Social Icons

Pages

Senin, 25 Februari 2013

AKAR MASALAH PENGELOLAAN LAMUN


Pada dasarnya manusia tak dapat mengontrol dan mengelola fenomena alam seperti tsunami, gempa, siklon. Kita hanya bisa melakukan mitigasi atau penanggulangan akibat yang ditimbulkannya. Di samping itu alam juga mempunyai ketahanan (resilience) dan mekanismenya sendiri untuk memulihkan dirinya dari gangguan sampai batas tertentu.
Dalam pengelolaan padang lamun, yang terpenting adalah mengenali terlebih dahulu akar masalah rusaknya padang lamun yang pada dasarnya bersumber pada perilaku manusia yang merusaknya. Berdasar  acuan tersebut maka akar masalah terjadinya kerusakan padang lamun dapat dikenali sebagai berikut:
1                  Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang lamun dan perannya dalam lingkungan.
2                  Kemiskinan masyarakat
3                  Keserakahan mengeksploitasi sumberdaya laut;
4                  Kebijakan pengelolaan yang tak jelas;
5                  Kelemahan perundangan
6                  Penegakan hukum yang lemah



Solusi yang dilakukan untuk memeperbaiki ekosistem padang lamun

Merujuk pada kenyataan bahwa padang lamun mendapat tekanan gangguan utama dari aktivitas manusia maka untuk rehabilitasinya dapat dilaksanakan melalui dua pendekatan: yakni: 1) rehabilitasi lunak (soft rehabilitation) , dan 2) rehabilitasi keras (hard rehabilitation).

1)        Rehabilitasi lunak
Rehabilitasi lunak berkenan dengan penanggulangan akar masalah,  dengan asumsi jika akar masalah dapat diatasi, maka alam akan mempunyai kesempatan untuk merehabilitasi dirinya sendiri secara alami. Rehabilitasi lunak lebih menekankan pada pengendalian perilaku manusia.
Rehabilitasi  lunak bisa mencakup hal-hal sebagai berikut:
a)        Kebijakan dan strategi pengelolaan. Dalam pengelolaan lingkungan diperlukan kebijakan dan strategi yang jelas untuk menjadi acuan pelaksanaan oleh para pemangku kepentingan (stake holders).
b)        Penyadaran masyarakat (Public awareness).  Penyadaran masyarakat dapat dilaksanakan dengan berbagai pendekatan seperti:
·         Kampanye penyadaran lewat media elektronik (televisi, radio), ataupun lewat media cetak (koran, majalah, dll).
·         Penyebaran berbagai materi kampanye seperti: poster, sticker, flyer, booklet, dan lain-lain
·         Pengikut-sertaan tokoh masyarakat (seperti pejabat pemerintah, tokoh agama, tokoh wanita, seniman, dll)  dalam penyebar-luasan bahan penyadaran.
c)        Pendidikan.  Pendidikan mengenai lingkungan termasuk pentingnya melestarikan lingkungan padang lamun. Pendidikan dapat disampaikan lewat jalur pendidikan formal dan non-formal
d)        Pengembangan riset. Riset diperlukan untuk mendapatkan informasi yang akurat untuk mendasari pengambilan keputusan dalam pengelolaan lingkungan.
e)        Mata pencaharian alternatif.  Perlu dikembangkan berbagai kegiatan untuk mengembangkan mata pencaharian alternatif yang ramah lingkungan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Masyarakat yang lebih sejahtera lebih mudah diajak untuk menghargai dan melindungi lingkungan.
f)         Pengikut sertaan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan lingkungan dapat memberi motivasi yang lebih kuat dan lebih menjamin keberlanjutannya. Kegiatan bersih pantai dan pengelolaan sampah misalnya merupakan bagian dari kegiatan ini.
g)        Pengembangan Daerah Pelindungan Padang Lamun (segrass sanctuary) berbasis masyarakat. Daerah Perlindungan Padang Lamun (DPPL) merupakan bank sumberdaya yang dapat lebih menjamin ketersediaan sumberdaya ikan dalam jangka panjang. DPPL berbasis masyrakat lebih menjamin keamanan dan keberlanjutan DPPL.
h)        Peraturan perundangan. Pengembangan pengaturan perundangan perlu dikembangkan dan dilaksanakan dengan tidak meninggalkan kepentingan masyarakat luas.  Keberadaan hukum adat, serta kebiasaan masyarakat lokal perlu dihargai dan dikembangkan.
i)          Penegakan hukum secara konsisten.   Segala peraturan perundangan tidak akan ada manfaatnya bila tidak dapat ditegakkan secara konsisten. Lembaga-lembaga yang terkait dengan penegakan hukum perlu diperkuat, termasuk lembaga-lembaga adat.
2.  Rehabilitasi keras
Rehabiltasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di lapangan. Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi lingkungan atau dengan transplantasi lamun di lingkungan yang perlu direhabilitasi. Kegiatan transplantasi lamun belum berkembang luas di Indonesia. Berbagai percobaan transpalantasi lamun telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI yang masih dalam taraf awal. Pengembangan transplantaasi lamun telah dilaksanakan di luar negeri dengan berbagai tingkat keberhasilan

HABITAT LAUT DALAM


Pendahuluan

Sebesar 70 % wilayah bumi ini adalah perairan. Wilayah perairan terbesar merupakan perairan samudra yang telah dikenal luas memiliki volume terbesar yang memenuhi permukaan bumi. Dari wilayah tersebut hanya 10 % nya saja yang merupakan wilayah yang berbatasan dengan benua dan pulau dari samudra yang dapat didiami oleh organisme-organisme umum yang mudah dikenali. Berati sebesar 90 % nya merupakan suatu wilayah yang sulit dijangkau dan memiliki karakteristik khusus yang sulit untuk didiami mahluk hidup. Inilah bagian dasar samudra yang gelap dan dingin sepanjang tahun itu. Bagian terluas dari lautan ini merupakan bagian yang tidak mudah untuk dijangkau, gelap dan dingin sepanjang tahun tersebut dinamakan zona laut dalam.(Nyibakken,1988)
Zona laut dalam masih memiliki berbagai misteri yang belum sepenuhnya dapat di pecahkan dengan ilmu pengetahuan saat ini. Karena letaknya yang begitu sulit untuk dijangkau dan keadaannya yang akstrim, membuat para ilmuan berjuang dalam memecahkan misteri kehidupan laut dalam ini. Namun setidaknya untuk saat ini telah hadir kapal-kapal selam yang mampu untuk mencapai kedalaman laut tersebut sehingga dapat membantu para ilmuan untuk mengetahui sebagian dari habitat perairan tersebut.
Saat ini kita lebih mengenal habitat perairan yang lebih dekat dengan kehidupan kita, padahal 90% dari habitat perairan di bumi ini merupakan daerah dimana kehidupannya sangat jauh dari aktivitas manusia. Bukankah munkin saja habitat tersebut memiliki peran penting bagi kelangsungan kehidupan dibumi ini. Dewasa ini telah diketahui bahwa Laut dalam ini merupakan sumber dari berbagai bahan yang berguna bagi manusia bahkan tempat akhir berbagai macam sampah. Maka dari itu, perlu dipelajari lebih lanjut mengenai habitat laut dalam ini.

Habitat Laut Dalam
A.    Zonasi Laut Dalam
Bagian laut dalam ini merupakan zona dibawah kedalaman yang dapat ditembus sinar matahari di laut terbuka dan lebih dalam dari paparan benua (>200m). Laut dalam diliputi suasana gelap gulita sepanjang tahun karena wilayah tersebut tak pernah tersentuh sinar matahari. Apabila perairan dibagi menjadi zona fotikdan afotik, maka wilayah ini masuk dalam zona afotik. Diperairan tropis zona afotik dimulai dari kedalaman ~ 600 m, sedangkan diperairan beriklim sedang zona ini dimulai dari kedlaman ~100 m. (Nyibakken,1988)
Zonasi dasar laut dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1.      Zona Pelagik
Zona ini merupakan bagian yang organismenya berasosiasi dengan perairan terbuka. Organisme di zona ini lebih dikenal karena lebih mudah untuk didapatkan daripada organisme di zona bawahnya.Zona Pelagik terdiri dari:
-          Zona Mesopelagik
Zona ini merupakan zona pelagik yang berada di bawah zona fotik. Banyak penghuni zona ini yang melakukan migrasi ke zona fotok (eufotik)pada malam hari.  Penghuninya kebenyakan memiliki mata yang telah berkembang dengan baik dan berbagai organ penghasil cahaya. kebanyakan spesies ikan penghuni zona ini berwarna hitam, sementara udang-udangan yang hidup berwarna merah. Pengetahuan tentang zona ini lebih banyak yang diketahui karena zona ini lebih mudah dicapai daripada zona-zona dibawahnya. Zona ini membentang 700 m hingga 1000 m dari batas zona eutrofik ke arah dasar perairan. batas bawahnya tergantung pada lokasi perairan, kecerahan, dan dari faktor – faktor lainnya.
Oleh Hedgpeth (1957), wilayah dibawah zona mesopelagik dibagi lagi menjadi:
-          Zona Batipelagik dan Zona Abisal Pelagik
Batas antara kedua Zona ini tidak terlalu jelas dan organisme yang berada di kedua zona ini tidak sebanyak yang berada di zona mesopelagik. Penghuni di kedua zona ini cenderung berwarna putih  atau tidak berwarna serta memiliki mata serta organ penghasil cahaya yang rendah tingkat perkembangannya. Kolom air di daerah palung dinamakan zona Hadal Pelagik.

2.      Zona Bentik
Zona bentik merupakan wilayah yang organismenya  berasosiasi dengan dasar lautan. Penghuni zona bentik dibagi menjadi dua yaitu:
a.       Penghuni zona Abisal
Penghuni zona ini menempati dasar laut dalam yang merupakan kawasan terluas di dasar laut.
b.      Penghuni Zona Hadal (ultra abisal).
Penghuni zona ini menempati daerah dasar palung-palung yang sangat dalam.
Gambar zonasi perairan laut:
Zonasi pelagik laut dalam dimulaidari batipelagik, abisal pelagik, dan hadal pelagik sedangkan untuk zonasi bentik laut dalam adalah zona abisal dan zona hadal.

B.     Faktor yang mempengaruhi kehidupan di laut dalam
1.         Suhu
Daerah termoklin atau daerah dimana terjadi perubahan suhu drastis berkisar antara 100 meter hingga hampir satu kilometer. Setelah daerah termoklin, suhu air akan sangat dingin dan jauh lebih homogen dibandingkan pada daerah termoklin.  Semakin dalam suhu akan semakin turun tetapi laju perubahannya jauh lebih lambat dari pada suhu pada daerah termoklin. Dikedalaman 3000-4000m masa air dapat dikatakan isotermal, suhu tidak berubah dalam jangka waktu yang lama dan tidak dipengaruhi oleh musim maupun tahun. Mungkin tidak ada habitat lain dibumi yang suhunya sekonstan habitat laut dalam ini.(Nyibakken,1988)

2.         Cahaya
Laut dalam memiliki keadaan yang gelap gulita kecuali sebagian dari zona mesopelagik yang dalam kondisi dan waktu tertentu masih ada sedikit cahaya matahari. Karena wilayahnya yang gelap gullita sepanjang masa dan internsitas cahaya sangat rendah, maka fotosintesis tidaka akan berlangsung. Maka dari itu di wilayah ini tidak ada produksi primer. Cahaya di wilayah laut dalam ini merupakan cahaya yang dihasilkan oleh hewan laut dalam tertentu. Keadaan yang gelap gulita ini memaksa penghuni-penghuninya untuk memiliki indra-indra khusus guna mendeteksi makanan, predator dan lawan jenis untuk tujuan reproduksinya serta mempertahankan bermacam-macam asosiasi intra maupun antar spesies untuk kelangsungan hidupnya.

3.         Salinitas
Salinitas pada kedalaman 100 meter pertama dapat dikatakan konstan. Walaupun terdapat sedikit perbedaan-perbedaan, tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata.

4.         Oksigen
Oksigen yang terlarut dalam masa air laut dalam masuk ketika masuk ketika masa air ini masih merupakan masa air permukaan. Hampir seluruh masa air laut dalam dulunya merupakan masa air permukaan samudra artik dan antartika. Disini masa air yang dingin dan kaya oksigen tenggelam dan kemudian mengalir kearah utara dan selatan untuk menjadi bagian dari masa air laur dalam. (Nyibakken,1988)
Respirasi organisme laut dalam dan tidak adanya penambahan oksigen di laut dalam menyebabkan kadar oksigen sangat menurun. Kadar oksigen ini menurun setelah 20 m diatas dasar laut dalam dan di dekat wilayah yang kepadatan organismenya paling tinggi.  Namun di laut dalam ada wilayah yang disebut zona oksigen minimun  yang terletak di kedalaman 500 – 1000 m, yang keadaan zona dibawahnya lebih kaya oksigen. Hal ini dikarenakan respirasi di zona oksigen minimum ini sangat cepat karena kepadatan organismenya yang tinggi dan disamping itu peristiwa ini sejalan dengan tidak adanya penukaran masa air yang kaya oksigen.  Di zona bawahnya kepadatan organisme sangat rendah sehingga oksigen tidak secara nyata berkurang. Sedangkan di atas kedalaman 500m, oksigen masih dapat dihasilkan dari perairan atas.(Nyibakken,1988)

5.         Tekanan Hidrostatik
Dari semua faktor lingkungan di laut dalam yang menunjukkan kisaran terbesar adalah tekanan hirostatik. Bertambahnya kedalaman setiap 10 m tekanan naik sekitar 1 atm. Karena kedalaman laut dalam berkisar 100 hingga 10.000m, maka tekanannya dapat mencapai lebih dari 1000 atmosfer.sebagian laut dalam bertekanan hidrostatik antara 200 hingga 600 atm. (Nyibakken,1988)
Dari penelitian para ahli yang mencoba mengkultur bakteri laut dalam dalam kondisi tekanan hirostatik yang berbeda, bakteri akan berhenti tumbuh dan berkembang biak pada tekanan yang rendah, dan tetap aktif pada tekanan habitatnya. Hal ini menunjukkan bahwa penghuni laut dalam memiliki adaptasi khusus  terhadap tekanan hidrostatik yang tinggi.(Nyibakken,1988)

6.         Persediaan makanan
Laut dalam tidak memiliki lokasi dimana produksi primer dapat berlangsung kecuali diaderah dimana terdapat bakteri kemosintetik.Karena itu semua organisme penghuni laut dalam menggantungkan makanannya pada produksi dari tempat lain yang dapat melakukan forosintetis. Pakan ini kemudian diangkut atau terangkut ke laut dalam.(Nyibakken,1988)
Pakan yang tenggelam biasanya berupa pakan pelet tinja organisme di laut permukaan atau kulit crustacea yang lepas pada saat molting. Karena kebanyakan organisme tidak dapat mencerna kitin dari kulit crustacea, biasanya kulit tersebut akan diserang oleh bakteri dan dicerna kemudian di keluarkan dalam bentuk pakan protoplasma bakteri. Akibatnya di dasar laut dalam banyak terdapat bakteri yang merupakan makanan dari organisme yang lebih besar. Bahkan kelimpahan organisme pemakan bakteri akan lebih banyak daripada organisme pelagik di kedalaman yang sama.
Pakan yang dapat langsung dimanfaatkan adalah organisme laut dalam adalag organisme yang pada saat larvanya berada di zona fotik dan dewasanya bermigrasi ke laut dalam dimana ia akan menjadi mangsa para predator. Jenis pakan lain yang dapat langsung dimanfaatkan adalah organisme mati yang berasal dari laut permukaan yang pada saat sampai ke dasar laut dalam belum seluruhnya habis dimakan oleh organisme lain di zona atasnya.

C.     Adaptasi Organisme
Adaptasi adalah cara bagaimana organisme  mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Adaptasi tersebut seperti warna tubuhnya. Pada organisme mesopelagik ikan-ikannya berwarna hitam dan gelap sementara crustacea dan hewan lainnya berwarna ungu kelam atau merah. Dengan demikian organisme tersebut tidak akan tampak di perairan. Warna merah adalah warna pertama yang diadsorbsi oleh air laut, sehingga warna merah tersebut akan tampak seperti warna hitam. Pada organisme yang hidup di zona abisal dan hadal biasanya berwarna putih atau bahkan transparan da tidak berpigmen, tetapi ikan-ikannya berwarna hitam.
Dengan keadaan tanpa adanya cahaya matahari, tekanan tinggi, salinitas tinggi dan faktor – faktor khusus di laut dalam tersebut yang membuat organisme di daerah tersebut melakukan adaptasi, yakni :
1.      Adapasi morfologi
Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan kebutuhan organisme hidup. Secara morfologis, senjata pembunuh seperti rahang, tengkorak dan dimensi mulut mengalami perubahan pada organisme laut dalam. Ciri umum mereka adalah mulut yang melebar, rahang yang kuat dan gigi-gigi tajam. Mereka harus seoptimal mungkin mencari mangsa yang jarang di laut dalam. Kanibalisme juga sering terjadi di beberapa spesies.
Gambar ikan Linophryne bermulut besar dengan gigi yang tajam.

Pada organisme mosopelagik umumnya memiliki mata yang besar. Mata ini digunakan untuk memeksimalkan penglihatan pada intensitas cahaya yang begitu minim. Mata ini akan menangkap bayangan dari cahaya yang dihasilkan oleh organ penghasil cahaya. Ikan-ikan ini berenang dibagian atas zona mesopelagik yang masih sedikit terdapat cahaya dan bermigrasi ke zona epipelagik seaat malam hari, dan menggunakan matanya untuk mendeteksi adanya cahaya berintensitas rendah baik dari cahaya matahari maupun cahaya dari organ penghasil cahaya. Ikan-ikan ini memiliki penglihatan senja karena memiliki pigmen rodopsin dan kepadatan batang retina yang tinggi.
Gambar ikan Green Eyes bermata besar penghuni mesopelagik
Ikan penghuni zona abisal dan hadal biasanya tidak bermata, karena fungsi mata itu sendiri yang kurang berguna di zona tersebut. Mata ikan di zona ini tidak berkembang sehingga ikan bermata sangat kecil atau bahkan tidak memiliki mata.
Belut laut Gulper yang matanya tidak berkembang.
Adapun organisme yang memiliki mata tubuler yang berbentuk silinder pendek dengan lensa setengah lingkaran di ujung silinder. Mata tersebut memiliki dua retina. Retina yang yang satu untuk melihat jauh dan retina yang lain untuk melihat dekat.
Mata tubuler pada Genus Argyropelecus

Karena zona ini memiliki tekanan yang sangat besar yaitu mencapai 600 atm,maka makhluk hidup di lapisan ini memiliki kulit yang berongga dan tulang yang lunak dan fleksibel. Sehingga mereka mampu beradaptasi dengan tekanan tinggi.(http://budihermanto.blogdetik.com/)
                         
2.      Adaptasi fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada fungsi alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan baik. Di ekosistemlaut dalam dapat dikatakan tidak terdapat produsen karena tidak adanya sinar matahari yang menyebabkan tidak adanya proses fotosintesis pada ekosistem tersebut, sehingga biota laut dalam melakukan  adaptasi fisiologi. Bentuk adaptasi fisiologi biota laut dalam adalah adalah organisme laut dalam mempunyai kapasitas untuk mengolah energi yang jauh lebih efektif dari makhluk hidup di darat dan zona laut atas. Mereka bisa mendaur energinya sendiri dan menentukan seberapa banyak energi yang akan terpakai dengan stok makanan yang didapat.

3.      Adaptasi tingkah laku
Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian mahkluk hidup pada tingkah laku  terhadap lingkungannya. Beberapa organisme yang mengalami siklus reproduksi, akan mempunyai perilaku yang unik untuk menarik pasangannya di tengah kegelapan. Mereka akan memendarkan cahaya yang tampak kontras dengan kondisi sekitar yang serba gelap. Dalam ekosistem dasar laut sebisa mungkin mereka dapat memperoleh sumber energi atau makanan agar dapat bertahan hidup, oleh karena itu beberapa ikan yang hidup di ekosistem ini dilengkapi keahlian khusus agar dapat memperbesar kemungkinan mendapatkan mangsa, seperti Ikan Fang Tooth yang memiliki tingkat agresifitas yang tinggi sehingga ketika ada mangsa yang lewat didepannya ia langsung dapat dengan cepat memakannya, karena memang tidak banyak hewan laut yang mampu hidup dalam ekosistem ini. Kemudian contoh lainnya adalah Ikan Hairyangler yang tubuhnya dipenuhi dengan atena sensitif, antena tersebut sangat sensitif sekali terhadap setiap gerakan, fungsinya untuk mendeteksi mangsa yang ada didekatnya. Di laut dalam sering terlihat cahaya yang berkedip-kedip, cahaya tersebut adalah Bioluminescence.
Bioluminescence adalah cahaya yang dapat dihasilkan oleh beberapa hewan laut, cahaya tersebut berasal dari bakteri yang hidup secara permanen didalam sebuah perangkap. Asosiasi dari organisme dan bakteri yang menghasilkan bioluminescence ini digunakan oleh hewan laut dalam sebagai alat perangkap atau alat untuk menarik mangsa, kurang lebih bioluminescence berfungsi sebagai umpan. Pada umumnya bioluminescence dimiliki oleh setiap hewan laut dalam, baik betina maupun jantan. Namun beberapa diantaranya ada yang hanya dimiliki oleh hewan laut betina. Cahaya bioluminescence yang dihasilkan biasa berwarna biru atau kehijauan, putih, dan merah. Walau sebagian besar bioluminescence digunakan untuk mekanisme bertahan hidup, namun beberapa diantara hewan laut dalam tersebut menggunakan bioluminescence untuk menarik lawan jenisnya. Asosiasi seperti ini merupakan adaptasi tingkah laku dari penghuni perairan laut bawah.
http://2.bp.blogspot.com/_-PVJxNB2trs/SHoeUPDlsTI/AAAAAAAAA24/wt2-6aSs3uo/s400/deiopea.jpg
Bioluminescense pada Comb jellyfish dan Lightfish atau Bristlemouths

 
Benang penghasil cahaya padaIkan Idiacanthus sp.

Asosiasi juga ditampakkan pada ikan pemancing laut dalam yang ukuran tubuh jantan dan betina berbeda. Ikan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih kecil di banding yang betina, seperti terlihat pada gambar di atas. Ukuran ikan angler jantan hanya sebesar ibu jari. Ikan jantan mempunyai pengait untuk menempel pada ikan betina, begitu mengait dengan ikan betina kait ikan jantan akan terhubung dengan pembuluh darah ikan betina dan seumur hidupnya akan terus menempel pada ikan betina seperti parasit dan menghisap sari makanan dari tubuh sang betina. Jika ikan jantan gagal mengait pada ikan betina, maka ia akan mati kelaparan. Sementara si jantan akan selalu menyediakan spermanya untuk si betina.
Ikan jantan Ceratias jauh lebih kecil dari betinanya dan hidup sebagai parasit pada tubuh ikan betina.


















Penutup

Habitat laut dalam dimulai dari zona dimulai dari zona mesopelagik hingga dasar laut dalam yang dapat mencapai zona hadal yang berada di palung yang dalam. Karena keadaannya yang dingin dan gelap sepanjang tahun dengan tekanan yang sangat tinggi maka organisme yang hidup memiliki adaptasi khusus di wilayah ini. Di zona ini tidak berlangsung proses fotosintetis sehingga pemenuhan makanpun tergantung dari produksi zona diatasnya, atau lebih kepada predasi dan pengurai. Bentuk-bentuk adaptasinya dapat berupa mata yang besar atau bahkan mata yang tidak berkembang, mata tubuler dengan retina ganda, Ukuran tubuh yang kecil atau bahkan raksasa, bentuk rahang dan gigi yang berbeda dengan biota perairan lain, bioluminescence pada organisme tertentu serta asosiasi lain baik intra maupun inter spesies.
Pengetahuan tentang habitat laut dalam ini memang masih minim, dan para ahli masih melakukan riset mengenai kawasan ini. Sekarang ini banyak ditemukan alat-alat yang mampu mendukung penelitian laut bawah, sehingga banyak hal-hal baru yang dapat dipelajari, meskipun belum semelimpah pengetahuan mengenai habitat lain di bui ini.











Daftar Pustaka

Anonim. 2010. Laut Dalam yang Misterrius.http://www.unikaja.com/2010/03/laut-dalam-yang-misterius.html diaksas pada Kamis, 2 Juni 2011 pukul 11.54 WIB

Anonim.__.Misteri Kehidupan Laut yang Paling Dalam.http://muslimatrix.co.tv/index.php/artikel-ringan/islami/156-laut-dalam diaksas pada Kamis, 2 Juni 2011 pukul 12.03 WIB

Gusti.2010.Mahluk Hidup Di Laut Terdalam.http://wahw33d.blogspot.com/2010/03/ makhluk-hidup-di-laut-terdalam.html .diaksas pada Sabtu, 4 Juni 2011 pukul 18.36 WIB

Hermanto, Budi. 2010. Zona Abyssal, Habitat Hewan Laut Unik.http://budihermanto.blogdetik.com/2010/01/11/  diaksas pada Minggu, 29 Mei 2011 pukul 20.47 WIB

Heriyanto, teguh. 2011. Ekosistem Laut Dalam Adaptasi Biota Laut Dalam.http://teguhheriyanto.blogspot.com/2011/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html  diaksas pada Sabtu, 4 Juni 2011 pukul 17.23 WIB

Nyibakken, W James. 1988. Biologi Laut Sebagai Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia

The Colossal Squid Exhibition New Zeland. Bioluminescence In The Deep Oceon. http://squid.tepapa.govt.nz/the-deep/article/bioluminescence-in-the-deep-ocean . diaksas pada Sabtu, 4 Juni 2011 pukul 20.53 WIB





Sumber :http://iirembun.blogspot.com/2012/06/perhatian-makalah-ini-boleh-dicopy.html

Minggu, 17 Februari 2013

Meteorologi Laut



Atmosfer adalah lapisan gas yang melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari permukaan planet tersebut sampai jauh di luar angkasa. Di Bumi, atmosfer terdapat dari ketinggian 0 km di atas permukaan tanah, sampai dengan sekitar 560 km dari atas permukaan Bumi. Atmosfer tersusun atas beberapa lapisan, yang dinamai menurut fenomena yang terjadi di lapisan tersebut. Transisi antara lapisan yang satu dengan yang lain berlangsung bertahap. Studi tentang atmosfer mula-mula dilakukan untuk memecahkan masalah cuaca, fenomena pembiasan sinar matahari saat terbit dan tenggelam, serta kelap-kelipnya bintang. Dengan peralatan yang sensitif yang dipasang di wahana luar angkasa, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang atmosfer berikut fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya.
Atmosfer Bumi terdiri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit argon (0.9%), karbondioksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya. Atmosfer melindungi kehidupan di bumi dengan menyerap radiasi sinar ultraviolet dari Matahari dan mengurangi suhu ekstrem di antara siang dan malam. 75% dari atmosfer ada dalam 11 km dari permukaan planet.
Atmosfer tidak mempunyai batas mendadak, tetapi agak menipis lambat laun dengan menambah ketinggian, tidak ada batas pasti antara atmosfer dan angkasa luar.
Peranan Atmosfer

            Secara keseluruhan atmosfer memegang peranan penting dalam system bumi – atmosfer.  4 (empat) peranan utama dari atmosfer pada proses fisika maupun pada kehidupan makhluk hidup di dalamnya dapat dikemukakan sebagai berikut :

1.      Atmosfer merupakan sumber gas dan uap air presipitasi
2.      Atmosfer merupakan penyaring (filter) radiasi surya sehingga kualitas spectrum yang sampai ke permukaan bumi tidak bersifat merusak organ tubuh makhluk hidup
3.      Pada system neraca energy radiasi, atmosfer merupakan penyangga (buffer) sehingga permukaan bumi terhindar dari pemanasan dan pendinginan yang berlebihan
4.      Pada proses fisika di permukaan bumi, atmosfer pengatur kelestarian mekanisme cuaca dan iklim.
Untuk memenuhi keperluan metabolisme makhluk hidup, atmosfer merupakan  sumber gas CO2 dan O2 yang berlimpah.  Proses fotosintesis pada tumbuhan di seluruh permukaan bumi akan mengurangi CO2 dan menambah kandungan O2.  Sedangkan respirasi akan mengakibatkan hal yang sebaliknya.
Radiasi surya yang memasuki atmosfer mengalami penyaringan terutama pada spectrum uv.  Proses tersebut berlangsung pada lapisan stratosfer, mesosfer, dan termosfer.  Spectrum uv diserap oksigen dalam pemecahannya menjadi atom O, serta oleh gas ozon setelah terbentuk.  Dalam proses tersebut, terjadi pengurangan energy radiasi surya sekitar 3 %.  Penyerapan radiasi surya pada berbagai spectrum oleh oksigen ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.  Penyerapan radiasi surya oleh oksigen
Gas penyerap
Spectrum terserap
Keterangan
O2
0,18 µm
Pada ketinggian > 85 km
0,20 µm
Pemecahan O2 pada ketinggian < 85 km
O3
0,20 – 0,30 µm
Di stratosfer

            Pada lapisan bawah (troposfer) berlangsung penyerapan berbagai spectrum radiasi gelombang panjang, baik yang datang dari atas maupun yang berasal dari pancaran radiasi permukaan bumi.  Gas penyerap radiasi gelombang panjang terdiri dari uap (air serta es), CO2, O2 seperti tertera pada tabel 2 di bawah ini :


Gas penyerap
Spectrum terserap
Keterangan
H2O
5 – 8 µm
Berlangsung di awan dan sekitarnya
17 – 24 µm
CO2
4 – 5 µm
Menyebabkan kenaikan suhu atmosfer
11 – 17 µm
O3
9 – 10 µm
Berlangsung di stratosfer

            Tanpa ada proses penyanggaan (penyerapan, penerusan dan pemantulan) radiasi oleh atmosfer, suhu bumi pada waktu siang hari akan mencapai lebih dari 93 oC dan malam hari akan mencapai – 184 oC.  Sejak 10 tahun terakhir timbul kekhawatiran terjadi gangguan terhadap lingkungan.  Penggunaan gas ringan khususnya CFC (Chloro Flouro Carbon) pada system mesin pendingin dan alat sprayer untuk kosmetika sangat dikhawatirkan akan mengurangi lapisan ozon.  Kekhawatiran lain timbul sehubungan dengan semakin menurunnya populasi tumbuh-tumbuhan (pohon-pohon hutan, red) tropika yang diperkirakan akan menambah kanndungan CO2 di atmosfer.  Penambahan gas CO2 semakin dikhawatirkan dengan meluasnya penggunaan bahan bakar untuk berbagai keperluan dan juga semakin intensifnya peristiwa kebakaran hutan  di dunia.  Apabila gangguan terhadap kesetimbangan alamiah pada lingkungan ini tidak diatasi, diperkirakan suhu udara akan semakin meningkat yang diikuti peruibahan iklim beserta dampak-dampak lainnya.  Peningkatan kandungan CO2 di atmosfer dari 320 ppm menjadi 370 ppm diperkirakan akan menyebabkan kenaikan suhu udara sekitar 0,5 oC.  Diduga peningkatan CO2 ini akan terus berlangsung apabila tidak dilakukan pencegahan dan tidak ada factor yang menghambat.

Pustaka : Handoko, dkk.  1993.  Klimatologi Dasar (Landasan pemahaman fisika atmosfer dan unsur-unsur iklim. PT Dunia Pustaka Jaya ; Jakarta.
Hukum-hukum tentang Gas- Teori kinetik gas membahas hubungan antara besaran-besaran yang menentukan keadaan suatu gas. Jika gas yang diamati berada di dalam ruangan tertutup, besaran-besaran yang menentukan keadaan gas tersebut adalah volume (V), tekanan (p), dan suhu gas (T). Menurut proses atau perlakuan yang diberikan pada gas, terdapat tiga jenis proses, yaitu isotermal, isobarik, dan isokhorik. Pembahasan mengenai setiap proses gas tersebut dapat Anda pelajari dalam uraian berikut.
1. Hukum Boyle
Perhatikanlah Gambar 8.1 berikut.
Description: Gas di dalam tabung memiliki volume V1 dan tekanan P1.
Description: Volume gas di dalam tabung diperbesar menjadi V2sehingga tekanannya P2menjadi lebih kecil.
Gambar 8.1 (a) Gas di dalam tabung memiliki volume V1 dan tekanan P1. (b) Volume gas di dalam tabung diperbesar menjadi V2sehingga tekanannya P2menjadi lebih kecil.
Suatu gas yang berada di dalam tabung dengan tutup yang dapat diturunkan atau dinaikkan, sedang diukur tekanannya. Dari gambar tersebut dapat Anda lihat bahwa saat tuas tutup tabung ditekan, volume gas akan mengecil dan mengakibatkan tekanan gas yang terukur oleh alat pengukur menjadi membesar. Hubungan antara tekanan (p) dan volume (V) suatu gas yang berada di ruang tertutup ini diteliti oleh Robert Boyle. Saat melakukan percobaan tentang hubungan antara tekanan dan volume gas dalam suatu ruang tertutup, Robert Boyle menjaga agar tidak terjadi perubahan temperatur pada gas (isotermal). Dari data hasil pengamatannya, Boyle mendapatkan bahwa hasil kali antara tekanan (p) dan volume (V) gas pada suhu tetap adalah konstan. Hubungan, tersebut dikenal dengan Hukum Boyle yang dapat dinyatakan berikut ini.
Apabila suhu gas yang berada dalam ruang tertutup dijaga konstan, maka tekanan gas berbanding terbalik dengan volumenya”.
Hasil pengamatan Boyle tersebut kemudian dikenal sebagai Hukum Boyle yang secara matematis dinyatakan dengan persamaan
pV = konstan
atau
p1V1 = p2V2
Dalam bentuk grafik, hubungan antara tekanan (p) dan volume (V) dapat dilihat pada Gambar 8.2.
Description: bentuk grafik, hubungan antara tekanan (p) dan volume (V)
2. Hukum Gay-Lussac
Gay-Lussac, seorang ilmuwan asal Prancis, meneliti hubungan antara volume gas (V) dan temperatur (T) gas pada tekanan tetap (isobarik). Apabila botol dalam keadaan tertutup kita masukkan ke api, maka botol tersebut akan meledak. Hal ini terjadi karena naiknya tekanan gas di dalamnya akibat kenaikan suhu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa:
“Apabila volume gas yang berada pada ruang tertutup dijaga konstan, maka tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlaknya”.
Pernyataan tersebut dikenal dengan Hukum Gay Lussac. Secara matematis dapat dituliskan:
P ~ T
Description: Hukum Gay Lussac. Secara matematis
dengan:
P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)
T1 = suhu mutlak gas pada keadaan 1 (K)
P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)
T2 = suhu mutlak gas pada keadaan 2 (K)
Hubungan antara tekanan dan suhu gas pada volume konstan dapat dilukiskan dengan grafik seperti yang tampak pada Gambar 8.4. Proses yang terjadi pada volume konstan disebut proses isokhoris.
Description: Gambar 8.4 Grafik hubungan P- T pada volume konstan
Gambar 8.4 Grafik hubungan P- T pada volume konstan
3. Hukum Charles
Telah diketahui bahwa selain ditentukan oleh tekanan, volume gas dalam ruang tertutup juga dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu gas dinaikkan, maka gerak partikel-partikel gas akan semakin cepat sehingga volumenya bertambah. Apabila tekanan tidak terlalu tinggi dan dijaga konstan, volume gas akan bertambah terhadap kenaikan suhu. Hubungan tersebut dikenal dengan Hukum Charles yang dapat dinyatakan berikut ini.
“Apabila tekanan gas yang berada dalam ruang tertutup dijaga konstan, maka volume gas berbanding lurus dengan suhu mutlaknya.”
Secara matematis, pernyataan tersebut dapat dituliskan:
V ~ T
Description: Hukum Charles
dengan:
V1 = volume gas pada keadaan 1 (m3)
T1 = suhu mutlak gas pada keadaan 1 (K)
V2 = volume gas pada keadaan 2 (m3)
T2 = suhu mutlak gas pada keadaan 2 (K)
Hubungan antara volume gas dan suhu pada tekanan
konstan dapat dilukiskan dengan grafik seperti yang
tampak pada Gambar 8.3. Proses yang terjadi pada tekanan tetap disebut proses isobaris.
Description: Gambar 8.3 Grafik hubungan V-T pada tekanan konstan
Gambar 8.3 Grafik hubungan V-T pada tekanan konstan
GAS

Proses-proses fisika gas

Proses isobarik

Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e3/Isobaric_process.png/200px-Isobaric_process.png
Description: http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf7/skins/common/images/magnify-clip.png
Diagram proses isobarik. Daerah berwarna kuning sama dengan usaha yang dilakukan.
Proses isobarik adalah perubahan keadaan gas pada tekanan tetap.
Persamaan keadaan isobarik: Description:  \frac {V_2}{T_2}= \frac {V_1}{T_1}
Usaha yang dilakukan pada keadaan isobarik: Description:  W = p \times \Delta V

Proses isokhorik

Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/14/Isochore_Zustands%C3%A4nderung.png/200px-Isochore_Zustands%C3%A4nderung.png
Description: http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf7/skins/common/images/magnify-clip.png
Digram proses isokhorik. Grafiknya berupa garis lurus vertikal karena volumenya tidak berubah. Tidak ada usaha yang dilakukan pada proses isokhorik.
Proses isokhorik adalah perubahan keadaan gas pada volume tetap.
Persamaan keadaan isokhorik: Description:  \frac {p_2}{T_2}= \frac {p_1}{T_1}

Proses isotermis/isotermik

Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/fa/Isothermal_process.svg/200px-Isothermal_process.svg.png
Description: http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf7/skins/common/images/magnify-clip.png
Proses isotermik. Daerah berwarna biru menunjukkan besarnya usaha yang dilakukan gas.
Proses isotermik adalah perubahan keadaan gas pada suhu tetap.
Persamaan keadaan isotermik: Description:  p_2 \times V_2= p_1 \times V_1
BUTIRAN AIR
Siklus hidrologi

Air merupakan satu-satunya komponen Atmosfer yang dapat berupa tiga bentuk zat yaitu cair(air), gas(uap) maupun padat(es). Perubahan dari satu bentuk menjadi bentuk yang lain di alam terjadi dalam suatu siklus yaitu siklus hidrologi. Siklus hidrologi meliputi proses evaporasi, kondensasi, presipitasi air,transpirasi termasuk juga proses transfer uap air,limpasan dan peresapan air tanah.

Awan
Awan merupakan kumpulan dari tetesan air atau Kristal es di Atmosfer yang terjadi karena uap air terlampau jenuh. Awan terbentuk ketika uap air menjadi jenuh dan mengalami kondensasi. Penjenuhan dapat terjadi karena penambahan air (penyatuan), tumbukan, atau kombinasinya.  Kumpulan dari uap air inilah yang dapat menyebabkan terjadinya hujan.

ü    Proses evaporasi
Proses penguapan air di permukaan bentangan air atau dari suatu bahan padat yang mengandung air. Sumber energy utamanya berasal dari matahari.
ü    Proses transpirasi
Penguapan air dari jaringan tumbuhan melalui stomata.
               
Evaporasi dan transpirasi akan menyebabkan bertambahnya uap air di atmosfer. Siklus hidrologi memerlukan energi panas dan kelembaban yang cukup.Untuk mencapai keseimbangan itu harus ada transfer air dan juga energi melalui arus laut atau arus massa udara. Pertukaran lengas juga terjadi antara daratan dan lautan melalui angin darat dan angin laut. Setelah itu terjadi transfer massa air ke laut melalui aliran perm.ukaan. Karena Daratan menerima presipitasi lebih besar dari evaporasi sehingga kelebihan massa air ini akan dikembalikan ke laut melalui aliran permukaan. Siklus ini ialah sirkulasi air yang tetap mulai dari lautan sampai ke udara dan kembali ke lautan.



