Oleh:
DESNIARTI
A. Pendahuluan
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km, memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar (Bengen, 2001). Sumberdaya alam yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan terdiri dari sumber daya yang dapat pulih (renewable resources) seperti perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang maupun sumberdaya yang tidak dapat pulih (non-renewable resources) seperti minyak bumi dan gas mineral serta jasa-jasa lingkungan (Dahuri et al., 2001).
Sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir dan lautan ini, telah dimanfaatkan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan manusia, baik sebagai mata pencaharian, sumber pangan, mineral, energi, devisa negara dan lain-lain. Agar potensi sumberdaya alam ini dapat dimanfaatkan sepanjang masa dan berkelanjutan diperlukan upaya pengelolaan yang memperhatikan aspek-aspek lingkungan dalam arti memperoleh manfaat yang optimal secara ekonomi akan tetapi juga sesuai dengan daya dukung dan kelestarian lingkungan. Sehingga dalam pengelolaan tidak hanya memanfaatkan akan tetapi juga memelihara dan melestarikannya.
Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah daratan yang berbatasan dengan laut, batas di daratan meliputi daerah–daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Bengen, 2001).
Wilayah pesisir bersifat dinamis dan rentan terhadap perobahan lingkungan baik karena proses alami maupun aktivitas manusia. Dalam melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan taraf hidupnya, manusia melakukan perobahan-perobahan terhadap ekosistem dan sumberdaya alam sehingga berpengaruh terhadap lingkungan di wilayah pesisir.
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat padat penduduknya, jumlah penduduk yang hidup di wilayah pesisir 50 – 70 % dari jumlah penduduk dunia. Di Indonesia sendiri 60 % penduduknya hidup di wilayah pesisir, peningkatan jumlah penduduk yang hidup di wilayah pesisir memberikan dampak tekanan terhadap sumberdaya alam pesisir seperti degradasi pesisir, hutan mangrove, terumbu karang, pembuangan limbah ke laut, sedimentasi sungai-sungai, erosi pantai, abrasi dan sebagainya (Rais, 2000a). Di samping itu dengan bertambahnya jumlah dan aktivitas penduduk menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir.
Pada umumnya penduduk yang tinggal di wilayah pesisir memiliki mata pencaharian yang memanfaatkan sumberdaya alam atau jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir seperti nelayan, petani ikan, pemilik atau pekerja industri pariwisata, perhubungan laut, pertambangan dan energi serta pemilik atau pekerja industri maritim yang dikenal juga sebagai masyarakat pesisir.
Masyarakat pesisir yang di dominasi oleh usaha perikanan pada umumnya masih berada pada garis kemiskinan, mereka tidak mempunyai pilihan mata pencaharian, memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tidak mengetahui dan menyadari kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan sehingga cenderung mengekploitasi sumberdaya alam secara berlebihan dengan cara-cara yang tidak berwawasan lingkungan.
Paper ini membahas tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perobahan lingkungan wilayah pesisir baik karena pengaruh proses-proses alami maupun karena adanya berbagai aktifitas manusia.
B. Lingkungan dan Karakteristik Wilayah Pesisir
Sistem lingkungan pada wilayah pesisir dapat bersifat alami dan buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah: terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir, formasi per-caprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa: tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri dan kawasan pemukiman (Dahuri et al., 2001).
Wilayah pesisir memiliki karakteristik yang unik baik dilihat dari aspek bio-geofisik maupun aspek sosial, ekonomi dan budaya. Dahuri (2000) menyatakan setidaknya ada 6 karakteristik pesisir:
1. Terdapat keterkaitan ekologis baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas.
2. Dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan.
3. Dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki ketrampilan/keahlian dan kesenangan bekerja yang berbeda. Hal ini mengakibatkan pemanfaatan berbagai sumberdaya yang ada.
4. Baik secara ekologis maupun ekonomis, pemanfaatan suatu kawasan pesisir secara monokultur adalah sangat rentan terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus kepada kegagalan usaha.
5. Kawasan pesisir merupakan kawasan milik bersama (common property resources) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open access). Setiap pengguna sumberdaya berkeinginan untuk memaksimalkan keuntungan sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran, over-eksploitasi sumberdaya alam dan konflik pemanfaatan ruang.
Selain karakteristik di atas, kawasan pesisir merupakan kawasan yang secara hayati sangat produktif dan subur. Pada kawasan pesisir juga dilakukan berbagai aktivitas manusia sehingga terjadinya interaksi antara manusia dengan sumberdaya pesisir dan laut.
C. Keterkaitan antar Ekosistem
Wilayah pesisir merupakan wilayah dimana interaksi darat dan laut paling
tinggi intensitasnya, wilayah ini memiliki hubungan dengan lahan atas (upland)(gambar 2), sehingga kerusakan yang terjadi pada lahan atas dapat menimbulkan dampak negatif pada wilayah pesisir. Sebagai contoh kegiatan pertanian dan kehutanan yang tanpa memperhatikan kaidah konservasi menyebabkan terjadinya erosi dan banjir yang merusak ekosistem sungai dan berlanjut kepada ekosistem pesisir. Contoh lainnya aktivitas masyarakat di darat seperti pembuangan limbah industri dan rumah tangga menyebabkan terjadinya sedimentasi dan dibawa oleh aliran sungai ke wilayah pesisir.
Masukan
Air Tawar
Keterkaitan ekosiste
m
Pasang surut Daerah Migrasi
& Aliran Arus
Aktivitas Ge- Daerah Migrasi
Lombang &
Aliran Arus
Aliran Arus Daerah Migrasi
Laut Terbuka
Faktor-faktor kritis alami yang mempengaruhi produktivitas
Bendungan dan banjir
Konfigurasi topografi
Air tawar, perbandingan air asin
Suplai nutrien
Erosi: perbandingan lapisan sedimen
Temperatur
Kecerahan air
Masukan sedimen ke kolom air
Suplai nutrien
Temperatur
Salinitas
Sirkulasi air
Energi rendah
Kecerahan air
Masukan sedimen ke kolom air
Suplai nutrien
Sirkulasi air
Energi Tinggi
Temperatur
Antar ekosistem yang ada di wilayah pesisir juga terdapat keterkaitan dan interaksi satu sama lain, sehingga saling mempengaruhi. Pada gambar 2 diperlihatkan keterkaitan antar ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Ada 5 (lima) tipe keterkaitan antara ketiga ekosistem tersebut, yakni: fisik, bahan organik terlarut, bahan organik partikel, migrasi fauna dan dampak manusia (Ogden dan Gladfelter,1983 dalam Bengen, 2001). Sebagai contoh tipe keterkaitan ekosistem adalah: pembukaan hutan mangrove besar-besaran mengakibatkan mangrove kehilangan fungsi sebagai perangkap sedimen sehingga sedimen masuk ke ekosistem padang lamun dan terumbu karang dan mengganggu fungsi kedua ekosistem tersebut (Bengen, 2002).
D. Perubahan Fisik Lingkungan Wilayah Pesisir Akibat Aktivitas Manusia
Seperti dikatakan bahwa wilayah pesisir merupakan lingkungan yang dinamis, unik, dan rentan terhadap perobahan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan pesisir antara lain adalah: .pertumbuhan penduduk, perobahan iklim, peningkatan permintaan akan ruang dan sumberdaya serta dinamika pantai (Rais, 2000b). Pertumbuhan penduduk yang mengalami peningkatan setiap tahunnya dan sebagian hidup di wilayah pesisir mengakibatkan meningkatnya aktivitas manusia di wilayah pesisir terutama dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan ekosistem pesisir. Berbagai macam aktivitas manusia yang dilakukan baik di daratan maupun di lautan mendorong terjadinya perobahan lingkungan wilayah pesisir. . Menurut Dahuri et al. (2001), setiap perobahan bentang alam daratan dan dampak negatif lainnya seperti pencemaran, erosi dan perubahan secara drastis regim aliran air tawar yang terjadi di ekosistem daratan (lahan atas) pada akhirnya akan berdampak terhadap ekosistem pesisir. Beberapa kerusakan akibat aktivitas manusia yang menyebakan perobahan lingkungan wilayah pesisir adalah sebagai berikut:
1. Kerusakan Mangrove
Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis penting antara lain: (1) sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran permukaan, (2) penghasil detritus dan mineral-mineral yang dapat menyuburkan perairan, (3) sebagai daerah nursery ground, feeding ground dan spawning ground bermacam biota perairan (Bengen, 2001).
Seiring dengan peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk maka hutan mangrove banyak dimanfaatkan antara lain: dikonversi menjadi lahan perikanan, pertanian dan pemukiman, penebangan untuk dijadikan kayu. Hal ini menyebabkan mangrove tidak berfungsi dengan baik sehingga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan pesisir seperti: peningkatan salinitas hutan mangrove karena kurangnya aliran air tawar, menurunnya tingkat kesuburan, mengancam regenerasi stok ikan dan udang di perairan, pendangkalan perairan pantai, erosi garis pantai dan intrusi garam, terjadinya pencemaran laut, sedimentasi dan lain-lain (Bengen, 2001).
Akibat pemanfaatan mangrove oleh aktivitas manusia ini menyebabkan luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1982 luas ekosistem hutan mangrove adalah 5.209.543,16 ha, dan tahun 1990 mengalami penurunan menjadi 2.500.000 ha (Dahuri et al., 2001)
2. Kerusakan Terumbu karang
Kegiatan penduduk yang dilakukan pada terumbu karang antara lain: penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak, penangkapan ikan menggunakan racun sianida dan bahan peledak dan penambatan jangkar perahu Kegiatan ini memberikan dampak negatif terhadap ekosistem terumbu karang antara lain: kerusakan habitat dan kematian massal hewan terumbu, mematikan karang dan biota avertebrata dan rusaknya pelindung pantai dari terpaan ombak dan gelombang. Kerusakan terumbu karang juga diakibatkan oleh adanya sedimentasi akibat meningkatnya erosi dari lahan daratan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suharsono dan Sukarno (1992), dalam Dahuri, et al. (2001), menyatakan bahwa pada 24 lokasi yang tersebar di perairan Indonesia, kondisi terumbu karang 6% berada dalam kondisi sangat baik, 22% baik, 33,5% sedang dan 39,5% dalam keadaan rusak.
3. Kerusakan Padang Lamun
Berbagai aktivitas penduduk juga menyebabkan rusaknya ekosistem padang lamun, seperti pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan pembangunan pemukiman pinggir laut yang menyebabkan perusakan total padang lamun, meningkatnya kekeruhan air dan terlapisnya insang hewan air oleh sedimen. Penyebab kerusakan padang lamun lainnya adalah pembuangan sampah rumah tangga dan pencemaran oleh limbah pertanian yang menyebabkan terjadinya penurunan kandungan oksigen terlarut, eutrofikasi, kekeruhan dan matinya hewan-hewan air yang berasosiasi dengan padang lamun (Bengen, 2001).
4. Pemanfaatan Sumberdaya Laut secara Berlebihan
Banyak sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan mengalami over eksploitasi, diantaranya adalah sumberdaya perikanan laut. Secara agregat nasional pemanfaatan sumberdaya perikanan laut pada tahun 1997 baru mencapai 58,5% dari potensi lestarinya, akan tetapi pada beberapa wilayah di Indonesia sudah mengalami kondisi tangkap lebih (over fishing). Jenis stok sumberdaya ikan yang telah mengalami tangkap lebih adalah ikan-ikan komersial seperti udang dan ikan karang. Udang mengalami over fishing hampir di seluruh perairan Indonesia kecuali Laut Seram sampai Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Samudera Fasifik dan Samudera Hindia. Sedangkan ikan karang mengalami over fishing di perairan Laut Jawa, Selat Makasar dan Laut Flores (Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2001).
5. Pencemaran Laut
Berbagai aktifitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir seperti pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri, penebangan kayu dan penambangan di daerah aliran sungai (DAS) mengakibatkan terjadinya pencemaran dan perobahan lingkungan wilayah pesisir. Dampak negatif dari pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan dan menimbulkan kerugian secara sosial ekonomi (Dahuri et al. 2001).
6. Erosi Pantai
Erosi pantai merupakan salah satu masalah serius degradasi garis pantai.
Selain proses-proses alami, seperti angin, arus, hujan dan gelombang, aktivitas manusia juga menjadi penyebab penting erosi pantai. Aktivitas manusia yang menyebabkan erosi pantai adalah pembukaan hutan mangrove untuk kepentingan pemukiman, pembangunan infrastuktur dan perikanan tambak, sehingga sangat mengurangi fungsi perlindungan terhadap pantai. Di samping itu aktivitas penambangan terumbu karang di beberapa lokasi untuk kepentingan konstruksi jalan dan bangunan, telah memberikan kontribusi penting terhadap erosi pantai, karena berkurangnya atau hilangnya perlindungan pantai dari hantaman gelombang dan badai (Bengen, 2001).
E. Perobahan Lingkungan Wilayah Pesisir karena Faktor Alami
Perobahan lingkungan wilayah pesisir juga dapat disebabkan karena adanya proses-proses alami. Erosi pantai yang menyebabkan perjadinya perubahan garis pantai bisa disebabkan oleh karena adanya pengaruh angin, hujan dan gelombang. Wiryawan (2002) menyatakan bahwa ada 4 (empat) kelompok faktor alami yang menjadikan kawasan pesisir begitu dinamis sehingga menyebabkan terjadinya perobahan lingkungan wilayah pesisir yaitu:
1. Angin, Gelombang, Pasang Surut, Arus dan Transport Sedimen
Bentuk-bentuk lahan pesisir terbentuk dan berubah dari waktu ke waktu mengikuti masukan energi dan material ke dalam lingkungan wilayah pesisir. Masukan energi dapat berupa gelombang, pasang surut dan angin. Sedangkan masukan material berupa sedimen, partikel dan pollutant melalui aliran sungai dan pembentukan landform secara biologis.
