Social Icons

Pages

Selasa, 08 Maret 2011

MEMBANGUN MASYARAKAT PESISIR BERBASIS EKONOMI LOKAL ( pendekatan mikro banking )

Oleh : HERY EDY

ABSTRAK

Pemberdayaan ekonomi masyarakat wilayah pesisir merupakan bagian dari kebijakan makro ekonomi Indonesia, jadi ketika konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat wilayah pesisir yang memiliki potensi ekonomi berbasis local tetapi dihuni oleh 80% masyarakat miskin berarti ada yang mislink bahkan terdapat indikasi perlakuan yang sangat diskriminan, artinya banyak kebijakan ekonomi makro yang belum menyentuh kepentingan masyarakat nekayan yang grassroot.
Kita mensinyalir orientasi pembangunan yang bertumpu pada konsep pertumbuhan ekonomi, stabilitas dan pemerataan ternyata tidak berjalan simultan sehingga lahirnya era konglomerasi dengan harapan terjadi penetesan pendapatan ke bawah setelah di atas menjadi kue yang sangat besar itulah substansial konsep ekonomi Tricle Down Effect.
Amatlah tidak bijaksana bila kita hanya menjadi penonton potret-potret kemiskinan masal di kawasan mssyarakat wilayah Pesisir, karena itu bagaimana initiatif dan the best solution. Best solution bisa on track ketika millestone problem dapat diidentifikasi. Beberapa pakar menulis dalam Integrated Coastal Management (ICM) antara lain: keterbatasan dana, rendahnya kualitas SDM, rendahnya kesadaran masyarakat, lemahnya aspek ke pasar, aspek management dan masih banyak factor-faktor yang kurang kondusif.
Tampaknya akses permodalan merupakan Core Problem yang memiliki Multiplier Effect terhadap aspek lain. Bertitik tolak dari dasar pemikiran tersebut, apabila akses permodalan diandalkan dari Bank Convensional maka selamanya tidak akan ada titik temu. Untuk itulah muncul ide Mikro Banking sebagai mediasi agar bank bisa akses ke masyarakat wilayah pesisir begitu pula eksistensi masyarakat pesisir bisa welcome dengan konsep Mikri Banking. Itulah hakekat kemitraan yang ideal dan realistic.
Substansial konsep Mikro Banking disesuaikan dengan kebudayaan, kebiasaan dan karekateristik masyarakat wilayah pesisir dan bebas dari Charity dan konsumtif. Kesemuanya bertumpu pada produktif, kreatif dan inovatif.

I. PENDAHULUAN

Ada pertanyaan yang menggelitik bahkan makin terasa aneh tapi nyata, dalam forum seminar sehari di Hotel yang cukup mewah Jakarta . Salah satu Pembicara melemparkan joge “ kalau ada ayam mati di lumbung padi “kalau itu yang terjadi identik dengan fitrah menantang Sunnatullah kata orang pesantren. Ironisnya joge tersebut juga melanda saudara – kita dikawasan pesisir yang katanya melimpah kekayaan sumberdaya alamnya, tetapi kondisinya secara agregate seperti penampilan suatu festival potret potert kemiskinan yang tiada berujung, dimana letak missingling nya itulah panggilan moral bagi setiap insan cita yang cinta dan mendambakan hidup saudaranya ber kemakmuran sejati.
Pertanyaan yang muncul adalah, apakah kemiskinan yang terjadi pada masyarakat wilayah pesisir karena menjadi Nelayan , atau kemiskinan yang terjadi di kawasan masyarakat pesisir karena basicnya sudah Miskin ( Miskin karena Miskin ) itulah lontaran salah satu isue yang dilontarkan oleh seorang dosen dalam suatu diskusi . ketika isue terjadi dikonfrontasikan dengan data BPS ternyata sangat significan , maka itulah yang dinamakan Kemiskinan Struktural.
Data BPS 1998 secara vulgar dan sangat elegant berani membuat suatu report yang sangat mengejutkan Bahwa Kawasan Pesisir yang memiliki karakteristik sangat produktif dan mengandung potensi pembangunan yang tinggi ternyata penghuninya sebanyak 80% Kawasan Pesisir tersebut tergolong Miskin.Menurut DKP 2000 penyebab kemiskinan masyarakat pesisir secara substansial disebabkan oleh Pertama, Kemiskinan Struktural, dimana kemiskinan terjadi karena rendahnya aksestibility terhadap Permodalan dan Manajemen, Jaringan Pasar, rendahnya akurasi dari Data Informasi, Lambannya acceptability IPTEK, struktur tata niaga yang kurang kondusif dan Prasarana dan sarana pembangunan yang rendah, Kedua, Kemiskinan kultural yang terwakili oleh rendahnya kualitas SDM dan Rendahnya etos kerja, sedangkan yang Ketiga , adalah Kemiskinan alamiah, rendahnya potensi sumberdaya alam dan Lingkungan yang rusak.
Jadi makin nyata mengapa masyarakat kawasan pesisir harus dibangun dengan berbasis pada kekuatan ekonomi Lokal, dismaping masyarakatnya yang mayoritas dilanda Miskin karena Miskin, sehingga ada suatu hipotesis yang mengatakan sebetulnya kemiskinan yang terjadi masyarakat pesisir karena rendahnya tingkat upah dan bergerak secara proposional sehingga melahirkan lingkaran setan.

II. PEMBERDAYAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUTAN

Ketertinggalan pembangunan kawasan Pesisir dan Lautan sebagai sumber daya ekonomi baru, merupakan indikator bahwa sektor kelautan selama 35 tahun hanya dipandang sebelah mata, sektor kelautan masuk dalam katagori sumberdaya prima yang sama sekali tidak masuk skala prioritas dalam pembambungan yang selalu berorirntasi kepada pertumbuhan ekonomi, Begitu Hutan dan tambang minyak serta sektor pertanian andalan sudah mengarah menjadi beban pembangunan karena Un Renunable ( sulit diperbaharui ) sebagai akibat pengelolaan yang kurang bijaksana dasn hanya menekankan kepada program exploitasi, maka Sumberdaya Lautan merupakan pilihan berikutnya yang diharapkan sebagai New Resourches karena potensi Sumberdaya alamnya melimpah karena memang secara profesional manajemen belum dilakukan seoptimal mungkin.
Oleh karena itu sektor Kelautan apabila dipandang sebagai sumberdaya ekonomi baru, maka landasan prinsipiil yang diletakkan adalah tiga hal , agar kita tidak terjebak dengan kesalahan yang sama yaitu sumberdaya habis terkuras rakyat makin miskin karena sebagai pelengkap penderita/obyek dalam pembangunan, sehingga kesejahteraan makin sulit dan masyarakat akhirnya harus menerima kenyataan tersebut sebagai takdir.
Adapun landasan prinsipiil dimaksud meliputi tiga hal harus menjadikan suatu The True Nort yaitu : Pertama , Apapun persepsi pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan sebagai sumber ekonomi baru yang kompetitive harus bermuara kepada Pengurangan terhadan Insidens Kemiskinan. Kedua, Focusing aktivitas terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan sebagai sumberdaya ekonomi baru, harus berangkat dari pemikiran untuk meningkatkan pembangunan kegiatan Ekonomi yang berbasis sumberdaya alam kelautan dan Perikanan dan Ketiga, Sedhini mungkin menciptakan rambu – rambu dalam pembangunan sumberdaya alam agar tidak mengulangi kesalahan dan kegagalan yang sama dengan melibatkan masyarakat dalam pembangunan, sehingga etos kerja dan pembangunan yang berkelanjutan ( sustainable Development ) menjadi nyata bukan impian semata.
Mengapa pendekatan The True Nort harus dikedepankan, ada argumen yang cukup bisa diterima yaitu , selama ini problem yang dihadapi dilapangan menurut DKP 2000 dalam hal pemberdayaan kemiskinan masyarakat wilayah Pesisir dan Lautan adalah sebagai berikut :
  Ada indikasi bantuan yang selama di fasilitasi melalui Pemerintah cenderung mengarah kepada Sesat ( Charity ) ini permasalahan harus dikaji secara serius karena ada unsur moralitas yang kurang kondusif dilapangan.
  Bantuan lebih berbau populis sehinga tidak substansial karena mengabaikan masalah skala ekonomi.
  Secara aplikatif pola Pembinaan masih dilakukan secara tidak integrated serta mengesampingkan focuising dalam program sehingga terkesan lebih bersifat Hit and Run.
  Lemahnya Koordinasi sebagai penyakit birokrasi juga melanda sektor Pesisir dan Kelautan, sehingga arogansi sektoral yang terjadi dan danpaknya adalah stagnasi.
  Ketidak selarasan secara tehnis dari bantuan yang direncanakan dengan realisasi, kendala ini sangat kompleksitas, harus redesign dalam koordinasi lintas departemen.