AEROSOL
Apa itu aerosol? 
Istilah aerosol digunakan untuk menyebut partikel-partikel halus yang tersebar di atmosfir Bumi dalam ukuran yang berbeda-beda, pada kisaran 0.001 micrometer hingga 1000 micrometer (1 micrometer = satu per sejuta meter). Meningkatnya jumlah aerosol yang dilepas ke atmosfir (misalnya partikel-partikel sulfat, komponen organik instabil, karbon, dsb.) akibat emisi alamiah dan antropogenik (istilah yang mengacu pada aktifitas buatan manusia), telah mengurangi intensitas radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi dalam ukuran 0.5 hingga 2 W/m2. Satuan radiasi itu menyiratkan bahwa pada permukaan bumi seluas 1 m2, intensitas cahaya matahari mengalami hambatan/terhalang aerosol di atmosfir sebesar 0,5 hingga 2 Watt. 
Besarnya angka kisaran perkiraan para ahli itu diakibatkan oleh sangat miskinnya pengetahuan kita mengenai sifat alami pembentukan aerosol dan proses-proses yang terlibat di dalamnya. Selain itu data pengukuran yang akurat dan rinci mengenai aerosol ini sangat terbatas keberadaannya. Kompleksitas aerosol di atmosfir ini juga menjadi semakin tinggi akibat emisi gas-gas efek rumah kaca yang menyebabkan terjadi efek pemanasan global, sehingga angka ini juga mengalami berbagai kompensasi. Sifat aerosol yang sangat dinamis karena senantiasa bergerak dan berubah di atmosfir, baik secara fisis maupun kimiawi menyebabkan para ahli mengalami kesulitan dalam mengukur besaran radiasi ini padahal kemampuan untuk memprediksi perubahan cuaca akibat perubahan aerosol ini memerlukan tidak hanya pengetahuan mengenai emisinya saja, melainkan perpindahan dan reaksinya yang sangat kompleks di atmosfir. 
Efek radiasi aerosol 
Partikel-partikel aerosol menghamburkan (atau memantulkan) dan menyerap radiasi sinar matahari. Sifat menyerap radiasi mengakibatkan memanasnya lapisan atmosfir yang mengandung aerosol, sementara sifat menghambur radiasi (scattering) menyebabkan redistribusi (penyebaran kembali) radiasi, termasuk membaliknya radiasi matahari itu ke arah luar bumi (luar angkasa). Efek radiasi langsung aerosol tergantung pada sifat fisis yang disebut sebagaisingle scattering albedo (SSA. SSA didefinisikan sebagai perbandingan antara radiasi yang dihambur dengan yang diserap oleh partikel-partikel aerosol. Di atmosfir, partikel-partikel berukuran 0.1 – 1 micrometer merupakan partikel yang paling efektif menghambur radiasi, sehingga sangat penting peranannya dalam mengatur cuaca global. Ada 3 parameter fisis yang sangat penting dalam mengukur sifat radiatif aerosol, yakni: distribusi ukuran (size distribution), indeks refraktif dan kepadatan (densitas). 
Ukuran partikel aerosol yang sangat halus berkisar antara 1 nm ( 1 nanometer = satu per satu milyar meter) (disebut partikel ultra-halus) terbentuk melalui proses-proses konversi gas-ke-partikel di atmosfir. Begitu partikel-partikel terbentuk, mereka bisa berkumpul dalam gugus-gugus (clusters) dalam ukuran yang lebih besar (antara 50-100 nm) sehingga bisa mempengaruhi secara langsung bujet radiasi. Asap (haze) dan kabut (smog) yang sering terlihat meliputi kota-kota besar diakibatkan efek radiasi aerosol ini. 
Sebagai contoh, di Asia, dari pengukuran yang dilakukan lebih dari 7000 stasiun cuaca selama 5 tahun antara 1994-1998, kawasan ini didapati area yang paling berkabut udaranya akibat haze adalah di selatan pegunungan Himalaya, membentang mulai dari Pakistan utara, India, hingga Bangladesh bagian selatan. Dari pengukuran berjangka, diketahui koefisien serapan (extinction coefficient/EC) tertinggi aerosol lokal di kawasan tersebut tercatat pada bulan Desember, Januari dan Februari. Sementara yang terendah, tercatat pada bulan September, Oktober dan November. Kawasan lain yang juga memiliki intensitas kabut dan asap tinggi (hazy region) adalah Thailand utara dan Laos. EC terbesar yang tercatat adalah 0.5 km-1, yang dapat dikonversi menjadi jarak pandang(visibility) sejauh 24 km. Yang menarik, di Indonesia dan Malaysia, akibat kebakaran hutan hebat, khususnya antara September-November 1994-1998 (musim kemarau), 75% kawasannya memiliki angka EC terbesar di dunia. Enam buah stasiun cuaca mencatat EC lebih dari 1 km-1, yang jika dikonversi menjadi jarak pandang hanya sekitar 2 km saja! 
Aerosol dan hujan 
Untuk menggambarkan salah satu peran aerosol, yakni dalam pembentukan awan dan penentuan curah hujan, Frank Raes dalam Konferensi IGAC ke 6 di Bologna tahun 1999, menggarisbawahi bahwa: Tanpa aerosol, kita tidak akan punya awan dan tumbuh-tumbuhan (without aerosols we don’t have cloud and vegetation).
Secara ringkas, aerosol dari baik berasal dari molekul-molekul gas, maupun dari emisi permukaan bumi (gas buang industri, misalnya), dapat berubah menjadi aerosol melalui kondensasi, nukleasi dan koagulasi sehingga mengalami berbagai reaksi kimia yang berbeda-beda (baik secara homogen dengan sesamanya, maupun heterogen dengan partikel lain). Partikel terbesar hasil proses-proses tersebut adalah butiran-butiran awan yang akhirnya mempengaruhi curah hujan (presipitasi). 
Emisi aerosol 
Emisi aerosol dapat terbagi dua:
Emisi alami
Emisi vulkanik: berasal dari letusan gunung berapi. Misalnya pada tahun 1991, gunung Pinatubo meletus dan melepas sejumlah besar gas sulfur dioksida (SO2) ke atmosfir disamping material debu lainnya. Reaktif gas seperti SO2 ini diketahui dapat berubah menjadi H2SO4/H2O langsung melalui konversi gas ke partikel serta reaksi heterogen dengan uap air pada ketinggian tertentu. 
Emisi biogenik: berasal dari tumbuh-tumbuhan berupa komponen organic tidak stabil (VOC: volatile organic compounds). Sifat emisi jenis ini sangat sulit diketahui mengingat beragamnya vegetasi, bahkan pada area yang dikatakan homogen sekalipun seperti hutan tropis (lebih dari 5000 spesies tumbuhan per 10,000 km2). Dimethyl sulfide (DMS) merupakan spesies VOC utama yang dilepaskan phytoplankton di lautan dan berperan penting dalam siklus sulfur di atmosfir. 
Emisi antropogenik (akibat aktifitas manusia): gas-gas yang dilepaskan akibat penggunaan bahan bakar fosil, kebakaran hutan mengakibatkan hujan asam yang mengakibatkan fertilisasi pada vegetasi dan kerusakan pantai di berbagai belahan bumi. 
Hujan asam 
Tingkat perubahan, atau lebih tepat pertumbuhan partikel aerosol sangat bervariasi tergantung pada kondisi sebelumnya (berupa gas), distribusi ukuran dan konsentrasi aerosol primernya, selain proses-proses kimianya. Aerosol biogenik (terpene, isoprene) merupakan faktor-faktor pengendali terbentuknya inti kondensasi awan (CCN: Cloud Condensation Nuclei) dan butiran-butiran awan di atas kawasan hutan. Perubahan cakupan vegetasi dan lahan misalnya dari kawasan hutan menjadi pertanian, urban dan kawasan industri akan berdampak langsung pada pembentukan CCN dan akhirnya mengubah pola serta besaran presipitasi (curah hujan). Apalagi jika kawasan tersebut mengeluarkan aerosol antropogenik dari buangan industri, gas buang kendaraan, dsb. Perubahan komposisi kimiawi aerosol ini otomatis mengubah sifat kimiawi presipitasi. Jika kita bicara mengenai hujan asam, misalnya, di atmosfir, komposisi yang bersifat asam adalah sulfur oksida dan nitrogen. Asam-asam format dan asetat merupakan komponen organik asam utama yang mengubah tingkat keasaman air hujan. Sementara komponen alkali di atmosfir dapat berupa mineral yang terurai menjadi Ca2+, K+ dan gas amoniak yang reaktif. 
Keasaman presipitasi ini sering digunakan sebagai besaran untuk menentukan hujan asam (pH<5,6) atau tidak. Namun sebenarnya besaran ini tidak sepenuhnya mewakili keseluruhan tingkat keasaman yang terjadi, karena deposisi gas-gas dan aerosol yang bersifat asam tidak tercermin dalam nilai pH tersebut (4th CAAP Workshop Proceedings, 1998). Pada era tahun 1940-60an, kerusakan lingkungan yang signifikan akibat hujan asam terjadi di Amerika utara dan Eropa. Fenomena ini sepenuhnya akibat terbentuknya asam dari sulfat dan nitrat yang bersumber pada aktifitas manusia. Saat ini emisi sulfat antropogenik mulai menurun di kawasan tersebut, demikian halnya dengan nitrat. Namun, di belahan dunia lainnya, semisal Cina, Afrika Selatan, Amerika tengah dan selatan, emisi gas-gas SO2, NOx and NH3 terus meningkat. 
Pengaruh aerosol bagi kesehatan 
Karena ukurannya yang ultra-halus, partikel aerosol berdiameter kurang dari 1 micrometer memiliki potensi besar menembus paru-paru. Sementara aerosol bermuatan mengakibatkan hujan bermuatan listrik statis. Polyaromatic hydrocarbons (PAH), salah satu jenis aerosol juga menjadi perhatian karena sifat karsinogennya (beresiko mengakibatkan kanker). Sedimen partikel yang dikenal sebagai SPM (suspended particulate matter) yang berukuran kurang dari 10 micrometer juga dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan pernafasan dan beresiko menimbulkan penyakit paru-paru dan jantung. Dampak buruk aerosol bagi kesehatan dapat berupa gejala-gejala akut seperti asma, bronkitis, dll. disamping gejala kronis semisal iritasi saluran pernafasan atau kanker paru-paru. 
Dengan semakin cepatnya pertumbuhan kota-kota, terutama di Asia, meningkatnya populasi dan pertumbuhan ekonomi telah memicu emisi aerosol yang sangat besar akibat urbanisasi, industrialisasi dan perubahan lahan. Dampak-dampak perubahan aerosol ini bagi kesehatan harus semakin dipelajari, karena pertumbuhan pesat kota-kota di kawasan Asia mengakibatkan memburuknya kondisi atmosfir karena polusi. Misalnya pada saat Indonesia mengalami kebakaran hutan hebat pada 1997, kualitas udara yang dinyatakan dalam Pollution Standard Index (PSI) melewati angka 300 di 2 negara yang paling parah terkena dampaknya: Indonesia dan Malaysia. Di Sarawak, Malaysia, PSI pernah mencapai 800 selama beberapa hari pada September 1997. Sementara di Klang Valley, kawasan dimana kota Kuala Lumpur berada, PSI mencapai 100-200 yang dinyatakan sebagai tidak sehat (New Straits Times, 19 September 1997). Lebih dari 2700 orang dewasa dan 700 anak terkena asma dan 161 dewasa dan 358 anak terkena infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Penduduk Klang Valley sendiri hanya 3 juta, namun sekitar 16 ribu orang dilaporkan sakit akibat asap. Dilaporkan penderita asma melonjak 65%, sementara ISPA mengalami kenaikan 22%. 
Di Indonesia, sekitar 20 juta penduduk di Jambi, Sumatra Selatan, Lampung dan propinsi-propinsi di Kalimantan sakit terkena dampak asap. Sementara jarak pandang hanya 100 meter dan PSI lebih dari 300. Dilaporkan 6 orang meninggal dan 40 ribu lainnya mengalami masalah pernafasan dan penyakit kulit akibat aerosol yang dilepaskan dalam musibah tersebut. 
Sementara itu akibat lain dari asap yang ditimbulkan kebakaran hutan pada 1997 itu mengakibatkan kecelakaan pesawat Garuda di Sumatra Utara yang menewaskan 234 penumpangnya. Tabrakan antara sebuah super tanker dan kapal kargo milik India juga terjadi di Selat Malaka yang diliputi kabut asap, mengakibatkan 29 tewas. Jarak pandang yang rendah juga menghentikan penerbangan di Irian Jaya, sehingga mengganggu roda kehidupan di pedalaman propinsi itu, terutama pasokan makanan dan obat-obatan. Secara keseluruhan perpindahan aerosol dalam kasus kebakaran hutan ini mengakibatkan atmosfir menjadi tidak sehat di Asia Tenggara yang mempengaruhi tingkat kesehatan penduduk dan mengganggu industri pariwisata di kawasan tersebut. 
Atmosfir bumi kita mengandung partikel-partikel halus yang memiliki beragam sifat, baik kimiawi maupun fisis. Partikel halus yang dikenal sebagai aerosol ini, ternyata memiliki peran yang besar dalam menentukan komposisi atmosfir yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pada iklim global dan kehidupan manusia itu sendiri. Penelitian yang mendalam mengenai sifat-sifat aerosol, baik secara kimiawi, maupun fisis sangat diperlukan dalam rangka mengamati dan memprediksi perubahan iklim dunia.