Social Icons

Pages

Minggu, 17 Februari 2013

Meteorologi Laut



Atmosfer adalah lapisan gas yang melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari permukaan planet tersebut sampai jauh di luar angkasa. Di Bumi, atmosfer terdapat dari ketinggian 0 km di atas permukaan tanah, sampai dengan sekitar 560 km dari atas permukaan Bumi. Atmosfer tersusun atas beberapa lapisan, yang dinamai menurut fenomena yang terjadi di lapisan tersebut. Transisi antara lapisan yang satu dengan yang lain berlangsung bertahap. Studi tentang atmosfer mula-mula dilakukan untuk memecahkan masalah cuaca, fenomena pembiasan sinar matahari saat terbit dan tenggelam, serta kelap-kelipnya bintang. Dengan peralatan yang sensitif yang dipasang di wahana luar angkasa, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang atmosfer berikut fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya.
Atmosfer Bumi terdiri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit argon (0.9%), karbondioksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya. Atmosfer melindungi kehidupan di bumi dengan menyerap radiasi sinar ultraviolet dari Matahari dan mengurangi suhu ekstrem di antara siang dan malam. 75% dari atmosfer ada dalam 11 km dari permukaan planet.
Atmosfer tidak mempunyai batas mendadak, tetapi agak menipis lambat laun dengan menambah ketinggian, tidak ada batas pasti antara atmosfer dan angkasa luar.
Peranan Atmosfer

            Secara keseluruhan atmosfer memegang peranan penting dalam system bumi – atmosfer.  4 (empat) peranan utama dari atmosfer pada proses fisika maupun pada kehidupan makhluk hidup di dalamnya dapat dikemukakan sebagai berikut :

1.      Atmosfer merupakan sumber gas dan uap air presipitasi
2.      Atmosfer merupakan penyaring (filter) radiasi surya sehingga kualitas spectrum yang sampai ke permukaan bumi tidak bersifat merusak organ tubuh makhluk hidup
3.      Pada system neraca energy radiasi, atmosfer merupakan penyangga (buffer) sehingga permukaan bumi terhindar dari pemanasan dan pendinginan yang berlebihan
4.      Pada proses fisika di permukaan bumi, atmosfer pengatur kelestarian mekanisme cuaca dan iklim.
Untuk memenuhi keperluan metabolisme makhluk hidup, atmosfer merupakan  sumber gas CO2 dan O2 yang berlimpah.  Proses fotosintesis pada tumbuhan di seluruh permukaan bumi akan mengurangi CO2 dan menambah kandungan O2.  Sedangkan respirasi akan mengakibatkan hal yang sebaliknya.
Radiasi surya yang memasuki atmosfer mengalami penyaringan terutama pada spectrum uv.  Proses tersebut berlangsung pada lapisan stratosfer, mesosfer, dan termosfer.  Spectrum uv diserap oksigen dalam pemecahannya menjadi atom O, serta oleh gas ozon setelah terbentuk.  Dalam proses tersebut, terjadi pengurangan energy radiasi surya sekitar 3 %.  Penyerapan radiasi surya pada berbagai spectrum oleh oksigen ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.  Penyerapan radiasi surya oleh oksigen
Gas penyerap
Spectrum terserap
Keterangan
O2
0,18 µm
Pada ketinggian > 85 km
0,20 µm
Pemecahan O2 pada ketinggian < 85 km
O3
0,20 – 0,30 µm
Di stratosfer

            Pada lapisan bawah (troposfer) berlangsung penyerapan berbagai spectrum radiasi gelombang panjang, baik yang datang dari atas maupun yang berasal dari pancaran radiasi permukaan bumi.  Gas penyerap radiasi gelombang panjang terdiri dari uap (air serta es), CO2, O2 seperti tertera pada tabel 2 di bawah ini :


Gas penyerap
Spectrum terserap
Keterangan
H2O
5 – 8 µm
Berlangsung di awan dan sekitarnya
17 – 24 µm
CO2
4 – 5 µm
Menyebabkan kenaikan suhu atmosfer
11 – 17 µm
O3
9 – 10 µm
Berlangsung di stratosfer

            Tanpa ada proses penyanggaan (penyerapan, penerusan dan pemantulan) radiasi oleh atmosfer, suhu bumi pada waktu siang hari akan mencapai lebih dari 93 oC dan malam hari akan mencapai – 184 oC.  Sejak 10 tahun terakhir timbul kekhawatiran terjadi gangguan terhadap lingkungan.  Penggunaan gas ringan khususnya CFC (Chloro Flouro Carbon) pada system mesin pendingin dan alat sprayer untuk kosmetika sangat dikhawatirkan akan mengurangi lapisan ozon.  Kekhawatiran lain timbul sehubungan dengan semakin menurunnya populasi tumbuh-tumbuhan (pohon-pohon hutan, red) tropika yang diperkirakan akan menambah kanndungan CO2 di atmosfer.  Penambahan gas CO2 semakin dikhawatirkan dengan meluasnya penggunaan bahan bakar untuk berbagai keperluan dan juga semakin intensifnya peristiwa kebakaran hutan  di dunia.  Apabila gangguan terhadap kesetimbangan alamiah pada lingkungan ini tidak diatasi, diperkirakan suhu udara akan semakin meningkat yang diikuti peruibahan iklim beserta dampak-dampak lainnya.  Peningkatan kandungan CO2 di atmosfer dari 320 ppm menjadi 370 ppm diperkirakan akan menyebabkan kenaikan suhu udara sekitar 0,5 oC.  Diduga peningkatan CO2 ini akan terus berlangsung apabila tidak dilakukan pencegahan dan tidak ada factor yang menghambat.

Pustaka : Handoko, dkk.  1993.  Klimatologi Dasar (Landasan pemahaman fisika atmosfer dan unsur-unsur iklim. PT Dunia Pustaka Jaya ; Jakarta.
Hukum-hukum tentang Gas- Teori kinetik gas membahas hubungan antara besaran-besaran yang menentukan keadaan suatu gas. Jika gas yang diamati berada di dalam ruangan tertutup, besaran-besaran yang menentukan keadaan gas tersebut adalah volume (V), tekanan (p), dan suhu gas (T). Menurut proses atau perlakuan yang diberikan pada gas, terdapat tiga jenis proses, yaitu isotermal, isobarik, dan isokhorik. Pembahasan mengenai setiap proses gas tersebut dapat Anda pelajari dalam uraian berikut.
1. Hukum Boyle
Perhatikanlah Gambar 8.1 berikut.
Description: Gas di dalam tabung memiliki volume V1 dan tekanan P1.
Description: Volume gas di dalam tabung diperbesar menjadi V2sehingga tekanannya P2menjadi lebih kecil.
Gambar 8.1 (a) Gas di dalam tabung memiliki volume V1 dan tekanan P1. (b) Volume gas di dalam tabung diperbesar menjadi V2sehingga tekanannya P2menjadi lebih kecil.
Suatu gas yang berada di dalam tabung dengan tutup yang dapat diturunkan atau dinaikkan, sedang diukur tekanannya. Dari gambar tersebut dapat Anda lihat bahwa saat tuas tutup tabung ditekan, volume gas akan mengecil dan mengakibatkan tekanan gas yang terukur oleh alat pengukur menjadi membesar. Hubungan antara tekanan (p) dan volume (V) suatu gas yang berada di ruang tertutup ini diteliti oleh Robert Boyle. Saat melakukan percobaan tentang hubungan antara tekanan dan volume gas dalam suatu ruang tertutup, Robert Boyle menjaga agar tidak terjadi perubahan temperatur pada gas (isotermal). Dari data hasil pengamatannya, Boyle mendapatkan bahwa hasil kali antara tekanan (p) dan volume (V) gas pada suhu tetap adalah konstan. Hubungan, tersebut dikenal dengan Hukum Boyle yang dapat dinyatakan berikut ini.
Apabila suhu gas yang berada dalam ruang tertutup dijaga konstan, maka tekanan gas berbanding terbalik dengan volumenya”.
Hasil pengamatan Boyle tersebut kemudian dikenal sebagai Hukum Boyle yang secara matematis dinyatakan dengan persamaan
pV = konstan
atau
p1V1 = p2V2
Dalam bentuk grafik, hubungan antara tekanan (p) dan volume (V) dapat dilihat pada Gambar 8.2.
Description: bentuk grafik, hubungan antara tekanan (p) dan volume (V)
2. Hukum Gay-Lussac
Gay-Lussac, seorang ilmuwan asal Prancis, meneliti hubungan antara volume gas (V) dan temperatur (T) gas pada tekanan tetap (isobarik). Apabila botol dalam keadaan tertutup kita masukkan ke api, maka botol tersebut akan meledak. Hal ini terjadi karena naiknya tekanan gas di dalamnya akibat kenaikan suhu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa:
“Apabila volume gas yang berada pada ruang tertutup dijaga konstan, maka tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlaknya”.
Pernyataan tersebut dikenal dengan Hukum Gay Lussac. Secara matematis dapat dituliskan:
P ~ T
Description: Hukum Gay Lussac. Secara matematis
dengan:
P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)
T1 = suhu mutlak gas pada keadaan 1 (K)
P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)
T2 = suhu mutlak gas pada keadaan 2 (K)
Hubungan antara tekanan dan suhu gas pada volume konstan dapat dilukiskan dengan grafik seperti yang tampak pada Gambar 8.4. Proses yang terjadi pada volume konstan disebut proses isokhoris.
Description: Gambar 8.4 Grafik hubungan P- T pada volume konstan
Gambar 8.4 Grafik hubungan P- T pada volume konstan
3. Hukum Charles
Telah diketahui bahwa selain ditentukan oleh tekanan, volume gas dalam ruang tertutup juga dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu gas dinaikkan, maka gerak partikel-partikel gas akan semakin cepat sehingga volumenya bertambah. Apabila tekanan tidak terlalu tinggi dan dijaga konstan, volume gas akan bertambah terhadap kenaikan suhu. Hubungan tersebut dikenal dengan Hukum Charles yang dapat dinyatakan berikut ini.
“Apabila tekanan gas yang berada dalam ruang tertutup dijaga konstan, maka volume gas berbanding lurus dengan suhu mutlaknya.”
Secara matematis, pernyataan tersebut dapat dituliskan:
V ~ T
Description: Hukum Charles
dengan:
V1 = volume gas pada keadaan 1 (m3)
T1 = suhu mutlak gas pada keadaan 1 (K)
V2 = volume gas pada keadaan 2 (m3)
T2 = suhu mutlak gas pada keadaan 2 (K)
Hubungan antara volume gas dan suhu pada tekanan
konstan dapat dilukiskan dengan grafik seperti yang
tampak pada Gambar 8.3. Proses yang terjadi pada tekanan tetap disebut proses isobaris.
Description: Gambar 8.3 Grafik hubungan V-T pada tekanan konstan
Gambar 8.3 Grafik hubungan V-T pada tekanan konstan
GAS

Proses-proses fisika gas

Proses isobarik

Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e3/Isobaric_process.png/200px-Isobaric_process.png
Description: http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf7/skins/common/images/magnify-clip.png
Diagram proses isobarik. Daerah berwarna kuning sama dengan usaha yang dilakukan.
Proses isobarik adalah perubahan keadaan gas pada tekanan tetap.
Persamaan keadaan isobarik: Description:  \frac {V_2}{T_2}= \frac {V_1}{T_1}
Usaha yang dilakukan pada keadaan isobarik: Description:  W = p \times \Delta V

Proses isokhorik

Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/14/Isochore_Zustands%C3%A4nderung.png/200px-Isochore_Zustands%C3%A4nderung.png
Description: http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf7/skins/common/images/magnify-clip.png
Digram proses isokhorik. Grafiknya berupa garis lurus vertikal karena volumenya tidak berubah. Tidak ada usaha yang dilakukan pada proses isokhorik.
Proses isokhorik adalah perubahan keadaan gas pada volume tetap.
Persamaan keadaan isokhorik: Description:  \frac {p_2}{T_2}= \frac {p_1}{T_1}

Proses isotermis/isotermik

Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/fa/Isothermal_process.svg/200px-Isothermal_process.svg.png
Description: http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf7/skins/common/images/magnify-clip.png
Proses isotermik. Daerah berwarna biru menunjukkan besarnya usaha yang dilakukan gas.
Proses isotermik adalah perubahan keadaan gas pada suhu tetap.
Persamaan keadaan isotermik: Description:  p_2 \times V_2= p_1 \times V_1
BUTIRAN AIR
Siklus hidrologi

Air merupakan satu-satunya komponen Atmosfer yang dapat berupa tiga bentuk zat yaitu cair(air), gas(uap) maupun padat(es). Perubahan dari satu bentuk menjadi bentuk yang lain di alam terjadi dalam suatu siklus yaitu siklus hidrologi. Siklus hidrologi meliputi proses evaporasi, kondensasi, presipitasi air,transpirasi termasuk juga proses transfer uap air,limpasan dan peresapan air tanah.

Awan
Awan merupakan kumpulan dari tetesan air atau Kristal es di Atmosfer yang terjadi karena uap air terlampau jenuh. Awan terbentuk ketika uap air menjadi jenuh dan mengalami kondensasi. Penjenuhan dapat terjadi karena penambahan air (penyatuan), tumbukan, atau kombinasinya.  Kumpulan dari uap air inilah yang dapat menyebabkan terjadinya hujan.

ü    Proses evaporasi
Proses penguapan air di permukaan bentangan air atau dari suatu bahan padat yang mengandung air. Sumber energy utamanya berasal dari matahari.
ü    Proses transpirasi
Penguapan air dari jaringan tumbuhan melalui stomata.
               
Evaporasi dan transpirasi akan menyebabkan bertambahnya uap air di atmosfer. Siklus hidrologi memerlukan energi panas dan kelembaban yang cukup.Untuk mencapai keseimbangan itu harus ada transfer air dan juga energi melalui arus laut atau arus massa udara. Pertukaran lengas juga terjadi antara daratan dan lautan melalui angin darat dan angin laut. Setelah itu terjadi transfer massa air ke laut melalui aliran perm.ukaan. Karena Daratan menerima presipitasi lebih besar dari evaporasi sehingga kelebihan massa air ini akan dikembalikan ke laut melalui aliran permukaan. Siklus ini ialah sirkulasi air yang tetap mulai dari lautan sampai ke udara dan kembali ke lautan.



AEROSOL
Apa itu aerosol? 
Istilah aerosol digunakan untuk menyebut partikel-partikel halus yang tersebar di atmosfir Bumi dalam ukuran yang berbeda-beda, pada kisaran 0.001 micrometer hingga 1000 micrometer (1 micrometer = satu per sejuta meter). Meningkatnya jumlah aerosol yang dilepas ke atmosfir (misalnya partikel-partikel sulfat, komponen organik instabil, karbon, dsb.) akibat emisi alamiah dan antropogenik (istilah yang mengacu pada aktifitas buatan manusia), telah mengurangi intensitas radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi dalam ukuran 0.5 hingga 2 W/m2. Satuan radiasi itu menyiratkan bahwa pada permukaan bumi seluas 1 m2, intensitas cahaya matahari mengalami hambatan/terhalang aerosol di atmosfir sebesar 0,5 hingga 2 Watt. 
Besarnya angka kisaran perkiraan para ahli itu diakibatkan oleh sangat miskinnya pengetahuan kita mengenai sifat alami pembentukan aerosol dan proses-proses yang terlibat di dalamnya. Selain itu data pengukuran yang akurat dan rinci mengenai aerosol ini sangat terbatas keberadaannya. Kompleksitas aerosol di atmosfir ini juga menjadi semakin tinggi akibat emisi gas-gas efek rumah kaca yang menyebabkan terjadi efek pemanasan global, sehingga angka ini juga mengalami berbagai kompensasi. Sifat aerosol yang sangat dinamis karena senantiasa bergerak dan berubah di atmosfir, baik secara fisis maupun kimiawi menyebabkan para ahli mengalami kesulitan dalam mengukur besaran radiasi ini padahal kemampuan untuk memprediksi perubahan cuaca akibat perubahan aerosol ini memerlukan tidak hanya pengetahuan mengenai emisinya saja, melainkan perpindahan dan reaksinya yang sangat kompleks di atmosfir. 
Efek radiasi aerosol 
Partikel-partikel aerosol menghamburkan (atau memantulkan) dan menyerap radiasi sinar matahari. Sifat menyerap radiasi mengakibatkan memanasnya lapisan atmosfir yang mengandung aerosol, sementara sifat menghambur radiasi (scattering) menyebabkan redistribusi (penyebaran kembali) radiasi, termasuk membaliknya radiasi matahari itu ke arah luar bumi (luar angkasa). Efek radiasi langsung aerosol tergantung pada sifat fisis yang disebut sebagaisingle scattering albedo (SSA. SSA didefinisikan sebagai perbandingan antara radiasi yang dihambur dengan yang diserap oleh partikel-partikel aerosol. Di atmosfir, partikel-partikel berukuran 0.1 – 1 micrometer merupakan partikel yang paling efektif menghambur radiasi, sehingga sangat penting peranannya dalam mengatur cuaca global. Ada 3 parameter fisis yang sangat penting dalam mengukur sifat radiatif aerosol, yakni: distribusi ukuran (size distribution), indeks refraktif dan kepadatan (densitas). 
Ukuran partikel aerosol yang sangat halus berkisar antara 1 nm ( 1 nanometer = satu per satu milyar meter) (disebut partikel ultra-halus) terbentuk melalui proses-proses konversi gas-ke-partikel di atmosfir. Begitu partikel-partikel terbentuk, mereka bisa berkumpul dalam gugus-gugus (clusters) dalam ukuran yang lebih besar (antara 50-100 nm) sehingga bisa mempengaruhi secara langsung bujet radiasi. Asap (haze) dan kabut (smog) yang sering terlihat meliputi kota-kota besar diakibatkan efek radiasi aerosol ini. 
Sebagai contoh, di Asia, dari pengukuran yang dilakukan lebih dari 7000 stasiun cuaca selama 5 tahun antara 1994-1998, kawasan ini didapati area yang paling berkabut udaranya akibat haze adalah di selatan pegunungan Himalaya, membentang mulai dari Pakistan utara, India, hingga Bangladesh bagian selatan. Dari pengukuran berjangka, diketahui koefisien serapan (extinction coefficient/EC) tertinggi aerosol lokal di kawasan tersebut tercatat pada bulan Desember, Januari dan Februari. Sementara yang terendah, tercatat pada bulan September, Oktober dan November. Kawasan lain yang juga memiliki intensitas kabut dan asap tinggi (hazy region) adalah Thailand utara dan Laos. EC terbesar yang tercatat adalah 0.5 km-1, yang dapat dikonversi menjadi jarak pandang(visibility) sejauh 24 km. Yang menarik, di Indonesia dan Malaysia, akibat kebakaran hutan hebat, khususnya antara September-November 1994-1998 (musim kemarau), 75% kawasannya memiliki angka EC terbesar di dunia. Enam buah stasiun cuaca mencatat EC lebih dari 1 km-1, yang jika dikonversi menjadi jarak pandang hanya sekitar 2 km saja! 
Aerosol dan hujan 
Untuk menggambarkan salah satu peran aerosol, yakni dalam pembentukan awan dan penentuan curah hujan, Frank Raes dalam Konferensi IGAC ke 6 di Bologna tahun 1999, menggarisbawahi bahwa: Tanpa aerosol, kita tidak akan punya awan dan tumbuh-tumbuhan (without aerosols we don’t have cloud and vegetation).
Secara ringkas, aerosol dari baik berasal dari molekul-molekul gas, maupun dari emisi permukaan bumi (gas buang industri, misalnya), dapat berubah menjadi aerosol melalui kondensasi, nukleasi dan koagulasi sehingga mengalami berbagai reaksi kimia yang berbeda-beda (baik secara homogen dengan sesamanya, maupun heterogen dengan partikel lain). Partikel terbesar hasil proses-proses tersebut adalah butiran-butiran awan yang akhirnya mempengaruhi curah hujan (presipitasi). 
Emisi aerosol 
Emisi aerosol dapat terbagi dua:
Emisi alami
Emisi vulkanik: berasal dari letusan gunung berapi. Misalnya pada tahun 1991, gunung Pinatubo meletus dan melepas sejumlah besar gas sulfur dioksida (SO2) ke atmosfir disamping material debu lainnya. Reaktif gas seperti SO2 ini diketahui dapat berubah menjadi H2SO4/H2O langsung melalui konversi gas ke partikel serta reaksi heterogen dengan uap air pada ketinggian tertentu. 
Emisi biogenik: berasal dari tumbuh-tumbuhan berupa komponen organic tidak stabil (VOC: volatile organic compounds). Sifat emisi jenis ini sangat sulit diketahui mengingat beragamnya vegetasi, bahkan pada area yang dikatakan homogen sekalipun seperti hutan tropis (lebih dari 5000 spesies tumbuhan per 10,000 km2). Dimethyl sulfide (DMS) merupakan spesies VOC utama yang dilepaskan phytoplankton di lautan dan berperan penting dalam siklus sulfur di atmosfir. 
Emisi antropogenik (akibat aktifitas manusia): gas-gas yang dilepaskan akibat penggunaan bahan bakar fosil, kebakaran hutan mengakibatkan hujan asam yang mengakibatkan fertilisasi pada vegetasi dan kerusakan pantai di berbagai belahan bumi. 
Hujan asam 
Tingkat perubahan, atau lebih tepat pertumbuhan partikel aerosol sangat bervariasi tergantung pada kondisi sebelumnya (berupa gas), distribusi ukuran dan konsentrasi aerosol primernya, selain proses-proses kimianya. Aerosol biogenik (terpene, isoprene) merupakan faktor-faktor pengendali terbentuknya inti kondensasi awan (CCN: Cloud Condensation Nuclei) dan butiran-butiran awan di atas kawasan hutan. Perubahan cakupan vegetasi dan lahan misalnya dari kawasan hutan menjadi pertanian, urban dan kawasan industri akan berdampak langsung pada pembentukan CCN dan akhirnya mengubah pola serta besaran presipitasi (curah hujan). Apalagi jika kawasan tersebut mengeluarkan aerosol antropogenik dari buangan industri, gas buang kendaraan, dsb. Perubahan komposisi kimiawi aerosol ini otomatis mengubah sifat kimiawi presipitasi. Jika kita bicara mengenai hujan asam, misalnya, di atmosfir, komposisi yang bersifat asam adalah sulfur oksida dan nitrogen. Asam-asam format dan asetat merupakan komponen organik asam utama yang mengubah tingkat keasaman air hujan. Sementara komponen alkali di atmosfir dapat berupa mineral yang terurai menjadi Ca2+, K+ dan gas amoniak yang reaktif. 
Keasaman presipitasi ini sering digunakan sebagai besaran untuk menentukan hujan asam (pH<5,6) atau tidak. Namun sebenarnya besaran ini tidak sepenuhnya mewakili keseluruhan tingkat keasaman yang terjadi, karena deposisi gas-gas dan aerosol yang bersifat asam tidak tercermin dalam nilai pH tersebut (4th CAAP Workshop Proceedings, 1998). Pada era tahun 1940-60an, kerusakan lingkungan yang signifikan akibat hujan asam terjadi di Amerika utara dan Eropa. Fenomena ini sepenuhnya akibat terbentuknya asam dari sulfat dan nitrat yang bersumber pada aktifitas manusia. Saat ini emisi sulfat antropogenik mulai menurun di kawasan tersebut, demikian halnya dengan nitrat. Namun, di belahan dunia lainnya, semisal Cina, Afrika Selatan, Amerika tengah dan selatan, emisi gas-gas SO2, NOx and NH3 terus meningkat. 