Rumitnya kendal dan kompleksitasnya maka sudah selayaknya komitmen kepada sasaran yang lebih pas disebut The True North, cukup rasional dan jelas sekala arah pemberdayaan yang akan dilakukan.

III. STRATEGI KEBIJAKAN YANG EFFEKTIF.

Belajar dari kekagalan masa lalu dan komitmen untuk bangkit dari kesuksessan yang tertunda, maka langkah bijaksana adalah merumuskan kembali langkah – langkag strategis yang diharapkan efektif untuk membangun suatu gagasan yang ideal tetapi bisa diimplementasikan secara tehnis, adalah merupakan impian bagi setiap orang yang memiliki Visi kedepan tentang bagaimana dapat menekan insiden kemiskinan.
Srategi kebijakan guna meningkatkan pendapatan riil masyarakat kawasan pesisir secara substansial dapat dikualifikasikan pada berbagai element antara lain :
  Improvement terhadap management sumberdaya manusia di kawasan/wilayah masyarakat pesisir setelah melalui proses pendekatan komoditas unggulan
  Improvement terhadap management usaha nelayan dan usaha ikutannya ( multiplier effek )
  Improvement terhadap potensi sumberdaya ekonomi berbasis lokal dengan pendekatan analisisi Location Quition (LQ)
  Improvement terhadap lingkungan (environment ) dengan pendekatan bukan hanya dieksploiter tetapi harus ada komitmen untuk pelestariannya ( Suitainable ).
  Improvent terhadap jaringan sumberdaya financial

Dari kelima elemen tersebut, elemen terhadap jaringan sumberdaya Finansial walaupun statusnya hanya sebagai pendukung ( supporting) nampaknya menduduki posisi yang sangat strategis, oleh karena itu ada beberapa skim yang dapat ditawarkan ditawarkan dengan sebutan : Sistem Usaha Aqua – Bisnis dan daya dukung perbankan. Sebagai berikut : ( Scheeme 1 ,2 Scheeme 3 )

Dari scheeme 1 ,2 dan 3 yang ditawarkan denagn pendekatan integral terhadap implementasi improvement terhadap element – element dimaksud, maka cita – cita dan harapan membangun ekonomi masyarakat pesisir yang berbasis ekonomi lokal, cepat atau lambat secara substansial akan mengangkat derajad dan kualitas hidup masyarakat wilayah pesisir tersebut yang diapresiasikan dalam suatu indikator Pedapatan Riilnya meningkat
Sebagai kata kunci sukses yang mengacu kepada tujuan mulia untuk membuat si kecil menjadi ketawa, maka pendekatan dukungan political will berupa interdepartemental serta melibatkan lembaga perguruan tinggi , lembaga pertahanan (AL & Polisi )yang concern dengan pembangunan kawasan masyarakat pesisir dan lembaga NGO dengan saling bahu membahu merupakan kebutuhan urgen yang harus dikoordinasikan oleh DKP sebagai kelembagaan yang paling bertanggung jawab. Last but not least.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar