Social Icons

Pages

Rabu, 30 Maret 2011

FAKTOR PENDORONG PEROBAHAN LINGKUNGAN WILAYAH PESISIR

Oleh:
DESNIARTI

A. Pendahuluan

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km, memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar (Bengen, 2001). Sumberdaya alam yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan terdiri dari sumber daya yang dapat pulih (renewable resources) seperti perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang maupun sumberdaya yang tidak dapat pulih (non-renewable resources) seperti minyak bumi dan gas mineral serta jasa-jasa lingkungan (Dahuri et al., 2001).

Sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir dan lautan ini, telah dimanfaatkan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan manusia, baik sebagai mata pencaharian, sumber pangan, mineral, energi, devisa negara dan lain-lain. Agar potensi sumberdaya alam ini dapat dimanfaatkan sepanjang masa dan berkelanjutan diperlukan upaya pengelolaan yang memperhatikan aspek-aspek lingkungan dalam arti memperoleh manfaat yang optimal secara ekonomi akan tetapi juga sesuai dengan daya dukung dan kelestarian lingkungan. Sehingga dalam pengelolaan tidak hanya memanfaatkan akan tetapi juga memelihara dan melestarikannya.

Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah daratan yang berbatasan dengan laut, batas di daratan meliputi daerah–daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Bengen, 2001).

Wilayah pesisir bersifat dinamis dan rentan terhadap perobahan lingkungan baik karena proses alami maupun aktivitas manusia. Dalam melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan taraf hidupnya, manusia melakukan perobahan-perobahan terhadap ekosistem dan sumberdaya alam sehingga berpengaruh terhadap lingkungan di wilayah pesisir.

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat padat penduduknya, jumlah penduduk yang hidup di wilayah pesisir 50 – 70 % dari jumlah penduduk dunia. Di Indonesia sendiri 60 % penduduknya hidup di wilayah pesisir, peningkatan jumlah penduduk yang hidup di wilayah pesisir memberikan dampak tekanan terhadap sumberdaya alam pesisir seperti degradasi pesisir, hutan mangrove, terumbu karang, pembuangan limbah ke laut, sedimentasi sungai-sungai, erosi pantai, abrasi dan sebagainya (Rais, 2000a). Di samping itu dengan bertambahnya jumlah dan aktivitas penduduk menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir.

Pada umumnya penduduk yang tinggal di wilayah pesisir memiliki mata pencaharian yang memanfaatkan sumberdaya alam atau jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir seperti nelayan, petani ikan, pemilik atau pekerja industri pariwisata, perhubungan laut, pertambangan dan energi serta pemilik atau pekerja industri maritim yang dikenal juga sebagai masyarakat pesisir.

Masyarakat pesisir yang di dominasi oleh usaha perikanan pada umumnya masih berada pada garis kemiskinan, mereka tidak mempunyai pilihan mata pencaharian, memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tidak mengetahui dan menyadari kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan sehingga cenderung mengekploitasi sumberdaya alam secara berlebihan dengan cara-cara yang tidak berwawasan lingkungan.

Paper ini membahas tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perobahan lingkungan wilayah pesisir baik karena pengaruh proses-proses alami maupun karena adanya berbagai aktifitas manusia.



B. Lingkungan dan Karakteristik Wilayah Pesisir

Sistem lingkungan pada wilayah pesisir dapat bersifat alami dan buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah: terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir, formasi per-caprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa: tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri dan kawasan pemukiman (Dahuri et al., 2001).

Wilayah pesisir memiliki karakteristik yang unik baik dilihat dari aspek bio-geofisik maupun aspek sosial, ekonomi dan budaya. Dahuri (2000) menyatakan setidaknya ada 6 karakteristik pesisir:

1. Terdapat keterkaitan ekologis baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas.

2. Dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan.

3. Dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki ketrampilan/keahlian dan kesenangan bekerja yang berbeda. Hal ini mengakibatkan pemanfaatan berbagai sumberdaya yang ada.

4. Baik secara ekologis maupun ekonomis, pemanfaatan suatu kawasan pesisir secara monokultur adalah sangat rentan terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus kepada kegagalan usaha.

5. Kawasan pesisir merupakan kawasan milik bersama (common property resources) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open access). Setiap pengguna sumberdaya berkeinginan untuk memaksimalkan keuntungan sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran, over-eksploitasi sumberdaya alam dan konflik pemanfaatan ruang.

Selain karakteristik di atas, kawasan pesisir merupakan kawasan yang secara hayati sangat produktif dan subur. Pada kawasan pesisir juga dilakukan berbagai aktivitas manusia sehingga terjadinya interaksi antara manusia dengan sumberdaya pesisir dan laut.



C. Keterkaitan antar Ekosistem

Wilayah pesisir merupakan wilayah dimana interaksi darat dan laut paling

tinggi intensitasnya, wilayah ini memiliki hubungan dengan lahan atas (upland)(gambar 2), sehingga kerusakan yang terjadi pada lahan atas dapat menimbulkan dampak negatif pada wilayah pesisir. Sebagai contoh kegiatan pertanian dan kehutanan yang tanpa memperhatikan kaidah konservasi menyebabkan terjadinya erosi dan banjir yang merusak ekosistem sungai dan berlanjut kepada ekosistem pesisir. Contoh lainnya aktivitas masyarakat di darat seperti pembuangan limbah industri dan rumah tangga menyebabkan terjadinya sedimentasi dan dibawa oleh aliran sungai ke wilayah pesisir.





Masukan

Air Tawar





Keterkaitan ekosiste

m








Pasang surut Daerah Migrasi

& Aliran Arus



Aktivitas Ge- Daerah Migrasi

Lombang &

Aliran Arus












Aliran Arus Daerah Migrasi





Laut Terbuka






Faktor-faktor kritis alami yang mempengaruhi produktivitas



Bendungan dan banjir

Konfigurasi topografi







Air tawar, perbandingan air asin

Suplai nutrien

Erosi: perbandingan lapisan sedimen

Temperatur







Kecerahan air

Masukan sedimen ke kolom air

Suplai nutrien

Temperatur

Salinitas

Sirkulasi air

Energi rendah



Kecerahan air

Masukan sedimen ke kolom air

Suplai nutrien

Sirkulasi air

Energi Tinggi

Temperatur







Antar ekosistem yang ada di wilayah pesisir juga terdapat keterkaitan dan interaksi satu sama lain, sehingga saling mempengaruhi. Pada gambar 2 diperlihatkan keterkaitan antar ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Ada 5 (lima) tipe keterkaitan antara ketiga ekosistem tersebut, yakni: fisik, bahan organik terlarut, bahan organik partikel, migrasi fauna dan dampak manusia (Ogden dan Gladfelter,1983 dalam Bengen, 2001). Sebagai contoh tipe keterkaitan ekosistem adalah: pembukaan hutan mangrove besar-besaran mengakibatkan mangrove kehilangan fungsi sebagai perangkap sedimen sehingga sedimen masuk ke ekosistem padang lamun dan terumbu karang dan mengganggu fungsi kedua ekosistem tersebut (Bengen, 2002).


D. Perubahan Fisik Lingkungan Wilayah Pesisir Akibat Aktivitas Manusia



Seperti dikatakan bahwa wilayah pesisir merupakan lingkungan yang dinamis, unik, dan rentan terhadap perobahan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan pesisir antara lain adalah: .pertumbuhan penduduk, perobahan iklim, peningkatan permintaan akan ruang dan sumberdaya serta dinamika pantai (Rais, 2000b). Pertumbuhan penduduk yang mengalami peningkatan setiap tahunnya dan sebagian hidup di wilayah pesisir mengakibatkan meningkatnya aktivitas manusia di wilayah pesisir terutama dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan ekosistem pesisir. Berbagai macam aktivitas manusia yang dilakukan baik di daratan maupun di lautan mendorong terjadinya perobahan lingkungan wilayah pesisir. . Menurut Dahuri et al. (2001), setiap perobahan bentang alam daratan dan dampak negatif lainnya seperti pencemaran, erosi dan perubahan secara drastis regim aliran air tawar yang terjadi di ekosistem daratan (lahan atas) pada akhirnya akan berdampak terhadap ekosistem pesisir. Beberapa kerusakan akibat aktivitas manusia yang menyebakan perobahan lingkungan wilayah pesisir adalah sebagai berikut:

1. Kerusakan Mangrove

Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis penting antara lain: (1) sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran permukaan, (2) penghasil detritus dan mineral-mineral yang dapat menyuburkan perairan, (3) sebagai daerah nursery ground, feeding ground dan spawning ground bermacam biota perairan (Bengen, 2001).

Seiring dengan peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk maka hutan mangrove banyak dimanfaatkan antara lain: dikonversi menjadi lahan perikanan, pertanian dan pemukiman, penebangan untuk dijadikan kayu. Hal ini menyebabkan mangrove tidak berfungsi dengan baik sehingga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan pesisir seperti: peningkatan salinitas hutan mangrove karena kurangnya aliran air tawar, menurunnya tingkat kesuburan, mengancam regenerasi stok ikan dan udang di perairan, pendangkalan perairan pantai, erosi garis pantai dan intrusi garam, terjadinya pencemaran laut, sedimentasi dan lain-lain (Bengen, 2001).

Akibat pemanfaatan mangrove oleh aktivitas manusia ini menyebabkan luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1982 luas ekosistem hutan mangrove adalah 5.209.543,16 ha, dan tahun 1990 mengalami penurunan menjadi 2.500.000 ha (Dahuri et al., 2001)

2. Kerusakan Terumbu karang

Kegiatan penduduk yang dilakukan pada terumbu karang antara lain: penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak, penangkapan ikan menggunakan racun sianida dan bahan peledak dan penambatan jangkar perahu Kegiatan ini memberikan dampak negatif terhadap ekosistem terumbu karang antara lain: kerusakan habitat dan kematian massal hewan terumbu, mematikan karang dan biota avertebrata dan rusaknya pelindung pantai dari terpaan ombak dan gelombang. Kerusakan terumbu karang juga diakibatkan oleh adanya sedimentasi akibat meningkatnya erosi dari lahan daratan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suharsono dan Sukarno (1992), dalam Dahuri, et al. (2001), menyatakan bahwa pada 24 lokasi yang tersebar di perairan Indonesia, kondisi terumbu karang 6% berada dalam kondisi sangat baik, 22% baik, 33,5% sedang dan 39,5% dalam keadaan rusak.

3. Kerusakan Padang Lamun

Berbagai aktivitas penduduk juga menyebabkan rusaknya ekosistem padang lamun, seperti pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan pembangunan pemukiman pinggir laut yang menyebabkan perusakan total padang lamun, meningkatnya kekeruhan air dan terlapisnya insang hewan air oleh sedimen. Penyebab kerusakan padang lamun lainnya adalah pembuangan sampah rumah tangga dan pencemaran oleh limbah pertanian yang menyebabkan terjadinya penurunan kandungan oksigen terlarut, eutrofikasi, kekeruhan dan matinya hewan-hewan air yang berasosiasi dengan padang lamun (Bengen, 2001).

4. Pemanfaatan Sumberdaya Laut secara Berlebihan

Banyak sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan mengalami over eksploitasi, diantaranya adalah sumberdaya perikanan laut. Secara agregat nasional pemanfaatan sumberdaya perikanan laut pada tahun 1997 baru mencapai 58,5% dari potensi lestarinya, akan tetapi pada beberapa wilayah di Indonesia sudah mengalami kondisi tangkap lebih (over fishing). Jenis stok sumberdaya ikan yang telah mengalami tangkap lebih adalah ikan-ikan komersial seperti udang dan ikan karang. Udang mengalami over fishing hampir di seluruh perairan Indonesia kecuali Laut Seram sampai Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Samudera Fasifik dan Samudera Hindia. Sedangkan ikan karang mengalami over fishing di perairan Laut Jawa, Selat Makasar dan Laut Flores (Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2001).