Pengaruh aerosol bagi kesehatan 
Karena ukurannya yang ultra-halus, partikel aerosol berdiameter kurang dari 1 micrometer memiliki potensi besar menembus paru-paru. Sementara aerosol bermuatan mengakibatkan hujan bermuatan listrik statis. Polyaromatic hydrocarbons (PAH), salah satu jenis aerosol juga menjadi perhatian karena sifat karsinogennya (beresiko mengakibatkan kanker). Sedimen partikel yang dikenal sebagai SPM (suspended particulate matter) yang berukuran kurang dari 10 micrometer juga dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan pernafasan dan beresiko menimbulkan penyakit paru-paru dan jantung. Dampak buruk aerosol bagi kesehatan dapat berupa gejala-gejala akut seperti asma, bronkitis, dll. disamping gejala kronis semisal iritasi saluran pernafasan atau kanker paru-paru. 
Dengan semakin cepatnya pertumbuhan kota-kota, terutama di Asia, meningkatnya populasi dan pertumbuhan ekonomi telah memicu emisi aerosol yang sangat besar akibat urbanisasi, industrialisasi dan perubahan lahan. Dampak-dampak perubahan aerosol ini bagi kesehatan harus semakin dipelajari, karena pertumbuhan pesat kota-kota di kawasan Asia mengakibatkan memburuknya kondisi atmosfir karena polusi. Misalnya pada saat Indonesia mengalami kebakaran hutan hebat pada 1997, kualitas udara yang dinyatakan dalam Pollution Standard Index (PSI) melewati angka 300 di 2 negara yang paling parah terkena dampaknya: Indonesia dan Malaysia. Di Sarawak, Malaysia, PSI pernah mencapai 800 selama beberapa hari pada September 1997. Sementara di Klang Valley, kawasan dimana kota Kuala Lumpur berada, PSI mencapai 100-200 yang dinyatakan sebagai tidak sehat (New Straits Times, 19 September 1997). Lebih dari 2700 orang dewasa dan 700 anak terkena asma dan 161 dewasa dan 358 anak terkena infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Penduduk Klang Valley sendiri hanya 3 juta, namun sekitar 16 ribu orang dilaporkan sakit akibat asap. Dilaporkan penderita asma melonjak 65%, sementara ISPA mengalami kenaikan 22%. 
Di Indonesia, sekitar 20 juta penduduk di Jambi, Sumatra Selatan, Lampung dan propinsi-propinsi di Kalimantan sakit terkena dampak asap. Sementara jarak pandang hanya 100 meter dan PSI lebih dari 300. Dilaporkan 6 orang meninggal dan 40 ribu lainnya mengalami masalah pernafasan dan penyakit kulit akibat aerosol yang dilepaskan dalam musibah tersebut. 
Sementara itu akibat lain dari asap yang ditimbulkan kebakaran hutan pada 1997 itu mengakibatkan kecelakaan pesawat Garuda di Sumatra Utara yang menewaskan 234 penumpangnya. Tabrakan antara sebuah super tanker dan kapal kargo milik India juga terjadi di Selat Malaka yang diliputi kabut asap, mengakibatkan 29 tewas. Jarak pandang yang rendah juga menghentikan penerbangan di Irian Jaya, sehingga mengganggu roda kehidupan di pedalaman propinsi itu, terutama pasokan makanan dan obat-obatan. Secara keseluruhan perpindahan aerosol dalam kasus kebakaran hutan ini mengakibatkan atmosfir menjadi tidak sehat di Asia Tenggara yang mempengaruhi tingkat kesehatan penduduk dan mengganggu industri pariwisata di kawasan tersebut. 
Atmosfir bumi kita mengandung partikel-partikel halus yang memiliki beragam sifat, baik kimiawi maupun fisis. Partikel halus yang dikenal sebagai aerosol ini, ternyata memiliki peran yang besar dalam menentukan komposisi atmosfir yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pada iklim global dan kehidupan manusia itu sendiri. Penelitian yang mendalam mengenai sifat-sifat aerosol, baik secara kimiawi, maupun fisis sangat diperlukan dalam rangka mengamati dan memprediksi perubahan iklim dunia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar