaan mikroorganisme di mana suatu mikroorganisme memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya dalam melangsungkan aktivitas kehidupan meliputi pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi (Anonim,2011).

III. METODE ANALISIS
A. Waktu dan Tempat
Praktikum penentuan salinitas dilakukan pada hari kamis, tanggal 3 Maret 2011, pukul 13.30 Wita, bertempat di Laboratorium Oseanografi Kimia, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
B. Prinsip Analisis
1. Refraksi
Difraksi adalah penyebaran berkas sinar setelah melewati celah sempit. Difraksi sangat berpengaruh pada ketajaman dan pembesaran bayangan. Dalam bidang kimia, difraksi digunakan untuk mengetahui konsentrasi larutan dan mengetahui komposisi bahan-bahan penyusun larutan.
Konsentrasi larutan akan berpengaruh secara proporsional terhadap sudut difraksi. Semakin pekat lautan/tinggi konsentrasi, maka sudut refraksi akan kecil. Alat yang digunakan ialah hand refractometer.
2. Densitas
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam dinamika laut. Perbedaan densitas yang kecil secara horizontal dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat. Oleh karena itu, densitas merupakan hal yang penting dalam oseanografi. Densitas adalah jumlah massa air laut per satu satuan volume. Dibawah lapisan ini terjadi perubahan temperature yang cukup besar dan salinitas sehingga menghasilkan pola perubahan yang cukup besar. Alat yang digunakan yaitu salinometer.

3. Konduktivitas
Konduktivitas merupakan suatu nilai daya hantar arus listrik yang baik pada suatu media. Pada metode ini, prinsip dasar yang digunakan yakni dengan mengukur tingkat salinitas dengan alat yang disebut konduktivitimeter.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
a. Hand refractometer
b. Konduktivitimeter
c. Gelas ukur 250 ml
d. Gelas ukur 100 ml
e. Gelas piala 250 ml
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
a. Air laut
b. Air aquades
c. Tissue roll
D. Prosedur Kerja
Sebelum melakukan praktikum, tiap kelompok mengambil air laut pada stasiun yang telah ditentukan untuk dianalisis salinitas air laut pada tiap stasiun.
1. Metode Refraksi
Siapkan alat dan bahan yang digunakan, kemudian bilas kaca hand refractometer dengan air aquades agar sample dari kelompok sebelumnya tidak tercampur dengan sample yang akan digunakan. Setelah itu teteskan sample keatas kaca hand refractometer kemudian ditutup. Arahkan hand refractometer kearah cahaya kemudian lihat nilai salinitasnya. Setelah itu, catat pada buku laporan. Untuk lebih akurat lalukan pengulangan sebanyak 3 kali.
2. Metode Densitas
Siapkan gelas ukur 250 ml dan salinometer, masukkan sample kedalam gelas ukur hingga mencapai batas 250 ml. kemudian masukkan salinometer dan catat hasil nilai garis yang berada pada salinometer. Untuk hasil yang akurat, ulangi lagi percobaan diatas sebanyak 3 kali.
3. Metode Konduktivitas
Ambil sample dan siapkan gelas ukur 100 ml, masukkan sample kedalam gelas ukur sebanyak 10 ml, kemudian tambahkan air aquades sebanyak 90 ml kedalam gelas ukur yang berisi sample tadi. Setelah itu, tuangkan kedalam gelas piala 250 ml, kemudian celupkan anoda dan katoda kedalam gelas piala tersebut. Lihat nilai salinitas yang tercantum pada konduktivitimeter, apabila tidak dapat terbaca, maka perlu dilakukan pengenceran sebanyak yang diperlukan dan catat hasil yang diperoleh dari konduktivitimeter. Ulangi sebanyak 3 kali, untuk mendapatkan hasil yang akurat.
E. Perhitungan
S = 0,0080 – 0,1692 K1/2 + 25,3853 K + 14,0261 – 7,0261 K2 + 2,7081 K5

Dimana K= nilai salinitas dengan menggunakan konduktifitimeter



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
60
1. Hand refractometer = 20 ppt + 20 ppt + 20 ppt = = 20 ppt
3
47
2. Salinometer = 15 ppt + 16 ppt + 16 ppt = = 15,6 ppt
3
9,51
3. Konduktivitimeter = 3,19 ppt + 3,15 ppt + 3,17 ppt = = 15,6 ppt
3
S = 0,0080 + 0,1692 K1/2 + 25,3853 K + 14,0261 – 7,0261 K2 ¬+ 2,7081 K5/2
= 0,0080 + 0,1692 (31,7)1/2 + 25,3853 (31,7) + 14,026 – 7,0261 (31,7)2 + 2,7081 (31,7)5/2
= 0,0080 + 0,1692 (5,63) + 25,3853 (31,7) + 14,026 – 7,0261 (1004,89) + 2,7081 (5657,807)
= 9079,3179 ppt
B. Pembahasan
Pada penentuan salinitas ini dilakukan pada hari kamis 03 Maret 2011, pukul 13.00 WITA, di laboratorium Oseanografi kimia. Dari hasil analisis yang dilakukan dengan tiga metode yaitu refraksi, densitas, dan metode konduktivitas didapatkan hasil yang berbeda-beda disebabkan karena alat yang digunakan kurang valid.
Pada perhitungan yang dilakukan, salinitas yang didapat tergolong rendah. Menurut Aida (2011) kisaran salinitas dilaut adalah 33-37 ppt. faktor yang memungkinkan hasil pengukuran salinitas rendah disebabkan oleh lingkungan sekitar stasiun pada pengambilan sampel terdapat pabrik limbah plastic dan cuaca yang mendung serta cara pengambilan sampel hanya pada bagian permukaan air laut.













V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
alat Salinometer dan konduktivitas dengan menggunakan alat konduktivitimeter Pada percobaan kali ini disimpulkan bahwa kadar salinitas suatu perairan dapat ditentukan dengan menggunakan tiga metode yaitu refraksi dengan menggunakan alat Hand refractometer, densitas dengan menggunakan alat Salinometer dan konduktivitas dengan menggunakan alat konduktivitimeter. Hasil dari pengukuran salinitas dengan menggunakan ketiga alat yang berbeda diatas menunjukkan pula hasil yang berbeda.
B. Saran
Untuk menentukan tingkat salinitas suatu perairan sebaiknya menggunakan alat – alat yang masih baik, agar hasil yang didapatkan lebih akurat.








DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Penuntun Praktikum Oseanografi Kimia. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Bengen, D.G. 2001. Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumber Daya Alam Pesisir dan Lautan. IPB.Bogor.

Effendie, 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Huet, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problem In Water Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167PP. Diambil dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1308133141.pdf Pada 5 April 2011

Nybakken, J. W.1992. Biologi Laut sebagai Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third edition. W.B. Saunders Company Philadelphia. Toronto Florida.

Romimohtarto dan Sri Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta

Wardoyo, S.T.H. 1978. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan. Dalam : Prosiding Seminar Pengendalian Pencemaran Air. (eds Dirjen Pengendalian Dep. PU.), Hal 293-300. Diambil dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1308133141.pdf Pada 5 April 2011

























































HASIL PERAMETER KIMIA PERAIRAN
DI ANJUNGAN PANTAI LOSARI

PENENTUAN OKSIGEN TERLARUT DALAM AIR LAUT


NAMA : NIRWAN
NIM : L111 09 277
KELOMPOK : II (DUA)








LABORATORIUM OSEANOGRAFI KIMIA
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laut merupakan sumber daya alam yang diperlukan sebagai hajat hidup orang banyak. Pemanfaatan laut harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan sekarang dan mendatang, apalagi dalam pengelolaan perairan pantai yang berhubungan dekat dengan daratan.
Adanya dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan industri, rumah tangga, dan sebagainya terhadap perairan pantai mengakibatkan semakain menurunnya kualitas perairan yang dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup sekitarnya.
Permasalahan utama yang dihadapai oleh perairan pantai adalah menyangkut kualitas perairan yang terus menerus menurun. Padahal sumber daya bagi manusia dimasa mendatang berorientasi pada laut. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan perlindungan perairan pantai dengan seksama. Selain itu peran pemerintah juga sangat diperlukan seperti melaksanakan program program pengendalian lingkungan perairan dalam rangka pengendalian dampak lingkungan perairan seperti AMDAL, Program Pantai Lestari, dll.(Effendi, 2000).
Dalam upaya untuk pengendalian lingkungan laut secara berkelanjutan dengan tinggi mutu yang diinginkan maka pengelolaaan pencemaran juga sangat penting. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan penelitian dan interpretasi data kualitas zat kimia air laut yang meliputi pengukuran kandungan oksigen terlarut (DO).

Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air.
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu untuk mengetahui kadar oksigen terlarut dalam air laut, sedangkan kegunaannya, yaitu agar praktikan dapat memahami cara penentuan oksigen terlarut dalam air laut.


















II. TINJAUAN PUSTAKA
Oksigen terlarut (Dissolved Oksigen/ DO) adalah jumlah mg/l gas oksigen yang terlarut dalam air. Sebagaimana yang diketahui bahwa oksigen merupakan gas yang dapat larut pada perairan. Kadar oksigen terlarut diperairan dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi perairan dan tekanan atmosfer (Jeffries dan Mills, 1996).
Oksigen terlarut (DO) sangat mempengaruhi kehidupan biota laut, karena berhubungan dengan proses respirasi. Kandungan oksigen terlarut juga bisa dijadikan parameter untuk mengetahui kondisi perairan (Hutabarat dan Evans , 1985).Sumber oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35 % selain hasil dari fotosintesis oleh tumbuhan. Difusi oksigen atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi perairan diam (stagnant) atau terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak. Difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya relatif lambat meskipun terjadi pergolakan massa air. Oleh karena itu sumber utama oksigen diperairan adalah fotosintesis. Kadar oksigen terlarut pada perairan laut antara 11 mg/l pada suhu 00C dan 7 mg/l pada suhu 250C ( Effendi, 2000).
Kelarutan oksigen sangat erat hubungannya dengan CO2¬ bebas. Gas CO2 ini berasal dari proses penguraian bahan organik, oleh jasad-jasad renik (dekomposer) dan dari hasil respirasi hewan-hewan air. Oksigen terlarut dapat dijadikan indikator kualitas suatu perairan.
Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti oksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen ) maka kualitas air semakin baik.jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas (Odum, 1971).
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun. Idealnya, kandungan oksigen terlarut dan tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (HUET, 1970)
Analisa titrimetri atau analisa volumetri adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai. Umumnya indikator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetri adalah sebagai berikut :
1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia maupun secara fisika.
4. Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium (Aisyah, 2008).


















III. METODE ANALISIS
A. Waktu dan Tempat
Praktikum penentuan DO dalam air laut dilakukan pada hari kamis, tanggal 10 Maret 2011, pukul 13.30 Wita, bertempat di Laboratorium Oseanografi Kimia, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
B. Prinsip Analisis
Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah mg/L gas oksigen yang terlarut dalam air. Ada dua cara untuk menentukan DO, yaitu :
1. Titrasi (titrimetri)
2. DO – meter
1. Titrasi (Titrimetri)
Titrasi/titrimetri adalah pengukuran volume dalam larutan yang diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan sevolume atau sejumlah berat zat yang akan ditentukan.
Metode titrimetri merupakan metode analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip pengukuran volume, untuk menentukan konsentrasi dan reaktan. Titran ditambahkan kedalam larutan analit hingga tercapai titik ekivalen.
Larutan yang ideal yaitu titik ekivalensi dan titik akhir titran adalah sama. Prinsip titrasi yang digunakan adalah dengan menggunakan larutan indicator untuk mengetest ada tidaknya oksigen yang terlarut.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
a. Gelas ukur 100 ml
b. Botol oksigen 250 ml
c. Labu ukur 250 ml
d. Burret
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
a. MnSO4 2 ml
b. Alkali iodide 2 ml
c. H2SO4 2 ml
d. Amilum (Indikator)
D. Prosedur Kerja
Sebelum melakukan praktikum di laboratorium tiap kelompok mengambil sampel dengan botol oksigen ditiap stasiun yang telah ditentukan. Cara pengambilan sampel yaitu botol oksigen dimiringkan diatas permukaan air laut kemudian masukkan air laut dan tutup dengan rapat.
Sesudah sampel diambil, kemudian dibawa ke laboratorium untuk di analisa yaitu dengan menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian masukkan MnSO4 sebanyak 2 ml dengan menggunakan pipet tetes kemudian dikocok hingga larutan MnSO4 bercampur dengan sampel. Masukkan lagi alkali iodide sebanyak 2 ml dengan pipet tetes, lalu dikocok hingga larutannya tercampur. Setelah itu, dimasukkan lagi H2SO4 pekat sebanyak 2 ml kemudian dikocok hingga tercampur dengan larutan tadi. Setelah semua larutan tercampur, tuang kedalam gelas ukur sebanyak 100 ml. selanjutnya dituang lagi kedalam labu ukur, lalu dicampur dengan amilum sebanyak 3-5 tetes, kocok hingga tercampur semua. Selanjutnya labu ukur diletakkan dibawah burret, kemudian ditetes dengan Natrium tiosulfat sedikit demi sedikit hingga warna berubah menjadi bening. Sesudah itu, tutup keran burretnya kemudian lihat berapa banyak natrium tiosulfat yang digunakan larutan analit untuk menjadi bening. Catat nilainya pada buku laporan, dan ulangi percobaan tersebut sekali lagi.
E. Perhitungan
1000 x A x N x 8
DO =
Vc x Vb / (Vb-6)

Dimana :
N = 0,025 N
Vc = 100 ml
Vb = 250 ml
A = Sesudah – sebelum ditritasi
Keterangan
A = ml larutan baku natrium tiosulfat yang digunakan
Vc = ml larutan yang ditritasi (Volume contoh)
N = Kemolaran larutan natrium tiosulfat
Vb = Volume botol BOD
Ulangan I + Ulangan II
DOrata-rata =
2









IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
A1 = 4 – 0 = 4 ml
1000 x 4 x 0,025 x 8
DO =
100 x 250 / (250 – 6)

800
=
102,45

= 7,80 mg/L


A2 = 7,6 – 4 = 3,6 ml

1000 x 3,6 x 0,025 x 8
DO2 =
100 x 250 / (250 – 6)

720
=
102,45

= 7,02 mg/L

7,80 + 7,02
DOrata-rata =
2
= 7,41 mg/L

B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, percobaan yang dilakukan yaitu oksigen terlarut. Pada saat pengambilan sampel, botol oksigennya dimiringkan agar oksigen bebas yang berada di atmosfir tidak tercampur dengan oksigen yang ada di dalam air laut. Setelah air laut dicampur dengan larutan MnSO4, air laut tersebut berubah warna menjadi warna kuning, setelah itu dicampurkan lagi pada larutan alkali iodide, warnanya berubah menjadi coklat, terakhir dicampur dengan larutan H2SO4 pekat berubah menjadi orange. Setelah larutan tersebut dimasukkan kedalam labu ukur, kemudian dicampur dengan amilum, wananya berubah menjadi biru tua. Larutan yang telah dicampur amilum (Indikator) bila berubah warna, itu menandakan bahwa air laut tersebut mengandung oksigen, bila warnanya tidak berubah maka menandakan bahwa air laut tersebut tidak mengandung oksigen. Bila dikaitkan dengan pencemaran, larutan DO yang dibawah 4 masih tergolong pencemaran sedikit, larutan DO bernilai 4 tergolong tercemar sedang dan bila diatas 5 tergolong sangat tercemar. Dari hasil perhitungan yang didapat, nilai DO rata-rata adalah 7,41 mg/L maka stasiun sampel yang diteliti tergolong tercemar berat.










V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pada percobaan ini didapatkan bahwa penentuan kadar oksigen terlarut dalam air laut menggunakan parameter kimia berupa DO-meter dan Titrimetri.Kadar oksigen terlarut dalam air laut di stasiun anjungan pantai losari yaitu 7,41 mg/L. Kesalahan terjadi karena kurang teliti dan kurang terampilnya praktikan melakukan proses titrasi, sehingga hasil pengamatan menjadi kurang akurat.
B. Saran
Sebaiknya dalam melakukan titrasi, sebelumnya praktikan telah memastikan kondisi buret seperti mengatur kuat tidaknya karena untuk dibuka atau ditutup, sehingga hasil tidak akan kelebihan. Praktikan juga harus lebih teliti melihat awal dan akhir titrasi.
























DAFTAR PUSTAKA
Aisyah. 2008. Titrimetri. http://rgmaisyah.wordpress.com (Diakses pada tanggal 6 April 2011)
Effendie, 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Huet, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problem In Water Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167PP. Diambil dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1308133141.pdf Pada 5 April 2011

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third edition. W.B. Saunders Company Philadelphia. Toronto Florida.
















































































HASIL PERAMETER KIMIA PERAIRAN
DI ANJUNGAN PANTAI LOSARI

PENENTUAN KADAR NITRAT DALAM AIR LAUT


NAMA : NIRWAN
NIM : L111 09 277
KELOMPOK : II (DUA)








LABORATORIUM OSEANOGRAFI KIMIA
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
201



I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Unsur-unsur hara utama bagi jasad hidup dilaut adalah fosfor (P) dan nitrogen (N) yang memegang peranan penting dalam daur organik, meskipun bukan diantara unsur-unsur kimia yang tinggi kadarnya dalam air laut. Hal ini disebabkan karena terjadinya penyerapan oleh berbagai biota laut dan pelepasan oleh proses-proses pembusukan jaringan biota mati, serta oleh sirkulasi air. Walaupun dalam air laut, tidak ada hubungan tetap antara kedua unsur hara ini dengan unsur-unsur utama dalam air laut, tapi ada hubungan tetap antara fosfor dan nitrogen.
Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan salah satu senyawa yang stabil. Nitrat sebagai unsur hara utama nitrogen dalam bentuk NO¬3- digunakan sebagai substansi atau komponen dinding sel yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu nitrat sebagai senyawa-senyawa nitrogen anorganik utama dalam air laut tedapat sebagai ion nitrat (NO3), nitrit dan amoniak (NH3), dan sangat dipengaruhi oleh oksigen bebas dalam air.
Nitrat merupakan salah satu unsur yang penting untuk sintesis protein tumbuh-tumbuhan dan hewan. Akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat mengakumulasikan pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas (bila syarat-syarat lain seperti konsentrasi fosfat dipenuhi), sehingga air kekurangan oksigen terlarut dan menyebabkan kematian organisme-organisme lain.
Berdasarkan dengan asumsi inilah sehingga kami mengadakan pengujian penetapan nitrat air laut yang terdapat pada perairan Pantai Losari Makassar, untuk mengetahui kadar nitrat yang dikandungnya dan apakah masih layak untuk dijadikan sebagai habitat beberapa organisme atau hewan laut dengan konsentrasi tersebut.
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk menentukan kadar nitrat yang ada di perairan anjungan Pantai Losari sedangkan kegunaan dari praktikum ini yaitu agar praktikan dapat memahami dan mengetahui cara menentukan kadar nitrat pada perairan Pantai Losari.




















II. TINJAUAN PUSTAKA
Nitrogen merupakan salah satu senyawa anorganik utama dalam air laut yang terdapat sebagai ion nitrat (NO3-), nitrit (NO2), dan amoniak (NH3) yang sangat dipengaruhi oleh oksigen bebas dalam air laut. Pada kondisi lingkungan oksigen rendah di air, nitrogen cenderung berbentuk amoniak, sedangkan pada kandungan oksigen tinggi keseimbangan bergerak ke nitrat. Hal ini menunjukkan bahwa nitrat merupakan nitrogen yang paling stabil dengan adanya oksigen bebas yang cukup di laut, dalam artian keseimbangan akan terus bergerak ke proses oksidasi dan tidak akan mengalami reaksi reduksi dengan adanya oksigen yang cukup dalam perairan. Hal ini yang menyebabkan nitrat sebagai senyawa yang memiliki kelimpahan terbesar pada kolom air (Anonim, 2005).
Nitrat (NO3) adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah senyawa yang stabil. Nitrat merupakan salah satu unsur penting untuk sintesa protein tumbuh-tumbuhan dan hewan. Selanjutnya dikatakan bahwa pemasukan nitrogen ke laut terutama berasal dari fiksasi nitrogen dari atmosfer oleh petir membentuk senyawa N2O5, N2O, dan NO yang ikut dalam air hujan. Letusan gunung api juga memasukkan nitrogen ke laut, pemecahan material organik yang berasal dari sampah tanaman atau hewan menghasilkan amoniak. Hasil pemecahannya dapat mengalami oksidasi biologis menghasilkan nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) (Alaerts, 1987).
Nitrat merupakan pusat penting dalam siklus biologi nutrien, dimana kosentrasi nitrat di perairan laut dipengaruhi oleh proses nitrifikasi, reduksi nitrat baik secara kimiawi maupun secara biologis, trasnportasi (suplai) nitarat dalam perairan tersebut, pengambilan nitrat oleh organisme dan fiksasi nitrogen bebas di udara. Proses nitrifikasi terjadi dimana senyawa amoniak dalam kondisi aerob akan teroksidasi oleh bakteri autotrof melalui proses mikrobiologi menjadi nitrit kemudian nitrat. Senyawa-senyawa nitrogen terlarut dan partikulat dari organisme-organsime yang mati dan hasil ekskresinya terdekomposisi menjadi amoniak. Amoniak ini kemudian mengalami reaksi oksidasi melalui dua tahapan yaitu pengubahan amoniak menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas dan pengubahan menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter, seperti berikut (Anonim, 2005).
2 NH4- + 3O2 nitrosomonas 2 NO2- + 4 H- + 2 H2O
2 NO2- + O2 nitrobakteri 2 NO3-
Pada saat konsentrasi oksigen (O2) berkurang di dalam kolom air maka proses denitrifikasi mengambil alih proses nitrifikasi. Denitrifikasi adalah proses mikrobiologi daimana ion nitrat dan nitrit diubah menjadi molekul N2. Produk akhir adalah gas nitrogen (N2) yang relatif tidak dapat dimanfaatkan oleh sebagian besar organisme nabati secara langsung (Hutagalung, dkk., 1997).
Proses nitrifikasi sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter sebagai berikut:
a. Pada kadar oksigen terlarut < 2 mg/l, reaksi akan berjalan lambat. b. Nilai pH yang optimum bagi proses nitrifikasi adalah 8-9. Pada pH < 6, reaksi akan berhenti. c. Bakteri yang melakukan nitrifikasi cenderung menempel pada sedimen dan bahan padatan lain. d. Kecepatan pertumbuhan bakteri nitrifikasi lebih lambat daripada bakteri heterotrof. Apabila pada perairan banyak terdapat bahan organik maka pertumbuhan bakteri heterotrof akan melebihi pertumbuhan bakteri nitrifikasi. (Effendi, 2000) III. METODE ANALISIS A. Waktu dan Tempat Pada praktikum penentuan kadar nitrat dilakukan pada hari kamis, 17 Maret 2011, pukul 13.30 Wita, yang bertempat di Laboratorium Oseanografi Kimia, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. B. Prinsip Analisis Penentuan kadar nitrat dalam air digunakan metode brucine dengan pereaksi-pereaksi brucine dan asam sulfat pekat. Reaksi brucine dengan nitrat membentuk senyawa yang berwarna kuning. Kecepatan reaksi ini sangat dipengaruhi oleh tingkat panas larutan. Pemanasan larutan dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat. Metoda ini hanya sesuai untuk air sampel yang kadar nitrat-nitrogen 0,1 sampai 2 ppm (selang terbaik : 0,1 – 1 ppm NO3 – N). Bila diduga air sampel mengandung nitrat lebih besar atau lebih kecil dari selang ini, disarankan untuk menggunakan metode brucine. Batas kenormalan dalam penentuan nitrat dalam air laut yaitu 0,9 – 3,5 mg/L. Jika kadarnya lebih maka akan blooming dan jika kekurangan maka akan tercemar. C. Alat dan Bahan 1. Alat Adapun alat dan bahan yang digunakan, yaitu : a. Spektrofotometer b. Tabung reaksi c. Pipet tetes d. Pipet skala 2. Bahan Adapun bahan yang digunakan, yaitu : a. Air laut b. Aquades c. Larutan brucine d. Asam sulfat pekat D. Prosedur Kerja Pertama-tama diambil sampel pada stasiun yang telah ditentukan, kemudian siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Selanjutnya tabung reaksi dicuci dengan menggunakan aquades sebanyak tujuh kali, setelah itu ambil air laut dengan menggunakan spoit dan disemprotkan kedalam tabung reaksi sebanyak lima kali. Kemudian sampel tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 2,0 ml. Selanjutnya tambahkan delapan tetes larutan brucine, kemudian dihomogenkan dengan cara digoyang-goyangkan. Setelah itu, ditambahkan asam pekat sebanyak 2 ml pada saat masuk kedalam ruang asam dan diamkan hingga dingin. Kemudian diukur kandungan nitratnya dengan menggunakan spektrofotometer. Untuk lebih akurat diulangi sekali lagi dengan mengikuti prosedur di atas. E. Perhitungan Nt – No = No3 Keterangan Nt = Nilai sampel No = Nilai blanko IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Percobaan I Nt – No = No3 0,136 – 0,019 = 0,155 mg/L Percobaan II Nt – No = No3 0,173 – 0,020 = 0,153 mg/L Rata-ratanya = 0,155 +0, 153 2 = 0, 154 mg/L B. Pembahasan Pada praktikum kali ini, percobaan yang dilakukan yaitu menentukan kadar nitrat dalam air laut. Setelah dilakukan percobaan dengan menggunakan metode brucine, dan alat spektrofotometer. Dari hasil perhitungan percobaan yang telah dilakukan, nilai yang didapat pada percobaan I yaitu 0,155 mg/L dan pada percobaan II yaitu 0,153 mg/L. Ketentuan range nya yaitu apabila dibawah 0,9 – 3,5 tergolong tercemar berat, sedangkan apabila diatas 0,9 – 3,5 terjadi blooming. Oleh karena kesalahan prosedur dan pencampuran awal maka data yang diperoleh kurang akurat. Tetapi bila dimasukkan kedalam ketentuan range maka sampel air laut pada stasiun yang telah ditentukan tergolong tercemar berat. (Effendi, 2000). V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pada percobaan penentuan kadar nitrat dapat disimpulkan bahwa nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2) adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Adapun cara penentuan kadar nitrat yaitu dengan metode brucine yang menggunakan asam pekat. Adapun hasil yang di peroleh dari pengukuran kadar nitrat pada perairan Pantai Losari adalah 0,154 mg/L. B. Saran Sebaiknya pada percobaan berikutnya semua praktikan dapat lebih aktif dalam melakukan percobaan. DAFTAR PUSTAKA Alaerts, B., dan Santika, S.S., 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya. Anonim. 2005. Penuntun Praktikum Oseanografi Kimia. Universitas Hasanuddin. Makassar. Effendie, 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. Hutagalung, H, P., Dan Abdul Rozak, 1997. MetodeAnalisis Air Laut, Sedimendan Biota, Buku 2. P3O. LIPI Jakarta. HASIL PERAMETER KIMIA PERAIRAN DI ANJUNGAN PANTAI LOSARI PENENTUAN BAHAN ORGANIK TERLARUT NAMA : NIRWAN NIM : L111 09 277 KELOMPOK : II (DUA) LABORATORIUM OSEANOGRAFI KIMIA JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelimpahan bahan organik di laut sangat diperlukan, karena dengan adanya bahan organik akan menunjang kehidupan organisme di laut. Kelimpahan bahan organik ini dapat menentukan tingginya produktivitas primer maupun sekunder di perairan. Namun dalam komposisi yang tinggi dapat mengancam kehidupan biota laut dapat menguragi jumlah oksigen di perairan. Melimpahnya bahan-bahan organik diperairan menyebabkan limbah organik yang akan mengancam kehidupan biota laut. Limbah organik terjadi akibat pasokan bahan organik meningkat dari daratan telah melewati batas kemampuan dari mikroorganisme untuk dapat menguraikannya . Bahan organik di laut berasal dari bahan organik terlarut dan bahan organik bebas. Bahan organik terlarut berasal dari yang telah terlarut dalam perairan sedangkan bahan organik bebas berasal dari hasil metabolisme yang dilakukan oleh mikroorganisme. Oksigen yang terdapat dalam air laut terdiri dari dua bentuk senyawa yaitu terikat dengan unsur lain dan sebagai molekul bebas. Molekul oksigen yang terdapat dalam air laut terlarut secara fisika, sehingga kelarutannya sangat dipengaruhi oleh suhu air.Sumber utama oksigen dalam air laut yaitu dari udara bebas melalui proses difusi dan dari hasil proses fotosintesis fitoflankton pada siang hari. Kadar oksigen yang terlarut dalam air standar atau minimum 5 ppm jadi bila ditemukan dalam suatu perairan kadar oksigen terlarutnya kurang dari lima maka perairan itu tidak terlalu cocok untuk organisme atau pertumbuhan organisme pada daerah itu akan mengalami penghambatan. Dewasa ini bahan-bahan organik terlarut yang sampai di laut dari daratan bukan saja berasal dari proses-proses alam. Meningkatnya industrialisasi dan bertambah padatnya populasi manusia mengakibatkan bahwa makin banyaknya limbah atau bahan organik terlarut yang sampai di laut dari daratan. Banyak diantaranya mudah mengalami oksidasi dan mengalami dekomposisi bakterial dalam laut. Tetapi dalam perairan-perairan bahari yang sifatnya agak tertutup seperti perairan estuaria kebutuhan akan oksigen untuk dekomposisi bahan-bahan ini demikian besarnya sehingga dapat membahayakan kehidupan dalam perairan-perairan tersebut. B. Tujuan dan Kegunaan Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui kandungan bahan organic terlarut yang terdapat disuatu perairan. Kegunaan dari praktikum ini, yaitu agar praktikan dapat memahami dan mengetahui cara pengukuran kandungan Bahan organik terlarut disuatu perairan dengan menggunakan parameter kimia. II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan organik terlarut total atau Total Organik Matter (TOM) menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid. Bahan organik merupakan bahan bersifat kompleks dan dinamis berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah yang mengalami perombakan. Bahan ini terus-menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan biologi. Dekomposisi bahan organik di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain susunan residu, suhu, pH, dan ketersediaan zat hara dan oksigen (Anonim, 2005). Kosentrasi tertinggi bahan organik terlarut terdapat pada permukaan perairan dan terutama perairan dekat pantai (daerah dengan tingkat produktifitas tertinggi, terdapat aliran sungai dan mendapat masukan dari atmosfer). Kosentrasi bahan organik baik perairan dekat pantai dapat juga berubah secara cepat yang dipengaruhi oleh ledakan alga, pemangsaan zooplankton, badai dan masukan air tawar. Untuk bahan organik terlarut yang ideal untuk budidaya yaitu kisaran 20 – 30 mg/l (Anonim, 2005). Terdapat empat macam sumber penghasil bahan organik terlarut dalam air laut, yaitu yang berasal dari (1) daratan; (2) proses pembusukan organisme yang telah mati: (3) perubahan metabolik-metabolik ekstraseluler oleh algae, terutama fitoplankton: dan (4) ekskresi zooplankton dan hewan-hewan lainnya. Selanjutnya dikatakan bahwa bahan organik total di perairan terdapat sebagai plankton, partikel-partikel tersuspensi dari bahan organik yang mengalami perombakan (detritus) dan bahan-bahan organik total yang berasal dari dari daratan dan terbawa oleh aliran sungai (Rakhman, 1999). Sebagian besar bahan buangan organik dapat diuraikan oleh organisme mikro yang berada di sekitar perairan. Tetapi beberapa komponen organik seperti lignin, selulosa dan batubara tidak dapat atau sulit diuraikan oleh organisme. Komponen-komponen yang sulit terurai tersebut akan menutupi daerah perairan dan memperdangkal perairan dan dapat juga mengakibatkan turunnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air (Wordoyo 1975). Adapun klasifikasi pencemaran bahan organik dalam perairan menurut sebagai berikut: a. Polusi bahan organik kelas I (sedikit). Pada dasar perairan tidak terbentuk endapan atau lapisan hitam dari Ferosulfida (FeS) warna substrat dasar coklat atau terang (liat atau kerikil) O2 paling sedikit 8 ppm. b. Polusi bahan organik kelas II (sedang). Perairan berarus lambat, luas relatif sempit. Pada lapisan perairan kadang-kadang terdapat lapisan kehitam-hitaman, O2 terlarut hampir 6 ppm. c. Polusi organik kelas III (kritis). Substrat pada lapisan perairan yang dalam berwarna hitam, kandungan oksigen rata-rata 4 ppm. d. Polusi organik kelas IV (berat). Substrat lapisan perairan dasar dalam bentuk liat atau lumpur, hampir semua berwarna hitam, kandungan oksigen 2 ppm. e. Polusi organik kelas V (sangat berat). Semua dasar perairan yang berhubungan dengan udara berwarna hitam legam, kandungan oksigen terlarut < 2 ppm dan biasanya mengandung racun (Wordoyo 1975). Konsentrasi tertinggi bahan organik terlarut terdapat pada permukaan perairan dan terutama perairan dekat pantai (daerah dengan tingkat produktifitas tertinggi, terdapat aliran sungai dan mendapat masukan dari atmosfer). Konsentrasi bahan-bahan organik baik perairan dekat pantai maupun lepas pantai dapat juga berubah secara cepat yang dipengaruhi oleh ledakan alga, pemangsaan zooplankton, badai dam masukan air tawar (Astari, 2003). Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi dan dari hasil fotosintesis fitoplankton pada siang hari. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam air laut yaitu kebaikan suhu air, respirasi, adanya lapisan minyak pada permukaan laut dan masuknya limbah organik yang mudah diurai kelingkungan laut. Diantara faktor tersebut faktor utama yang paling sering menurunkan kadar oksigen dalam air laut adalah masuknya limbah organik yang mudah terurai (Hutagalung, 1997). Produktifitas primer merupakan salah satu faktor yang menyebabkan banyak tidaknya BOT. Produktivitas primer terletak pada fitoplankton diatom bentik dan kelekap. Dari semua itu tampaknya diatom bentik dan kelekap memegang peranan penting tetapi dengan mempertimbangkan semua sumber itu bersama-sama. Produktivitas primer alga biasanya dianggap sangat rendah, estuaria adalah daerah yang mempunyai sejumlah besar organisme dan produksi sekunder yang tinggi. Selain produktivitas primer, bahan organi juga dibawah oleh sungai yang masuk kelaut (Nybakken, 1992). III. METODE ANALISIS A. Waktu dan Tempat Praktikum BOT dilakukan pada hari kamis, tanggal 24 Maret 2011, pada pukul 13.30 Wita yang bertempat di Laboratorium Oseanografi Kimia, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. B. Prinsip Analisis Bahan Organik Terlarut menggambarkan kandungan organic total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut tersuspensi dan koloid. Prinsip analisis BOT didasarkan pada kenyataan semua bahan organik dapat dioksidasi dengan menggunakan senyawa kalium permanganate atau kalium dikromat. Oksidator yang digunakan pada penentuan BOT adalah KMnO4, diasamkan dengan H2SO4 pekat dan dididihkan beberapa saat. C. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan yaitu : a. Pemanas listrik b. Burret c. Gelas ukur d. Erlemeyer e. Thermometer 2. Bahan a. KMnO4 0,01 N b. Na Oxalat c. Asam sulfat d. Blanko 1,7 ml D. Prosedur Kerja Pertama-tama tuang sampel kedalam erlemeyer sebanyak 50 ml dengan menggunakan gelas ukur. Kemudian tambahkan KMnO4 sebanyak 9,5 ml kedalam erlemeyer yang berisi sampel dengan menggunakan burret. Setelah itu masukkan H2SO4 sebanyak 10 ml, kemudian masukkan thermometer. Selanjutnya panaskan larutan tersebut di pemanas listrik hingga 70oC, setelah itu diangkat. Setelah itu, campurkan dengan Na Oxalat yang ada di burret secara perlahan hingga sampel berwarna bening. Titrasi dengan cara menambahkan KMnO4 hingga warna sampel menjadi warna pink. Selanjutnya catat KMnO4 yang terpakai dalam sampel. Ulangi percobaan diatas sekali lagi untuk melihat keakuratannya. E. Perhitungan (x – y) x 31,6 x 0,01 x 1000 BOT (mg/L) = ml sampel Ket : x : sampel Y : blanko IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil (x – y) x 31,6 x 0,01 x 1000 BOT1 = ml sampel (5,1 – 1,7) x 31,6 x 0,01 x 1000 = 50 ml (3,4) (316) = 50 1074,4 = 50 = 21,488 mg/L (x – y) x 31,6 x 0,001 x 1000 BOT2 = ml sampel (6,1 – 7,1) x 31,6 x 0,01 x 1000 = 50 ml (4,4) (316) = 50 1390,4 = 50 = 27,808 mg/L BOT1 + BOT 2 BOTrata-rata = 2 21,488 + 27,808 = 2 = 24, 648 mg/L B. Pembahasan Pada praktikum kali ini, percobaan yang dilakukan yaitu Bahan Organik Total, dengan prinsip analisis oksidator dan KMnO4. Setelah dilakukan percobaan dengan indicator KMnO4 didapatkan hasil perhitungan BOT1 adalah 21,488 mg/L dan BOT2 adalah 27,808 mg/L, setelah di rata-ratakan hasil yang didapat yaitu 24,648 mg/L. Dengan hasil yang telah didapat, dapat disimpulkan bahwa BOT pada stasiun tempat diambilnya sampel masih dalam batas tolerir dari dampak negative bahan organik terlarut. (Wordoyo 1975). V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pada praktikum ini, untuk mengetahui kandungan Bahan Organik dalam air laut, dapat menggunakan parameter kimia yaitu metode titrasi dengan cara mencampurkan KMnO4 sebagi indicator. Karbon (C), hydrogen (H) dan Oksigen (O). Pada hasil titrasi tersebut didapatkan pada stasiun anjungan Losari, kandungan bahan organiknya berkisar 24,648 mg/L. Kandungan ini masih dapat ditolerir pada organisme. B. Saran Agar waktu dapat lebih efesien dalam praktikum, sebaiknya praktikan lebih tertib dan tenang dalam mengerjakan percobaan ini, agar tidak terjadi kesalahan dalam percobaan ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2005. Penuntun Praktikum Oseanografi Kimia. Universitas Hasanuddin. Makassar. Hutagalung, H, P., Dan Abdul Rozak, 1997. MetodeAnalisis Air Laut, Sedimendan Biota, Buku 2. P3O. LIPI Jakarta. Nybakken, J. W.1992. Biologi Laut sebagai Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta Wardoyo, S.T.H. 1978. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan. Dalam : Prosiding Seminar Pengendalian Pencemaran Air. (eds Dirjen Pengendalian Dep. PU.), Hal 293-300. Diambil dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1308133141.pdf Pada 5 April 2011 ‘ HASIL PERAMETER KIMIA PERAIRAN DI ANJUNGAN PANTAI LOSARI PENENTUAN KLOROFIL A NAMA : NIRWAN NIM : L111 09 277 KELOMPOK : II (DUA) LABORATORIUM OSEANOGRAFI KIMIA JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Klorofil merupakan zat hijau daun yang dibutuhkan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis, karena zat hijau daun ini mampu berikatan dengan sinar matahari, dimana energi dari matahari itu digunakan untuk merubah bahan-bahan anorganik menjadi bahan organik untuk pertumbuhannya.. Diwilayah perairan, hampir semua organisme autotrof memiliki klorofil, utamanya klorofil-a. Klorofil ini memberikan warna hijau pada tumbuhan karena kelimpahannya dilaut dan juga karena adanya peranan tumbuhan yang menentukan tingkat penyediaan energi dan materi. Klorofil terdapat sebagai butir-butir hijau di dalam kloroplas, yang pada dasarnya kloroplas tersebut bentuknya oval dan bahan dasarnya disebut stoma sedangkan butir-butir didalamnya disebut grana. Klorofil terbagi atas tiga jenis, yaitu klorofil-a, klorofil-b, dan klorofil-c. Pada umumnya fitoplankton laut mengandung klorofil-a dan beberapa pigmen tambahan yaitu klorofil-b dan c serta karotenoid. Klorofil pada plankton dapat digunakan sebagai indikator kesuburan suatu perairan. Kesuburan suatu perairan tergantung pada produktivitas primer tumbuhan yang berklorofil yang merupakan interaksi dari berbagai faktor, diantaranya adalah unsur hara dalam perairan. Selain itu klorofil juga digunakan sebagai indikator biomassa fitoplankton pada suatu perairan. Mengingat pentingnya peranan klorofil pada organisme dan lingkungan perairan laut, maka diadakanlah praktikum mengenai kandungan klorofil-a pada suatu perairan, khususnya perairan pantai Losari Makassar. B. Tujuan dan Kegunaan Tujuannya yaitu untuk mengetahui Klorofil-a (Biomassa Fitoplankton) di suatu perairan. Sedangkan kegunannya adalah agar praktikan dapat mengetahui kandungan klorofil-a yang terdapat pada suatu perairan dan banyak tidaknya fitoplankton yang terdapat pada suatu perairan tersebut. II. TINJAUAN PUSTAKA Cahaya matahari yang sampai kebumi adalah cahaya putih yang terdiri atas gelombang dengan panjang gelombang yang berbeda-beda tersusun berurutan dimulai dari cahaya merah dengan panjang gelombang relatif panjang hingga cahaya biru yang lebih pendek. Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer dilaut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan. Beberapa parameter fisika-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya, nutrien (terutama nitrat, fosfat, dan silikat). Perbedaan parameter fisika-kimia tersebut secara langsung merupakan penyebab bervariasinya produktivitas primer di beberapa tempat di laut. Selain itu “grazing” juga memiliki peran besar dalam mengontrol konsentrasi klorofil-a di laut. Apabila cahaya matahari ini mengenai daun tumbuhan hijau, sebagaian gelombang cahaya akan diserap oleh daun, sebagian akan ditrasmisikan, dan sebagian lagi akan dipantulkan kembali (Horas, 1997). Meskipun cahaya menunjukkan sifat gelombang, namun cahaya diserap sebagi partikel yang disebut foton. Satu foton adalah satu satuan energi minimum yang dikeluarkan oleh suatu molekul, misalnya matahari atau filamen lampu yang bergerak dengan kecepatan 3 x 10 10 cm perdetik. Fotosintesis hanya dapat dilakukan oleh tumbuhan yang berklorofil dengan menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energinya. Fungsi klorofil bagi tumbuhan dalam fotosintesis adalah menguibah energi cahaya matahari menjadi energi kimia. Pada peristiwa ini H20 dari udara dengan H20 dari tanah diubah menjadi karbohidrat dan oksigen dilepaskan ke udara (Protigno, 1991). Apabila cahaya matahari mengenai daun hijau, gelombang cahaya yang diserap (partikel foton) daun akan membentur molekul-molekul klorofil. Benturan partikel foton pada molekul klorofil. Benturan partikel foton pada molekul klorofil menyebabkan elektron atom klorofil pindah dari orbit dalam ke luar yang lebih jauh dari inti atomnya, dapat dikatakan bahwa atom klorofil telah mengikat energi atau atom klorofil dalam keadaan teresitasi. Atom yang teresitasi menjadi lebih berenergi. Lama atom dalam keadaan teresitasi lebih kurang 10-10 detik. Atom yang teresitasi daloam keadaan yang tidak stabil, akan kembali pada kedudukan (orbit) semula dan mengakibatkan energi yang diikat dilepaskan (Weisz, 1978). Ketika energi dilepaskan kembali oleh atom klorofil yang teresitasi terjadi proses penguraian (pemecahan) air. Dengan energi tersebut molekul H2O diuraikan seperti berikut : Energi cahaya Klorofil 2 H2O energi + 2H2 + O2 klorofil teresitasi Menurut Harborne (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya klorofil adalah : 1. Faktor pembawaan Pembentukan klorofil seperti halnya dengan pembentukan pigmen-pigmen lain pada hewan dan manusia yang dibawakan oleh suatu gen tertentu didalam kromosom. Jika gen ini tidak ada, tanaman akan tampak putih. 2. Cahaya Klorofil dapat terbentuk dengan memerlukan cahaya, tanaman lain yang disimpan dalam keadaan gelap tidak berhasil membentuk klorofil. 3. Oksigen Oksigen juga berpengaruh terhadap pembentukan klorofil, baik itu dari lingkunghan perairan maupun difusi dari atmosfer. 4. Karbohidrat Karbohidrat juga sangat berperan dalam pembentukan klorofil. Tanpa zat gula daun tidak akan dapat membentuk klorofil. Hutagalung (1997), mengatakan bahwa untuk mrnghitung kandungan klorofil absorbansi dari panjang gelombang yang diukur (664, 647, dan 630 nm) dikurangi dengan absorbansi pada panjang gelombang 750 nm. Pengurangan absorbansi pada masing-masing panjang gelombang tersebut dengan absorbansi pada panjang gelombang 750 nm dimaksudkan untuk mendapatkan nilai absorbansi yang dilakukan oleh klorofil, karena pada panjang gelombang 750 nm tidak terdapat penyerapan yang dilakukan oleh klorofil (hanya faktor kekeruhan sampel). Klasifikasi kandungan klrofil-a pada perairan : • < 0,07 berarti tingkat kandungan klorofil-a cukup rendah. • 0,07 – 0,14 berarti kandunagan klorofil-a sedang • > 0,14 berarti kandungan klorofil-a sangat tinggi








III. METODE ANALISIS
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Klorofil-a dilakukan pada hari kamis, tanggal 31 Maret 2011, pukul 13.30 Wita, bertempat di Laboratorium Oseanografi Kimia, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
B. Prinsip Analisis
Klorofil mempunyai peranan esensial dalam proses fotosintesis yaitu suatu proses yang merupakan dasar dari prokduksi zat – zat organik dalam alam. Pengukuran kadar klorofil masih relatif belum banyak digunakan, mengingat pentingnya klorofil dlam oseanologi maka selanjutnya terdapat metode pengukuran yang prkatiks dan mudah.
Metode penentuan ini didasarka pada penyerapan pada tiga panjang gelombang (trichomotric) yang masing – masing merupakan penyerapan maksimum untuk klorofil a, b, c dalam pelarut aseton.
Untuk klorofil-a diukur menggunakan spektofotometer pada tiga panjang gelombang 664, 647, 630. Elektron menggunakan aseton.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan, yaitu :
a. Tabung reaksi
b. Filter belder
c. Vaccum pamp
d. Gelas piala
e. Refrigator
f. Centri fuse
g. Pinset
h. DR 2800
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan, yaitu:
a. Sampel air di perairan depan anjungan losari
b. Aseton 90 %
c. MgCO3 1%
d. Aluminium foil
e. Kertas saring selulosa
D. Prosedur Kerja
Awalnya ambil air laut pada stasiun yang telah ditentukan pada pukul 11.00-13.00 Wita. Kemudian siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Setelah siap, disaring 500 ml air sampel, kemudian ditambahkan 2 ml MgCO3 pada sampel. Biarkan kertas saring kering, setelah itu hasil saringan ditempatkan pada gelas piala kemudian ditambahkan 15 ml aseton 90 % lalu dsimpan selama 24 jam pada refrigator. Hasil dari saringan tersebut dimasukkan dalam tabung sentry fungsi, selanjutnya disentri fungsi pada suhu kamar 25 menit kemudian diukur absorbsinya pada panjang gelombang 664,647, dan 630 m.
E. Perhitungan
Untuk mencari kandungan klorofil, digunakan rumus dan persamaan sebagai berikut :
Klorofil-a (C) = 11,8 E664 – 1,54 E647 – 0,08 E630



Di mana :
E664, = Panjang absorbansi 664
E647, = Panjang absorbansi 664
E630 = Panjang absorbansi 664
Va = Volume Aseton
V = Volume air contoh
C = Hasil absorban maksimal pada tiap panjang gelombang
10 = Ketetapan standar






























IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Panjang Gelombang

630 (nm) 647 (nm) 664 (nm) 760 (nm)
0,041 0,049 0,086 - 0.005

B. Pembahasan
Pada percobaan kali ini, menentukan klorofil-a disuatu perairan dengan menggunakan prinsip analisis trichomotric (Panjang Gelombang). Ukuran panjang gelombang yang menjadi patokan yaitu 630 nm, 647 nm, 664 nm dan 670nm. Dari hasil percobaan yang membutuhkan waktu 24 jam untuk melihat kandungan klorofil-a didapatkan bahwa pada panjang gelombang 630 nm bernilai 0,041nm, panjang gelombang 647 bernilai 0,049 nm, panjang gelombang 664 bernilai 0,086 nm dan panjang gelombang 760 bernilai -0,005 nm.












V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan klorofil-a disuatu perairan digunakan metode tricomotric. Dari hasil pengukuran, stasiun anjungan Losari dapat diketahui bahwa kandungan korofil-a cukup banyak diperairan tersebut, maka fitoplankton yang terdapat diperairan anjungan losari juga banyak yakni panjang gelombang 630 nm bernilai 0,041 nm, panjang gelombang 647 bernilai 0,049 nm dan panjang gelombang 760 bernilai -0,005 nm.
B. Saran
Sebaiknya praktikan lebih focus untuk menyimak setiap materi yang disampaikan oleh asisten agar dalam pelakukan praktikum tidak terjadi kesalahan.














DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, B., dan Santika, S.S., 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya.
Huet, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problem In Water Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167PP. Diambil dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1308133141.pdf Pada 5 April 2011
Hutagalung, H, P., Dan Abdul Rozak, 1997. MetodeAnalisis Air Laut, Sedimendan Biota, Buku 2. P3O. LIPI Jakarta.
Levinton, J. S., 1982. Marine Ecology. Printice Hall inc. Diambil dari http://muammarfaperik.blogspot.com/2010/05/karakteristik-air-laut.html pada 6 April 2011

Nybakken, J. W.1992. Biologi Laut sebagai Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta

Romimohtarto dan Sri Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta

Tubalawony, S., 2002. Karakteristik Fisik-Kimia dan Klorofil-a Laut Timor. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Valiela, I., 1984. Marine Ecological Processes. Library of Congress Catalogy in Publication Data, New York, USA. Diambil dari http://muammarfaperik.blogspot.com/2010/05/karakteristik-air-laut.html pada tanggal 6 April 2011