5. Pencemaran Laut

Berbagai aktifitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir seperti pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri, penebangan kayu dan penambangan di daerah aliran sungai (DAS) mengakibatkan terjadinya pencemaran dan perobahan lingkungan wilayah pesisir. Dampak negatif dari pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan dan menimbulkan kerugian secara sosial ekonomi (Dahuri et al. 2001).

6. Erosi Pantai

Erosi pantai merupakan salah satu masalah serius degradasi garis pantai.

Selain proses-proses alami, seperti angin, arus, hujan dan gelombang, aktivitas manusia juga menjadi penyebab penting erosi pantai. Aktivitas manusia yang menyebabkan erosi pantai adalah pembukaan hutan mangrove untuk kepentingan pemukiman, pembangunan infrastuktur dan perikanan tambak, sehingga sangat mengurangi fungsi perlindungan terhadap pantai. Di samping itu aktivitas penambangan terumbu karang di beberapa lokasi untuk kepentingan konstruksi jalan dan bangunan, telah memberikan kontribusi penting terhadap erosi pantai, karena berkurangnya atau hilangnya perlindungan pantai dari hantaman gelombang dan badai (Bengen, 2001).



E. Perobahan Lingkungan Wilayah Pesisir karena Faktor Alami

Perobahan lingkungan wilayah pesisir juga dapat disebabkan karena adanya proses-proses alami. Erosi pantai yang menyebabkan perjadinya perubahan garis pantai bisa disebabkan oleh karena adanya pengaruh angin, hujan dan gelombang. Wiryawan (2002) menyatakan bahwa ada 4 (empat) kelompok faktor alami yang menjadikan kawasan pesisir begitu dinamis sehingga menyebabkan terjadinya perobahan lingkungan wilayah pesisir yaitu:

1. Angin, Gelombang, Pasang Surut, Arus dan Transport Sedimen

Bentuk-bentuk lahan pesisir terbentuk dan berubah dari waktu ke waktu mengikuti masukan energi dan material ke dalam lingkungan wilayah pesisir. Masukan energi dapat berupa gelombang, pasang surut dan angin. Sedangkan masukan material berupa sedimen, partikel dan pollutant melalui aliran sungai dan pembentukan landform secara biologis.

Salah satu sifat gelombang yang sangat berpengaruh adalah ketajaman gelombang yang biasanya terjadi pada saat angin kencang atau badai yang mengakibatkan banyaknya terjadi erosi pantai.





2. Angin Topan dan Badai

Badai dan topan merupakan fenomena yang normal di lingkungan pesisir, dan juga faktor utama dalam memodifikasi bentuk lahan dan ekosistem pesisir. Akan tetapi seiring dengan meningkatnya tekanan pesisir karena aktivitas penduduk, maka bencana alam berupa badai, topan dan tsunami merupakan ancaman berat terhadap penduduk.

Daya atau kekuatan yang menyertai badai dan topan termasuk gelombang besar dan banjir, aksi gelombang yang meninggi dan menguat dan angin kencang. Banjir akibat badai/topan dapat mengakibatkan erosi pantai secara substansial, pengikisan/penghancuran pulau penghalang, dan pemecahan lahan pesisir sehingga membentuk ceruk atau teluk kecil (inlet).

3. Peningkatan Muka/Paras Laut (sea level rise)

Pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (CO, CH4 dan lain-lain) dapat meningkatkan paras/permukaan perairan laut karena dua alasan yaitu: (1) ekspansi panas dan (2) mencairnya es kutub. Perkiraan tentang dampak pemanasan global sangat bervariasi tetapi kisarannya antara 0,5 – 2 meter pada tahun 2100. Dampak dari peningkatan permukaan laut ini adalah banjir, kehilangan/kerusakan biodiversity, kerusakan bangunan dan infrastruktur.

4 Siklus Hidrologi

Perairan pesisir dipengaruhi oleh interaksi dinamis antara masukan air dari lautan (ocean waters) dan air tawar (freshwater). Aliran air tawar ke laut merupakan fungsi dari karakteristik daerah aliran sungai, aliran air permukaan dan aliran air tanah. Selanjutnya neraca air atau keseimbangan air tawar dan laut dipengaruhi oleh laju presipitasi dan evapotranspirasi. Presipitasi mempengaruhi air permukaan melalui aliran air permukaan atau “runoff” dan mempengaruhi air tanah melalui perkolasi dan infiltrasi.



E. Penutup

Pada uraian di atas telah dibahas bahwa terjadinya perobahan lingkungan wilayah pesisir dapat disebabkan oleh karena faktor-faktor alami seperti angin, gelombang, pasang surut, kenaikan permukaan laut karena pemanasan global, topan badai dan sebagainya dan juga oleh karena aktivitas manusia. Perobahan lingkungan karena faktor alami sulit dikendalikan akan tetapi perobahan lingkungan karena aktivitas manusia dapat dikendalikan sehingga tercipta pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan.

Jumlah penduduk Indonesia, yang diperkirakan akan mencapai 225 juta jiwa pada tahun 2010 (Dahuri et al. 2001), ditambah lagi dengan fakta bahwa sumberdaya di daratan (lahan atas) semakin menipis, maka wilayah pesisir dan lautan beserta segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang terkandung didalamnya akan menjadi tumpuan pembangunan nasional pada abad-21 yang berarti tekanan terhadap wilayah pesisir dan lautan juga semakin meningkat.

Oleh sebab itu guna mencapai pemanfaatan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan, maka diperlukan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan dua aspek kebijakan, yaitu aspek ekonomi dan ekologi. Hal ini dikenal dengan pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu berbasis masyarakat (Zamani dan Darmawan 2000). Di samping itu juga diperlukan upaya peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat umumnya dan khususnya penduduk yang ada di wilayah pesisir terhadap pentingnya sumberdaya alam dalam menunjang kehidupan saat ini dan generasi mendatang.





DAFTAR ACUAN



Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.



___________. 2002. Keterkaitan Antar Ekosistem Pesisir. Materi Kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB.



Dahuri, R. 2000. Orientasi Baru: Menoleh ke Laut. Dalam: Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Rokhmin Dahuri). Editors: Ikawati, Y dan Untung, W. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia. Jakarta. hal. 1-8



Dahuri,R., J.Rais, S.P.Ginting dan M.J.Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta



Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKP. 2001. Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir. Jakarta.



Rais, J. 2000a. Kajian Kerawanan dan Dinamika Wilayah Pesisir. Materi Kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program

Pascasarjana IPB



_____ . 2000b. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Materi Kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program Pascasarjana IPB.



Wiryawan, B. 2002. Karakteristik dan Dinamika Sumberdaya Fisik dan Lingkungan Pesisir dan Lautan. Materi Kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program Pascasarjana IPB.



Zamani, N.P dan Darmawan. 2000. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Dalam Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. hal. 47-60.

Atmosfer bumi

Atmosfer bumi merupakan gas yang menyelimuti planet bumi. Seperti halnya atmosfer-atmosfer planet lain, pada intinya, atmosfer bumi menggambarkan transfer energi antara matahari dan permukaan bumi, dan transfer energi antara satu daerah ke daerah yang lain di permukaan bumi; transfer ini mempertahankan kesetimbangan termal dan menentukan iklim bumi. Bagaimanapun, atmosfer bumi sangat berbeda dengan atmosfer planet lain, yaitu bahwa bersama-sama dengan proses-proses di lautan dan di daratan, atmosfer bumi membentuk basis bagi kehidupan di planet bumi. Karena atmosfer merupakan sistem fluida, maka gerak atmosfer mempunyai spektrum yang lebar, mulai dari gerak berskala-kecil (beberapa meter) hingga gerak berskala-besar (ribuan kilometer). Gerak atmosfer ini akan mempengaruhi komponen-komponen atmosferik seperti uap-air, ozon, dan awan-awan, dimana komponen-komponen atmosferik ini sangat penting dalam proses-proses radiatif dan kimiawi. Proses-proses ini terjadi didalam sirkulasi atmosfer, dimana sirkulasi atmosfer ini memegang aturan kunci dalam persoalan neraca energi-global di permukaan bumi.



















1. Struktur dan Komposisi Atmosfer

Atmosfer mengandung campuran gas-gas yang lebih terkenal dengan nama udara dan menutupi seluruh permukaan bumi. Campuran gas-gas ini menyatakan komposisi dari atmosfer bumi. Bagian bawah dari atmosfer bumi dibatasi oleh daratan, samudera, sungai, danau, es, dan permukaan salju. Batas atasnya tidak terdefinisi, tetapi dalam kajian meteorologi, kita akan mempelajari atmosfer dalam ketinggian tertentu, dimana di dalamnya terdapat fenomena-fenomena cuaca. Daerah dimana cuaca terjadi adalah bagian terbawah atmosfer, yang disebut troposfer (daerah inilah yang menjadi perhatian bagi para ahli meteorologi). Daerah troposfer ini dicirikan oleh sifat penting, yaitu bahwa secara umum temperatur berkurang terhadap ketinggian. Diatas troposfer adalah stratosfer yang dicirikan oleh bertambahnya temperatur terhadap ketinggian. Diskontinuitas yang membedakan troposfer dengan stratosfer adalah lapisan tropopause.

Di troposfer, campuran gas-gas terdiri dari 78% nitrogen dan 21% oksigen (prosen dalam volume). Sisanya sebesar 1% adalah campuran gas yang terdiri dari argon, karbondioksida, dan gas-gas lainnya. Campuran gas-gas tanpa uap-air disebut sebagai udara kering, dan campuran gas-gas tanpa terkecuali disebut sebagai udara lembab. Studi termodinamika atmosfer terfokus pada termodinamika udara kering, uap-air, dan udara lembab.

Konsentrasi karbondioksida selalu bertambah. Hal ini disebabkan karena pengaruh aktivitas manusia. Gordon (1998) mengatakan bahwa peningkatan pemanasan global bukan hanya disebabkan oleh peningkatan kuantitas gas karbondioksida, tetapi faktor perawanan, partikel-partikel aerosol dan erupsi vulkanik memberikan kontribusi juga terhadap pemanasan global. Hingga saat ini, faktor manakah yang memberikan kontribusi utama dalam peningkatan pemanasan gobal masih dalam perdebatan, sehingga diperlukan banyak penelitian untuk memberikan jawaban yang lebih realistis terhadap pertanyaan mengenai peningkatan temperatur rata-rata plenet bumi.

Sulfurdioksida (SO2) bereaksi dengan air di atmosfer membentuk asam sulfurik (H2SO4) yang jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan asam. Karbon monoksida yang dihasilkan dari sisa pembakaran gas kendaraan bermotor merupakan kuantitas yang dapat menyebabkan kerusakan pada manusia. Oksida nitrogen, metana, dan Chlorofluorocarbon (CFC) masuk ke dalam atmosfer sebagai gas-gas yang tidak bermanfaat. Sedangkan apa yang muncul sebagai polusi udara di atmosfer tidak lain adalah senyawa-senyawa partikulat, senyawa-senyawa sulfur dan senyawa kimia lainnya.

Ada senyawa penting lainnya yang mempengaruhi efek termodinamika dan dinamika atmosfer di lapisan troposfer, yaitu uap air, dimana uap air dengan konsentrasi 0.25% dari total massa udara merupakan gas ‘rumah kaca’ yang kuat juga.

Daerah diatas tropopause hingga ketingian 85 km dikenal sebagai atmosfer menengah (middle atmosphere). Diatas tropopause, temperatur pertama kali hampir konstan dan kemudian bertambah, daerah ini dikenal dengan nama stratosfer. Bertambahnya temperatur terhadap ketinggian di stratosfer merefleksikan adanya pemanasan ozon yang merupakan hasil penyerapan sinar UV matahari. Berbeda dengan troposfer, gerak vertikal di lapisan stratosfer ini sangat lemah dan didominasi oleh proses-proses radiatif. Batas atas stratosfer disebut stratopause dan terletak diketinggian sekitar 50 km (1 km), dimana temperatur mencapai maksimum.

Diatas stratopause, temperatur berkurang terhadap ketinggian. Daerah ini dikenal dengan nama mesosfer, dimana pemanasan ozon sudah berkurang pengaruhnya. Gerakan-gerakan vertikal atmosfer dan proses-proses radiatif merupakan proses-proses yang sangat penting di lapisan ini. Mesopause terletak diketinggaian sekitar 85 km (0.01 mb) dan ditandai oleh temperatur yang minimum.

Diatas mesopause, temperatur bertambah dan daerah ini dikenal dengan nama termosfer. Dilapisan termosfer ini, molekul-molekul dapat terionisasi oleh radiasi sinar matahari menghasilkan elektron-elektron dan ion-ion bebas yang kemudian masing-masing berinteraksi dengan medan magnet dan medan listrik bumi. Daerah termosfer ini sangat dipengaruhi oleh variasi aktivitas matahari.

























Gambar.1.1. Struktur Termal Atmosfer Bumi

Dalam studi meteorologi, kita akan meninjau udara sebagai sebuah sistem individu dengan dimensi infinitisimal yang disebut parsel udara. Parsel udara ini bergerak sepanjang sirkulasi. Meskipun parsel udara dapat berubah bentuknya melalui deformasi akibat aliran dan dapat berubah komposisinya melalui proses-proses termodinamik maupun proses-proses kimiawi yang beroperasi secara internal, parsel udara ini secara khas teridentifikasi oleh zat-zat yang terkandung di dalam sistem itu pada keadaan awalnya. Komposisi dan keadaan sebuah parsel udara dapat berubah melalui interaksi dengan lingkungannya dan melalui transformasi internal.



TABEL.1.1

Komposisi Udara Kering Atmosfer

Senyawa % Volume % Massa Berat Molekuler



Nitrogen 78.09 75.51 28.02

Oksigen 20.95 23.14 32.00

Argon 0.93 1.3 39.94

Carbondioksida*) ~ 0.03 ~ 0.05 44.01

Neon 180 x 10-5 120 x 10-5 20.18

Helium 52 x 10-5 8 x 10-5 4.00

Krypton 10 x 10-5 29 x 10-5 83.7

Hidrogen 5.0 x 10-5 0.35 x 10-5 2.02

Xenon 0.8 x 10-5 3.6 x 10-5 131.3

Ozon*) ~ 0.1 x 10-5 ~ 0.17 x 10-5 48.00



Catatan : *) jumlahnya bervariasi





2. Mekanisme-mekanisme Yang Mempengaruhi Perilaku Atmosfer

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku atmosfer adalah gravitas (gravity). Meskipun tidak mempunyai batas-atas, atmosfer dipengaruhi oleh medan gravitasi bumi yang mempertahankan massa atmosferik agar tidak terlepas dari planet bumi. Karena gravitasi merupakan gaya-benda yang kuat, maka gravitas menentukan sifat-sifat atmosferik. Massa atmosfer terkonsentrasi dari permukaan bumi hingga ketinggian 10 km atau sekitar kurang 1% dari jari-jari bumi. Pengaruh gaya gravitasi bumi telah memampatkan atmosfer menjadi sebuah lapisan-dangkal (shallow layer) diatas permukaan bumi yang mana massa atmosfer terstratifikasi secara vertikal.

Dengan adanya stratifikasi massa, maka gravitas memberikan batasan yang kuat pada gerak atmosfer, yaitu bahwa dalam sirkulasi dengan dimensi horizontal yang lebih basar dari beberapa puluh kilometer, gerak atmosfer merupakan gerak yang semi-horizontal (quasi-horizontal), sehingga perpindahan udara secara vertikal cukup kecil bila dibandingkan dengan perpindahan udara secara horizontal. Perpindahan udara secara vertikal dapat sebanding dengan perpindahan udara secara horizontal hanya didalam sirkulasi berskala-kecil seperti dalam sel-sel konvektif dan front, yang mana keduanya mempunyai dimensi horizontal yang sebanding dengan dimensi vertikal.

Kompresibilitas udara membuat deskripsi perilaku atmosfer menjadi lebih kompleks karena kompresibilitas mengizinkan volume elemen fluida (volume parsel) berubah ukurannya ketika elemen fluida tersebut mengalami perubahan tekanan disekitarnya. Oleh karena itu, konsentrasi massa dan senyawa untuk masing-masing individual parsel udara dapat berubah meskipun jumlah molekulnya tetap. Konsentrasi senyawa-senyawa kimia dapat juga berubah melalui transformasi internal yang mengubah jumlah tipe molekuler yang dikandung di dalam parsel udara tersebut. Sebagai contoh: kondensasi dalam sistem awan akan menurunkan jumlah uap air dalam parsel udara. Fotodisosiasi O2 oleh radiasi ultaraviolet cahaya matahari akan menambah jumlah ozon dalam parsel udara.

Pertukaran energi dengan lingkungan dan transformasi antara satu bentuk energi dan energi yang lainnya dapat mengubah sifat-sifat parsel udara. Sebagai contoh: melalui ekspansi, pertukaran energi terjadi secara mekanik dengan lingkungan melalui kerja yang dilakukan parsel. Transfer panas, misalnya penyerapan energi radiasi dan konduksi dengan permukaan bumi, merepresentasikan pertukaran energi antara parsel dengan lingkungan secara termal. Penyerapan uap air oleh parsel udara (misalnya melalui kontak dengan permukaan laut yang hangat) mempunyai dampak yang serupa. Ketika uap air menkondensasi, maka panas laten yang dikandung oleh uap air dilepaskan ke molekul-molekul disekitar uap air (molekul-molekul udara kering). Jika air hasil kondensasi ini kemudian jatuh kembali ke permukaan bumi, maka proses ini memperlihatkan sebuah netto pertukaran panas diantara parsel dengan lingkungan yang serupa dengan pertukaran melalui konduksi termal dengan permukaan bumi.

Seperti halnya gravitas, rotasi bumi memberikan sebuah pengaruh yang penting pada gerak atmosfer. Karena bumi merupakan kerangka acuan yang non-inersia, maka hukum-hukum mekanika harus dimodifikasi. Gaya-gaya yang ditimbulkan akibat rotasi bumi bertanggung jawab dalam menentukan sifat-sifat sirkulasi berskala-besar seperti pola-pola aliran udara disekitar tekanan rendah dan tekanan tinggi. Gaya-gaya ini juga tampak pada pola aliran dalam arah meridional (utara-selatan), dimana gerakan dalam arah ini mempengaruhi transfer panas dan senyawa-senyawa atmosferik diantara ekuator dan kutub. Singkatnya, rotasi cenderung menstratifikasi sifat-sifat atmosfer secara meridional sebaik gravitas yang menstratifikasi atmosfer secara vertikal.

Proses-proses fisis yang digambarkan diatas tidak beroperasi secara terpisah, tetapi merupakan serangkaian proses kompleks yang meliputi radiatif, kimiawi dan dinamik. Sebagai contoh : transfer radiatif mengontrol struktur termal atmosfer, yang mana struktuk termal ini menentukan sirkulasi di atmosfer. Kemudian sirkulasi ini mempengaruhi distribusi senyawa-senyawa aktif radiatif seperti uap air, ozon, awan, dan karbondioksida. Pemahaman bagaimana salah satu dari proses-proses ini mempengaruhi perilaku atmosfer membutuhkan sebuah pemahaman tentang bagaimana proses-proses itu terhubung satu sama lain. Hal ini menjadikan studi atmosfer merupakan studi yang memerlukan integrasi dari berbagai prinsip fisis yang berbeda.





3. Persamaan Keadaan Gas Ideal

Sesuai dengan teori kinetik gas, fluida terdiri dari jutaan molekul-molekul yang bergerak dan saling bertumbukan satu sama lain (selain antar molekul, tumbukan ini terjadi dengan sisi batas fluida). Dalam fluida yang lebih rapat, yang dikenal dengan sebutan zat cair (liquid), molekul-molekulnya menempati tempat secara signifikan dalam ruang yang tengah ditempati oleh fluida tersebut dan jarak antar molekulnya cukup dekat sehingga gaya-gaya antar molekulnya cukup mudah untuk berperan. Pada beberapa jarak kritis, gaya-gaya intermolekuler diantara dua molekul adalah nol, tetapi pada jarak yang besar atau kecil, gaya-gaya atraktif atau repulsif sangat besar terjadi diantara molekul-molekul. Maka, jika sejumlah percobaan dibuat untuk mengkompresikan atau mengekspansikan sebuah zat cair, maka gaya-gaya repulsif atau atraktif intermolekuler cenderung untuk menghambatnya, sehingga zat cair dikatakan tidak termampatkan (inkompresibel).

Dalam fluida yang renggang (densitasnya kecil), seperti gas atau uap-air, jarak antar molekulnya cukup jauh (10 kali lebih jauh dari jarak molekul zat cair !) sehingga gaya atraktif intermolekulernya sangat lemah, hal ini menyebabkan molekul-molekul dalam gas atau uap-air bergerak secara acak (random). Konsekuensinya, maka gas dan uap-air sangat mudah untuk dimampatkan.

Ketika jarak antar molekul gas atau uap-air cukup jauh sehingga gaya atraktif dapat diabaikan, maka gas yang demikian disebut sebagai gas ideal. Jelas bahwa tidak ada gas real yang memenuhi gas ideal secara sempurna, akan tetapi dibawah kondisi natural, udara yang merupakan campuran gas-gas memiliki karakter yang mendekati gas ideal. Sehingga titik awal untuk mendeskripsikan perilaku atmosfer adalah bahwa udara diperlakukan sebagai gas ideal:

(1.1)

yang merupakan persamaan keadaan untuk senyawa gas tunggal. Dalam (1.1), p, T, dan M berturut-turut adalah tekanan, temperatur, dan berat molekuler gas. V, m, dan n = m/M adalah volume, massa dan jumlah molar dalam sebuah parsel udara. Konstanta gas spesifik R dihubungkan dengan konstanta gas universal R* melalui

(1.2)

untuk udara kering, Rd = 287 Jkg-1K-1. Karena m/V = r, maka diperoleh bentuk persamaan gas ideal yang tidak bergantung pada dimensi sistem :

p = rRT atau pa = RT (1.3)

dimana r dan a = 1/r berturut-turut adalah densitas dan volume spesifik gas.



Contoh 1.1

Berapakah densitas sampel udara kering pada tekanan 500 hPa jika temperaturnya -200C ?

Jawab : dengan menggunakan persamaan keadaan gas-ideal (1.3), maka:

Catatan : perlu diingat bahwa 1 hPa = 1 mb = 100 Pa dan satuan harus dalam sistem SI



Karena udara merupakan campuran gas-gas, maka tekanan parsial pi dari komponen ke-i memenuhi:

piV = miRiT (1.4)

dimana Ri adalah konstanta gas spesifik untuk komponen ke-i. Dengan cara yang sama, volume parsial ke-i pada campuran gas diberikan oleh

pVi = miRiT (1.5)

Hukum Dalton mengatakan bahwa tekanan total campuran gas sama dengan jumlah dari semua tekanan parsialnya:

p = S pi (1.6)

demikian pula dengan volumenya:

V = S Vi (1.7)

Persamaan keadaan untuk campuran gas-gas dapat diperoleh dengan menjumlahkan (1.4) atau (1.5) untuk semua komponen:

(1.8)





Dengan mendefinisikan konstanta gas spesifik rata-rata

(1.9)

dengan m adalah massa total campuran, maka akan menghasilkan persaman keadaan untuk campuran gas atau . Kemudian massa molekuler rata-rata didefinisikan oleh

(1.10)

karena n = S (mi/Mi), maka (1.10) dapat diekpresikan

(1.11)

sehingga dengan menerapkan (1.2), memberikan

(1.12)

Jika R didefinisikan seperti pada persamaan (1.9), maka campuran gas akan memenuhi persamaan keadaan gas ideal juga. Persamaan (1.9) menyatakan bahwa R adalah rata-rata terboboti, dimana masing-masing Ri diboboti oleh massa gas-i yang berada dalam campuran.

Karena parsel udara meliputi komponen-komponen yang aktif radiatif dan kimiawi, maka komponen ini harus terkuantifikasi. Konsentrasi absolut dari komponen ke-i diukur oleh densitasnya ri, atau secara atternatif diukur oleh Bilangan Densitas:

(1.13)

Dimana NA adalah bilangan Avogadro dan Mi adalah massa molekul untuk komponen ke-i. Tekanan parsial pi dan volume parsial Vi adalah ukuran konsentrasi absolut yang lain.

Kompresibilitas udara membuat ukuran konsentrasi absolut menjadi ukuran yang ambiguitas, yaitu jika senyawa-senyawa yang dikandung dalam parsel udara merupakan senyawa pasif (yaitu jumlah molekul di dalam parsel adalah tetap), maka konsentrasi absolut dapat berubah melalui perubahan volume. Karenanya maka digunakan “konsentrasi relatif.” Konsentrasi relatif dari senyawa ke-i ini diukur oleh fraksi molar (Xi)

(1.14)

Dengan menggunakan persamaan keadaan gas ideal untuk satu macam gas dan untuk campuran gas, maka dapat diperoleh:

(1.15)

Fraksi molar menggunakan acuan jumlah mol total dari campuran, tetapi jumlah mol total ini dapat bervariasi melalui perubahan senyawa individual. Sebuah ukuran yang lebih bermanfaat untuk konsentrasi relatif adalah “mixing ratio.” Mixing ratio untuk senyawa ke-i didefinisikan oleh :

ri = mi/md (1.16)

dimana md menyatakan massa udara kering, perlu dicatat bahwa ri merupakan besaran yang tidak berdimensi dan diekspresikan dalam g kg-1 untuk uap air troposferik dan dalam ppm untuk ozon stratosferik. Tidak seperti fraksi molar, massa acuan dalam mixing ratio adalah selalu konstan untuk setiap parsel udara. Jika senyawa ke-i merupakan senyawa pasif (tidak mengalami tansformasi fasa atau reaksi kimia), maka mi selalu konstan, sehingga ri selalu tetap untuk sebuah parsel.









































SOAL-SOAL

1. Sebuah sampel gas hidrogen berada pada tekanan 1000 mb dan temperatur 100C. Hitunglah volume spesifiknya.

2. Dengan pesawatnya, seorang pilot terbang terbang dari Miami ke Montreal pada musim dingin, kemudian ia mencatat bahwa di Miami, tekanan permukaan sebesar 1000 mb dan temperatur 300C, dan di Montreal ia mencatat tekanan permukaan 1040 mb dan temperatur -200C. (a). Berapakah densitas pada masing-masing kota tersebut? (b). Berapakah tekanan udara di Montreal jika densitas udara dikedua kota tersebut sama, asumsikan bahwa tidak ada perubahan temperatur terhadap ketinggian di Montreal.

3. Turunkan sebuah persamaan untuk fraksi molar untuk senyawa ke-i dinyatakan dalam mixing-rationya.

4. Turunkan sebuah ekspresi bagi mixing-ratio volume dari senyawa ke-i dinyatakan dalam mixing-rationya.

5. Tunjukkan bahwa tekanan 1 atmosfer ekivalen dengan ketinggian 760 mm kolom air raksa. (densitas air raksa pada temperatur 273 K adalah 1.36 x 104 kg/m3).

analisis nitrat

Nitrogen atau zat lemas adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang N dan nomor atom 7. Biasanya ditemukan sebagai gas tanpa warna, tanpa bau, tanpa rasa dan merupakan gas diatomik bukan logam yang stabil, sangat sulit bereaksi dengan unsur atau senyawa lainnya. Nitrogen adalah 78,08 % dari atmosfer bumi dan terdapat dalam banyak jaringan hidup. Zat lemas ini membentuk banyak senyawa penting seperti asam amino, amoniak, asam nitrat, dan sianida.
Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktivitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama – tama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan. Pencemaran oleh pupuk nitrogen, termasuk ammonia anhidrat seperti juga sampah organik hewan maupun manusia, dapat meningkatkan kadar nitrat di dalam air. Senyawa yang mengandung nitrat di dalam tanah biasanya larut dan dengan mudah bermigrasi dengan air bawah tanah. (Harry Wahyudhy Utama, 2009)
Pada daerah dimana pupuk nitrogen secara luas digunakan, sumur-sumur perumahan yang ada di sana hampir pasti tercemar oleh nitrat. Diperkirakan 14 juta rumah tangga di Amerika Serikat menggunakan sumur pribadi untuk memenuhi kebutuhan air minumnya. Pada daerah pertanian, pupuk nitrogen merupakan sumber utama pencemaran terhadap air bawah tanah yang digunakan sebagai air minum. Sebuah penelitian oleh United States Geological Survey menunjukkan bahwa > 8200 sumur di seluruh AS terkontaminasi oleh nitrat melebihi standar air minum yang telah ditetapkan oleh Environmental Protection Agency (EPA), yaitu 10 ppm. Sumber nitrat lainnya pada air sumur adalah pencemaran dari sampah organik hewan dan rembesan dari septic tank.
Bahan makanan yang tercemar oleh nitrit ataupun bahan makanan yang diawetkan menggunakan nitrat dan nitrit dapat menyebabkan methemoglobinemia simptomatik pada anak-anak. Walaupun sayuran jarang menjadi sumber keracunan akut, mereka memberi kontribusi >70% nitrat dalam diet manusia tertentu. Kembang kol, bayam, brokoli, dan umbi-umbian memiliki kandungan nitrat alami lebih banyak dari sayuran lainnya. Sisanya berasal dari air minum (+ 21%) dan dari daging atau produk olahan daging (6%) yang sering memakai natrium nitrat (NaNO3) sebagai pengawet maupun pewarna makanan. Methemoglobinemia simptomatik telah terjadi pada anak-anak yang memakan sosis yang menggunakan nitrit dan nitrat secara berlebihan. (Harry Wahyudhy Utama, 2009)
Penyalahgunaan inhalan nitrit yang mudah menguap dapat menyebabkan methemoglobinemia berat dan kematian. Terpapar nitrit tak sengaja dalam laboratorium kimia dan penghirupan pada usaha bunuh diri pernah terjadi. Tingginya kadar nitrat pada air minum terutama yang berasal dari sungai atau sumur di dekat pertanian juga sering menjadi sumber keracunan nitrat terbesar. Hal ini sangat berbahaya bila kandungan nitrat ini dikonsumsi oleh anak bayi dan dapat menimbulkan keracunan akut. Bayi yang baru berumur beberapa bulan belum mempunyai keseimbangan yang baik antara usus dan bakteri usus. Sebagai akibatnya, nitrat yang masuk dalam saluran pencernaan akan langsung diubah menjadi nitrit yang kemudian berikatan dengan hemoglobin membentuk methemoglobin. Ketidak mampuan tubuh bayi untuk mentoleransi adanya methemoglobin yang terbentuk dalam tubuh mereka akan mengakibatkan timbulnya sianosis pada bayi. Pada bayi yang telah berumur enam bulan atau lebih, bakteri pengubah nitrat di dalam tetap ada walau dalam jumlah sedikit. Pada anak-anak dan orang dewasa, nitrat diabsorbsi dan di sekresikan sehingga resiko untuk keracunan nitrat jauh lebih kecil.
Menurut siklusnya, bakteri akan mengubah nitrogen menjadi nitrat yang kemudian digunakan oleh tumbuh-tumbuhan. Hewan yang memakan tumbuh-tumbuhan kemudian menggunakan nitrat untuk menghasilkan protein di dalam tubuh. Setelah itu, nitrat akan dikeluarkan kembali ke lingkungan dari kotoran hewan tersebut. Mikroba pengurai kemudian mengubah nitrat yang terdapat dalam bentuk amoniak menjadi nitrit. Selain itu, nitrat juga diubah menjadi nitrit pada traktus digestivus manusia dan hewan. Setelah itu bakteri dilingkungan akan mengubah nitrit menjadi nitrogen kembali. (Harry Wahyudhy Utama, 2009)
Tetapi apabila jumlah nitrit ataupun nitrat yang berada di suatu lingkungan melebihi kadar normal maka siklus ini tidak akan dapat berjalan sebagaimana metinya. Aktifitas pertanian yang dilakukan manusia telah banyak meningkatkan kadar nitrat dilingkungan karena penggunaan pupuk yang berlebihan. Nitrat dan nitrit sangat mudah bercampur dengan air dan terdapat bebas didalam lingkungan.
Nitrat adalah sumber utama nitrogen di perairan, namun amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonium. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/liter menggambarkan terjadinya eutrofikasi perairan. Nitrat adalah bentuk nitrogen sebagai nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna di perairan.
Secara umum siklus nitrogen dilaut dapat dilihat pada gambar di bawah :
(Irmawan, 2008)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, air sumur yang akan digunakan untuk air minum tercemar nitrat yang berasal dari resapan air atau limpasan dari persawahan yang menggunakan pupuk dengan kandungan nitrat. Di sisi lain, untuk menghentikan kegiatan pertanian yang ada di desa tersebut sangat tidak memungkinkan, karena mayoritas masyarakat mendapatkan penghasilan dari rangkaian kegiatan pertanian. Mengacu pada manajemen penyakit berbasis wilayah/kawasan, maka untuk mengendalikan dan mengelola pencemaran nitrat yang terdapat di wilayah pertanian, maka perlu dijabarkan dalam suatu rangkaian mata rantai pencemaran kemudian disusun dengan menggunakan pendekatan sistem. Untuk menghilangkan risiko teracuni nitrat yang akan mengganggu kesehatan masyarakat dalam satu wilayah, dalam hal ini wilayah pertanian, maka diperlukan serangkaian upaya yang terarah dan terintegrasi. Hal ini dapat dilakukan oleh semua lapisan komponen dalam wilayah, termasuk didalamnya tenaga sanitasi, unit pelayanan swasta, Puskesmas, Dinas Kimpraswil, Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Perairan dan dinas-dinas atau institusi terkait lainnya. (http://pengaruh-jarak-sumur-dan-pengolahan.hnitratml.html. 2009)
Analisis nitrat cukup sulit, karena rumit dan peka terhadap berbagai jenis gangguan. Namun ada beberapa cara analisis yang tersedia antara lain :
- Analisa spektrofotometris pada panjang gelombang 220 nm (sinar ultraviolet yang cocok sebagai analisis penduga bagi air tanpa zat organik dengan kadar NO¬3 – N antara 0,1 sampai 11mg/l.
- Analisa dengan elektroda khusus (dan pH meter) yang cocok sebagai analisis penduga baik untuk air bersih maupun air buangan dengan skala kadar NO3 – N antara 0,2 sampai 1400 mg/l.
- Analisis dengan Brusin untuk air dengan kadar air 0,1 sampai 5 mg NO3 – N/l.
- Analisis dengan asam kromotropik untuk air dengan kadar 0,1 sampai 5 mg NO3 – N/l.
- Analisis dengan reduksi menurut Devarda untuk air dengan kadar NO3 – N lebih dari 2 mg/l.
- Analisis kolorimetris khusus bagi nitrit, setelah semua zat direduksi oleh butir cadmium (Cd), metoda ini cocok untuk air dengan kadar NO3 – N antara 0,001 sampai 1 mg/l. (Metoda Penelitian Air, 1984)