Salah satu sifat gelombang yang sangat berpengaruh adalah ketajaman gelombang yang biasanya terjadi pada saat angin kencang atau badai yang mengakibatkan banyaknya terjadi erosi pantai.
2. Angin Topan dan Badai
Badai dan topan merupakan fenomena yang normal di lingkungan pesisir, dan juga faktor utama dalam memodifikasi bentuk lahan dan ekosistem pesisir. Akan tetapi seiring dengan meningkatnya tekanan pesisir karena aktivitas penduduk, maka bencana alam berupa badai, topan dan tsunami merupakan ancaman berat terhadap penduduk.
Daya atau kekuatan yang menyertai badai dan topan termasuk gelombang besar dan banjir, aksi gelombang yang meninggi dan menguat dan angin kencang. Banjir akibat badai/topan dapat mengakibatkan erosi pantai secara substansial, pengikisan/penghancuran pulau penghalang, dan pemecahan lahan pesisir sehingga membentuk ceruk atau teluk kecil (inlet).
3. Peningkatan Muka/Paras Laut (sea level rise)
Pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (CO, CH4 dan lain-lain) dapat meningkatkan paras/permukaan perairan laut karena dua alasan yaitu: (1) ekspansi panas dan (2) mencairnya es kutub. Perkiraan tentang dampak pemanasan global sangat bervariasi tetapi kisarannya antara 0,5 – 2 meter pada tahun 2100. Dampak dari peningkatan permukaan laut ini adalah banjir, kehilangan/kerusakan biodiversity, kerusakan bangunan dan infrastruktur.
4 Siklus Hidrologi
Perairan pesisir dipengaruhi oleh interaksi dinamis antara masukan air dari lautan (ocean waters) dan air tawar (freshwater). Aliran air tawar ke laut merupakan fungsi dari karakteristik daerah aliran sungai, aliran air permukaan dan aliran air tanah. Selanjutnya neraca air atau keseimbangan air tawar dan laut dipengaruhi oleh laju presipitasi dan evapotranspirasi. Presipitasi mempengaruhi air permukaan melalui aliran air permukaan atau “runoff” dan mempengaruhi air tanah melalui perkolasi dan infiltrasi.
E. Penutup
Pada uraian di atas telah dibahas bahwa terjadinya perobahan lingkungan wilayah pesisir dapat disebabkan oleh karena faktor-faktor alami seperti angin, gelombang, pasang surut, kenaikan permukaan laut karena pemanasan global, topan badai dan sebagainya dan juga oleh karena aktivitas manusia. Perobahan lingkungan karena faktor alami sulit dikendalikan akan tetapi perobahan lingkungan karena aktivitas manusia dapat dikendalikan sehingga tercipta pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan.
Jumlah penduduk Indonesia, yang diperkirakan akan mencapai 225 juta jiwa pada tahun 2010 (Dahuri et al. 2001), ditambah lagi dengan fakta bahwa sumberdaya di daratan (lahan atas) semakin menipis, maka wilayah pesisir dan lautan beserta segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang terkandung didalamnya akan menjadi tumpuan pembangunan nasional pada abad-21 yang berarti tekanan terhadap wilayah pesisir dan lautan juga semakin meningkat.
Oleh sebab itu guna mencapai pemanfaatan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan, maka diperlukan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan dua aspek kebijakan, yaitu aspek ekonomi dan ekologi. Hal ini dikenal dengan pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu berbasis masyarakat (Zamani dan Darmawan 2000). Di samping itu juga diperlukan upaya peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat umumnya dan khususnya penduduk yang ada di wilayah pesisir terhadap pentingnya sumberdaya alam dalam menunjang kehidupan saat ini dan generasi mendatang.
DAFTAR ACUAN
Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
___________. 2002. Keterkaitan Antar Ekosistem Pesisir. Materi Kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB.
Dahuri, R. 2000. Orientasi Baru: Menoleh ke Laut. Dalam: Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Rokhmin Dahuri). Editors: Ikawati, Y dan Untung, W. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia. Jakarta. hal. 1-8
Dahuri,R., J.Rais, S.P.Ginting dan M.J.Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKP. 2001. Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir. Jakarta.
Rais, J. 2000a. Kajian Kerawanan dan Dinamika Wilayah Pesisir. Materi Kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program
Pascasarjana IPB
_____ . 2000b. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Materi Kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program Pascasarjana IPB.
Wiryawan, B. 2002. Karakteristik dan Dinamika Sumberdaya Fisik dan Lingkungan Pesisir dan Lautan. Materi Kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program Pascasarjana IPB.
Zamani, N.P dan Darmawan. 2000. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Dalam Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. hal. 47-60.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar